Dua Kera yang Setia
Tersebutlah sebuah desa di kaki pegunungan. Sudah pasti desa itu teramat asri. Pohon-pohon besar tumbuh subur, termasuk tanaman para petani.
Di desa itu petani sangat mudah menanam pala wija, karena air untuk menyirami sangat mudah. Airnya juga jernih, karena penduduk desa menjaga air dengan baik.
Ada yang unik di desa ini yaitu tak satupun warga berani mencuri buah, umbi, yang ditanam warga.
Hingga suatu hari warga desa mulai banyak membicarakan buah yang mereka tanam kedapatan hilang atau rusak. Dan hari ini beberapa warga berkumpul di balai bengong.
"Pak Darto. Apa tanaman pisangmu ada yang rusak ya?" Kata Pak Giyo, sambil membetulkan tempat duduknya.
"Benar Pak Giyo. Syukur Bapak bilang. Dua hari lalu, tanaman jambu air saya banyak yang jatuh. Setelah diperhatikan, ternyata bekas gigitan binatang.
Pak Giyo sebagai tetua desa tersebut kemudian mengajak warga untuk setiap saat melaksanakan ronda. Beberapa hari mereka mengadakan ronda, tidak satupun ada yang menemukan binatang yang memakan atau merusak buah atau tanaman mereka.
Lanjut cerita, di desa Munti tersebutlah ada dua kera kakak beradik. Kera ini mudah dikenali karena bulu mereka berbeda. Kakaknya bulunya warna agak hitam. Sedang adiknya warna coklat kekuningan. Nama mereka kakaknya Salam dan adiknya Salim. Â Mereka hidup sangat rukun.
Namun karena musim panas yang panjang, mereka susah mencari buah-buahan untuk dimakan. Tubuh mereka mulai kelihatan agak kurus.
"Kakak Salam, bagaimana hidup kita nanti ya. Buah-buahan sudah mulai habis. Kita kan harus makan. Aku takut mati kelaparan." Kata adiknya Salim sambil menangis.
Salam merasa sedih melihat adiknya menangis. Sambil mengelus ekor adiknya Salam berucap.
"Sabar adikku. Kalau kita berusaha, pasti ada jalan. Ayo kita nyebrang bebukitan ini. Semoga hutan di sana masih lebat."