Gadis Manis di Bibir Pantai
DN Sarjana
Entah beberapa kali perempuan itu sudah bolak balik dipinggiran pantai. Perempuan betambut ikal, berkulit putih dengan tubuh semampai. Sesekali ia duduk memandangi lautan nan luas. Deburan ombak mungkin tak mengusik rasa gelisahnya, hingga ia tak betah lama-lama duduk menikmati pemandangan laut lepas dihiasi perahu bergoyang dihempas gelombang.
Aku terus memperhatikan. Ada perasaan was-was juga muncul. Jangan-jangan perempuan itu melakukan tindakan yang mencelakakan dirinya. "Tapi apa yang bisa aku lakukan?"Aku tidak mengenalnya, pikirku.
Kalau saya tidak melakukan sesuatu, berarti aku membiarkan seorang perempuaan menikmati kemalangannya. Bukankah perempuan itu orang yang lemah yang perlu diperhatikan.
Dengan perasaan ragu aku tetap melangkah mendekati perempuan itu. Sambil berpura-pura mengambil poto, aku melintas disampingnya. Tapi tak sedikitpun perempuan itu peduli. Tetap saja ia mempermainkan lentik tangannya di handpone. Entah apa yang diketik.
Aku tak menyia-nyiakan kesempatan mengucapkan sepatah kalimat, ketika perempuan itu mengambil minuman yang tertempel di samping tasnya.
"Selamat siang. Apa kabar."
Perempuan itu menoleh. Hatiku sedikit tergetar ketika tahu wajah perempuan itu begitu cantik. Wajah opal dengan bibir tipis, mata agak sipit sesaat dapat aku pandangi. Lama aku menunggu jawabannya. Kesempatan itu aku gunakan untuk menenagkan diri.
"Siang juga." Jawaban singkat keluar dari bibirnya yang mungil. Aku tak menyalahkan. Bersyukur dia sudah mau berucap. Kubiarkan suasana sunyi senyap. Hanya deburan ombak dan desiran angin yang terdengar. Tapi aku tidak membiarkan sepi bergelayut.
"Boleh aku duduk disampingmu?" Perempuan itu tidak menjawab. Hanya dia memberi isyarat bergeser duduk agak ke utara. Mungkin dia mencari tempat yang lebih teduh.
Sesaat kemudian. "Perkenalkan namaku Fedro. Aku tinggal di Denpasar. Kebetulan aku maen ke sini. Pantai Tanah Lot sangat indah. Aku beberapa kali datang ke sini." Kata ku kepada perempuan itu.
Entah mendengar atau tidak perempuan itu tetap saja terbius dalam lamunannya. Aku yakinkan diri, pastia dia akan memperkenalkan namanya.
Benar saja. Sambil meminum air putih yang dibawanya perempuan itu menjawab. "Aku Reny." Hanya itu yang terucap. Suaranya sedikit parau. Aku memaklumi. Mungkin hatinya masih terguncang. Aku mengalihkan perhatiannya.
"Ini aku bawa permen. Silahkan. Tidak apa kok." Aku menyodorkan permen. Reny menoleh. Dia julurkan tangannya. Perasaanku jadi lega karena kekakuan Reny sudah mencair.
BAGAIMANA KELANJUTANNYA?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H