Mohon tunggu...
Novita Sari
Novita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktif di dunia literasi, pergerakan dan pemberdayaan perempuan

@nys.novitasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Penyembah Es Teh

20 November 2019   11:21 Diperbarui: 20 November 2019   11:42 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah apa yang merasuki Sukiman, laki-laki sebatang kara yang tinggal diujung desa ini. Bukan hanya rupa yang semrawut, rumah yang tak terawat, tapi kebiasaannya yang diluar nalar membuat warga desa bergidik. Dialah satu-satunya orang didunia ini yang memilih tuhannya sendiri. Iya dialah laki-laki penyembah es teh! aneh,  tak ada yang tahu sebenarnya mengapa ia melakukan hal konyol diluar nalar itu. Para tetua desa, ustad, filsuf bahkan guru-guru besar pernah menasehatinya namun Sukiman acuh saja. Ia tetap menganggap suci secangkir es teh yang ia taruh diatas meja diruang tengah itu.

Setiap hari sekitar pukul 10.00 Wib ia melakukan pemujaan dengan duduk bersila, sambil menangkupkan kedua tangan didepan mukanya. Sedang es teh yang ia anggap tuhan telah ia sediakan diatas meja pada tengah malam harinya. Prosesi pemujaan itu ia lakukan hingga sore hari saat matahari mulai bergerak meninggalkan bumi.

Selama itu, ia memanjatkan doa-doa sambil sesekali bersujud didepan secangkir es teh yang telah mencair sejak malam. Tidak ada hari-hari khusus yang ia gunakan untuk pemujaan, dalam satu minggu ia bisa melakukan ritual itu hingga tiga sampai empat kali, begitu penuturan seorang warga yang kerap memata-matai Sukiman.

Awalnya, Sukiman adalah pemuda yang ramah. Ia sering membantu ibunya mengambil kayu bakar dihutan, mengumpulkannya di rumah dan dijual pada tetangga yang memerlukan. Sebagai anak semata wayang, Sukiman cukup berbakti. Meski tak pernah mencicipi bangku sekolahan, ia sadar kewajibannya sebagai anak laki-laki untuk membantu ibunya yang telah lama menjanda.

Namun, beberapa hari setelah ibunya meninggal Sukiman perlahan berubah. Ia tak lagi ramah, jika kau menemui nya dijalan ia hanya akan menunduk tanpa sepatah katapun. Orang-orang di kampung juga cukup paham kesedihan Sukiman. Selama hidupnya, ia tak pernah melihat rupa bapaknya sendiri. Ibunya tak pernah memberitahu kenapa bapak Sukiman meninggalkan mereka begitu saja.

***

"Sudahla bang, cukuplah kau lakukan pesugihan itu" bisik istrinya pelan.

"Kau tidak akan mengerti, ini sudah warisan dari bapakku. Kau pikir mencari uang zaman sekarang ini mudah?" jawab suami.

"Tapi bang, apa kau tak kasihan melihat anak kita nanti. Kalau ia lahir dan mengetahui bapaknya melakukan ini, alangkah sedihnya ia bang."

"Diamlah. Anak itu tak akan tahu jika kau tak memberi tahu. Kau jaga saja kandunganmu itu, masuklah ke kamar"

Perempuan itupun melangkahkan kakinya ke kamar dengan bersungut-sungut. Sedih hatinya, ia baru mengetahui laki-laki yang menikahinya bersekutu dengan iblis untuk mendapatkan uang setelah ia hamil tujuh bulan. padahal orang-orang mengenalnya sebagai tukang es teh yang sukses. Sementara lelaki itu terus saja melanjutkan ritualnya setiap malam jumat kliwon, mencuci keris hitam dengan air tujuh sumur dengan bebungaan yang banyak.

Hingga bayi mereka lahir, pada bulan berikutnya. Terlihat jelas kebahagiaan terpancar dari wajah sang istri. Setiap hari ia timang-timang bayi laki-laki sehat itu. Diberikannya makanan dan susu terbaik. Dinyanyikannya lagu-lagu pelipur lara saat hendak menidurkan sang anak. Namun, sang suami datar saja pada bayi mereka.

" Bang, apa kau tak senang dengan kelahiran bayi kita"

" Tidak juga"

"Lalu, kenapa kau tak pernah membelainya barang sekalipun bang"

"Aku tak sudi"

" Apa maksudmu bang, itu anak kita"

"Bukan, itu anak siluman"

"Apa yang kau bicarakan bang"

Lelaki itu ngeloyor keluar, tanpa sepatah katapun. Siang itu langit cerah, tapi mendung di mata Seruni tampak menyembul. Ia menangis, dipeluknya bayi yang sedang tertidur itu. Tak habis pikir ia pada perkataan suaminya. Tangannya meraba sekeliling, tak sengaja ia terpegang kertas dibawah kasur bayinya. Tangisnya terhenti, ia merasa tak pernah meletakkan kertas dibawah kasur bayinya. Apalagi tidak ada orang yang menengoknya setelah melahirkan selama ini.

Maafkan aku dik, aku harus mengatakan ini. Aku tak pernah menidurimu selama ini. Siluman pesugihan itulah, ayah dari bayimu. Aku telah menyerahkanmu padanya sejak kita menikah. Semua ini sesuai perjanjianku saat menerima warisan dari bapak, aku harus menyerahkan istriku pada siluman pesugihan itu. Aku tak pernah benar-benar mencintaimu, hari ini aku akan pergi menemui Lis kekasihku yang telah lama aku tinggalkan. Berbahagialah, semua peralatan pesugihan itu aku wariskan pada bayi itu. Beri saja ia nama Sukiman.

Salam

Bang Ramon

Hujan dimata Seruni mulai menderas. Hari-hari kosong ia lalui dengan prtumbuhan Sukiman yang diluar kemampuan anak-anak biasanya. Ia bisa makan, mandi, berbicara dan berjalan tanpa harus diajarkan oleh Seruni. Sedang Seruni acap kali menghabiskan hari dengan memandangi jendela tanpa sepatah kata. Hingga Sukiman dewasa dan menjadi pemuda yang gagah, tetap saja Seruni menyimpan rahasia ini dalam-dalam.

Ada satu kebiasaan Seruni yang tak pernah dilupakan oleh Sukiman anaknya. Ibunya itu sangat menyukai es teh. Bahkan selama hidupnya, Seruni bisa tidak makan berhari-hari asalkan ada segelas es teh di depan matanya. Inilah yang tak pernah orang lain ketahui, sesungguhnya Sukiman menemui ibunya lewat es teh itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun