Kami sudah sangat merasa gembira jika Bonek pun mulai merasakan melek literasi. Hal ini penting dalam memupuk kecintaan pada klub yang diiringi dengan membaiknya cara pandang. Meski, sekali lagi kami pun masih harus tetap tabah jika stigma masih belum menjauh dari Bonek.Â
Pandangan bahwa Bonek adalah suporter yang brutal seakan-akan terus dijadikan "jalan" untuk mengidentifikasi suporter. Ndak apa-apa. Kebaikan toh biasanya bekerja dalam senyap, kan? Tetap istiqomah untuk berbagi saja.
Saat pandemi terjadi, di bulan Juni, Persebaya berulang tahun ke-93. Pada tahun ini kembali kami merilis koran online yang bisa diakses dengan gratis melalui website BWF. Kesan-kesan mengenai Persebaya dituliskan dan disebarkan.
Di tengah kompetisi yang tidak jalan, membaca dan menulis adalah jalan terbaik untuk mengingat Persebaya dengan segala kenangan pertandingan. Begitu pula mengevaluasi apa yang menjadi kekurangan, termasuk juga bagi Bonek.
Jika komunitas Bonek lain melakukan penggalangan dana solidaritas sosial untuk memberi perhatian pada tenaga kesehatan Covid-19 maupun korban virus ini, maka BWF pun juga menggalang dana melalui bacaan.
Buku kedua BWF pun lahir untuk membaca situasi pandemi sebagai suatu bencana global. Kami berdiskusi untuk menulis lagi dan dibukukan hal-hal seputar sepak bola di tengah bencana. Maka lahirlah buku kedua berjudul "Tolak Bala Sepak Bola".
Buku ini tentang bagaimana peristiwa sepak bola di tengah segala jenis bencana. Maka tulisan perihal bencana alam seperti gunung meletus yang mengganggu persiapan Liga Champions Eropa, gempa bumi di Jogja yang berdampak pada klub-klub sepak bola, maupun bencana sosial.Â
Tewasnya suporter Liverpool yang melibatkan otoritas keamanan setempat di stadion, dampak meledaknya Chernobyl pada klub Ukraina, dan lain-lain diceritakan dalam buku ini.