Mohon tunggu...
ikhwan udin
ikhwan udin Mohon Tunggu... -

seorang pembelajar kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indahnya Malam Pertama

15 Juni 2010   01:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:32 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara ini terinspirasi setelah mengikuti acara, “Life Management Training” bersama pak Kiseno, yang sedikit banyak merubah kehidupanku; Bagaimana aku harus menjalani hidup ini dengan baik dan bagaimana pula seharusnya aku bermuamalah; menjalin hubungan baik dengan Allah dan manusia. Ada energi spiritual yang menggugah diri ini; sehingga terdetik dalam benak untuk mengadakan acara serupa kepada anak-anak didikku. Menularkan ilmu yang didapat agar lebih bermanfaat.

Acara itu terjadi pada malam jum’at, tepatnya pada 12 Juni 2009 kemarin. Acara itu bertajuk “Malam Pertama.” Acara yang sangat special karena aku menyiapkan mental dan ruhiyah selama sebulan lamanya, dengan satu asa; semoga acara berlangsung sempurna dan berkesan bagi mereka. Dan tepat pada pukul 03.00, aku membangunkan anak-anak untuk bangun dari tidurnya. Ada perasaan tersendiri ketika itu, semua anak-anak sangat antusias menyambutnya, tidak seperti biasanya. Semangat mengikuti acara yang membuat mereka penasaran, karena memang aku tidak memberitahukan detailnya acara kepada mereka sebelumnya.

Setelah berwudhu, kami shalat malam bersama beberapa raka’at di lantai bawah masjid. Selesai shalat, aku mengintruksikan mereka untuk menutup mata dan meminta dengan sangat agar tidak ada yang berbicara, walaupun sepatah kata. Mereka berbaris memanjang, dengan formasi anak yang di belakang memegang pundak teman di depannya. Saat itulah, acara dimulai. Aku pun tak lupa mengajak mereka untuk banyak beristighfar kepada Allah Ta’ala. Astaghfirullahal ‘Azhim….astaghfirullahal ‘Azhiim….


Karena mata mereka tertutup, aku memandu mereka dengan berjalan tertatih-tatih dan derapan kaki yang berat dengan hentakan yang keras seolah-olah seorang pesakitan yang akan menghadapi siksaan. Hati mereka tidak karuan mendengarkan suara derapan kakiku yang terdengar keras dan menyeramkan, apalagi mereka tidak tahu apa yang akan mereka alami. Ketakutan yang melanda mereka semakin terasa karena didukung dengan dinginnya kota soreang pada malam itu, dingin menusuk tulang. Kata mereka, acara malam itu terasa sangat menegangangkan, menakutkan, mengharukan sekaligus menyedihkan…, karena itulah acara pertama mereka yang bertajuk malam pertama.

Setelah tiba di lokasi yang dimaksud, aku memandu mereka satu per satu untuk menempati tempat duduk yang tersedia; persis di depan kertas Hvs dan lilin yang sudah disiapkan panitia untuk masing-masing anak dengan keadaan mata mereka masih tertutup. Setelah duduk dengan tenang, aku masih mengingatkan mereka banyak beristighfar. Aku pun memulai berorasi,

“Wahai saudara-saudaraku yang aku sayangi dan aku cintai…. Suatu ketika, Yani diajak oleh ayahnya untuk mengunjungi wilayah pemakaman umum kaum muslimin di kota metropolitan, Jakarta. Mereka berputar sejenak dan kemudian mendapatkan makam yang dicari. Mereka duduk di depan seonggok nisan, “Hj. Muthia binti Muhammad, Lahir : 19 Januari 1915, Meninggal : 20 Januari 1965.”

Ayah Yani berkata, “Nak, ini adalah kuburan nenekmu, mari kita berdoa untuk kebaikan nenekmu.” Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya menengadah ke atas dan memejamkan matanya seperti halnya ayahnya. Ia mendengarkan doa ayahnya untuk neneknya.

Selesai berdoa, Yani bertanya, “Yah, nenek waktu meninggal berumur 50 tahun ya Yah ?” Ayahnya mengangguk sambil tersenyum sembari memandang pusara ibunya, Hj. Muthia.

“Hm, berarti nenek sudah meninggal 44 tahun yang lalu ya, Yah ?” kata Yani berlagak dengan menghitung dengan jarinya, “Ya, nenekmu sudah di dalam kubur selama 44 tahun…”jawab ayahnya

Yani memutar otaknya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana, di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut, “Muhammad Zaini, Lahir : 19 Februari 1804, Meninggal : 30 Januari 1910.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun