Mohon tunggu...
Nyoman Payuyasa
Nyoman Payuyasa Mohon Tunggu... Editor - penulis

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Memanggil Air

11 Oktober 2022   14:07 Diperbarui: 11 Oktober 2022   14:24 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Air Memanggil" dalam Festival Seni Bali Jani 2022

Oleh I Nyoman Payuyasa

Bali katanya potongan surga yang kebetulan jatuh di bumi. Banyak yang terkagum dengan keindahan Pulau Bali yang memang sengaja diciptakan Tuhan. Jika Singapura, Malaysia, Amerika, dan hampir semua negara maju memiliki daya tarik pariwisata buatan manusia, seperti patung, gedung, menara yang menjulang tinggi, tidak demikian dengan Indonesia, khususnya Bali. Bali dikenal dan terkenal karena panorama yang apa adanya. Hutan, gunung, sawah, lautan, pesisir, batuan, tanaman, dan semuanya yang memang begitu tersaji semestinya, tetapi indahnya bukan kepalang. Kerap masyarakat mengabaikannya sebab keindahan ini diwariskan, diberikan lalu seolah-olah dilupakan, tidak disyukuri, dan jauh dari praktik pemeliharaan.

Seniman-seniman besar yang lahir, hidup di Bali pun mengakui bahwa sumber inspirasi dari alam Bali seperti tidak pernah habis. Namun, kekhawatiran akan eksploitasi alam Bali yang tanpa ampun pun sering mengkhawatirkan seniman dan masyarakat Bali. Dari karyanya, seniman, penulis, pekerja lainnya sering menyinggung bahwa Bali jangan dipaksa menjadi Eropa atau Jakarta yang metropolis. Tanah Bali jangan dipaksa menjadi bangunan atau tumpukan beton semata. Alam Bali harus dipelihara agar semesta tetap memberikan restu seniman berkarya. Salah satu sumber inspirasi seniman besar berkarya adalah air. Tentang gemericik air bisa menjadi lantunan puisi. Tentang rintik air hujan bisa jadi cerpen tentang kenangan mantan. Tentang ombak yang saling bersahutan bisa jadi lirik dalam lagu. Tentang air suci bernama tirta bisa jadi guratan dalam lukisan. Tentang pemangku yang mencipratkan air suci bisa jadi seni fotografi yang mumpuni. Bahkan tentang air bah, banjir, juga air yang tidak terpelihara bisa jadi sumber inspirasi dalam teater dan pementasan. Segalanya tentang air di Bali bisa menjadi karya besar dan alat edukasi untuk mencintai sumber air ini.

Tradisi seni rupa Bali juga menyiratkan bahwa air sebagai sumber peradaban dalam karya-karya perupanya. Bahkan perupa Bali telah sejak zaman dahulu mewariskan karya-karya yang memberikan penghargaan dan penghormatan secara emosional terhadap air. Lukisan dari tetua penglingsir Bali yang menekankan penghormatan terhadap air dapat ditemukan dalam lukisan klasik Wayang Kamasan dari Kabupaten Klungkung, Bali. Dalam gaya lukis Wayang Kamasan memberikan suatu pencerahan dan penghormatan terhadap air yang disebut hulu. Bagaimana air demikian disucikan dalam sebuah lukisan. Dalam Wayang Kamasan bahkan sudah memiliki pakem tertentu, karena pesan nilai dari air itu sebagai suatu konvensi yang disepakati masyarakat secara kolektif. Selain itu, dalam lukisan tradisional Gaya Ubud dengan judul Nawa Segara karya I Dewa Nyoman Leper juga menjadi contoh lukisan yang mengangkat penghormatan terhadap air. Inilah bukti peradaban yang bukan hanya batas kata-kata. Lukisan seniman besar Bali tentang air telah bertutur lebih banyak tentang pesan agar manusia, khususnya insan di Bali tidak semena-mena menggunakan air apalagi sampai mengeksploitasi tanpa ampun. Bagaimana manusia mengendalikan diri dalam proses pemanfaaatan air dengan bijak adalah jalan terbaik yang bisa ditempuh. Bisa dibayangkan jika tidak ada lagi sumber air bersih di Bali, maka kehidupan akan lumpuh total.

Kemudian dalam seni rupa modern, penelusuran terhadap makna-makna air, kerap dipertontonkan. Air di Bali menjadi sumber inspirasi pelukis kenamaan Bali. Contoh seni rupa modern yang mengangkat perihal air dapat dijumpai dalam lukisan gaya kontemporer berjudul The Ultimate Sail karya I Wayan Kun Adnyana, lukisan berjudul Cosmic Energy Flow karya I Wayan Karja dan masih banyak lainnya.

Hingga di Festival Seni Bali Jani 2022 karya dengan sumber inspirasi "Jaladhara Sasmita Danu Kerthi, Air Sebagai Sumber Peradaban' bertebaran melalui pentas puisi, pentas teater, film, tari, novel, dan masih banyak lagi. Sakah satunya pementasan yang berjudul "The Water Soul". Sebuah garapan apik dengan air sebagai sumber inspirasinya yang memadukan gerak, tari, musik, puisi, dan juga edukasi untuk memelihara sumber air. Kecantikan gerak para penari membuat siapa pun terkesima. Begitu pula dengan fisolofi air yang tenang, meneduhkah, menyegarkan, tetapi bisa menjadi murka bila air tak terpelihara.

Hening... bening...

Lahir dari perut pertiwi

Melewati celah tanah, batu dan akar pagi

Memeluk hangat tanah -tanah yang resah

Memberi cinta dengan segala kejujurannya

Hening... bening...

Tak berdaya dan berserah kepada alam

Mengalir dan membasahi dahaga pada jiwa kelana

Lalu bertaut pada titik-titik awan

Dan jatuh menghunjam derasnya gelombang

Kau hidupkan benih dan mimpi kami

Mata air bening.... Hening.....

Tetaplah bening dalam hidup kami.

(kutipan narasi pementasan The Water Soul)

Air dan Festival Seni Bali Jani adalah sebuah pencapaian untuk menyadarkan masyarakat, khususnya di Bali bahwa sumber air di Bali begitu berharga dan harus dijaga kemuliaannya. Bukankah di Bali, air bukan hanya tentang minum, mandi, dan mencuci? Air bagi masyarakat Hindu di Bali adalah kehidupan yang setuntas-tuntasnya. Seorang yang meninggal sekali pun baru bisa dikatakan tuntas upacaranya ketika mendapat air suci sebagai berkat atas "kepulangannya"

Tetaplah hening..tetaplah bening, ada aliran air di tubuh, pikiran, dan jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun