Setelah semalaman di dibiarkan di jaring, kera Salam dan Salim ditaruh di kerangkeng di kantor dusun setempat.
Sore harinya sekelompok tetua Dusun mengadakan pertemuan. Pak Giyo selaku tetua berkata:
"Bagaimana dengan dua kera ini?"
Ada seorang berkata. "Kita bunuh saja. Mereka sudah merusak kebun kita. Nanti kalau dilepas kera ini akan merusak lagi."
"Ah, jangan berkata begitu dulu. Jangan bilang membunuh. Saya sudah meminta masukan masyarakat bahwa sebelum dua kera ini datang, ada satu kera besar yang berseliweran di kebun. Tidakkah dia yang merusak atau memakan buah-buahan kita."
"Kalau begitu, kita coba ambil kera ini satu. Ikat kakinya. Kalau dia melawan berarti dia nakal." Kata Pak Darto.
Akhirnya Pak Giyo mengambil tali dan mendekati kera tersebut, lalu berkata.
"E kera. Walau kamu binatang, tapi ada juga yang mengerti. Sekarang kamu akan saya ikat. Jangan melawan." Kata Pak Giyo.
Kera Salam diambil duluan. Ia sadar kalau melawan akan mati juga. Akhirnya dia diam. Diikat kakinya ia diam. Tetua desa keheranan. Tumben melihat kera yang polos. Demikian juga ketika Salim gantinya diikat. Dia diam saja.
"Nah, lihat Bapak-Bapak. Kera ini jinak. Rupanya ia bukan kera disini dan juga bukan kera yang nakal. Mungkin dia hanya mencari makan disini."
Karena tindakannya yang polos, penduduk desa menjadi kasihan. Akhirnya ada yang memberikan pisang.
"Ayo makan. Bisa dimakan."