Mohon tunggu...
Erny Kusuma
Erny Kusuma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka kuliner dan jalan-jalan, kemudian diurai dalam sebuah artikel.

Penikmat indahnya wisata alam Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Jujur Bunga Hidup yang Indah

30 Mei 2018   23:46 Diperbarui: 31 Mei 2018   09:54 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jujur Bunga Hidup yang Indah

Telat bangun. Waktu sahur sudah mepet.  Kurang 10 menit waktu imsyak. Dinda bergegas ke dapur menyusul bundanya.

"Bun, Dinda nggak mau sahur. Sudah imsyak, besok nggak puasa ya?", pinta Dinda pada bundanya.

Bundanya yang tengah mengambilkan nasi dan lauknya mengeryitkan dahi.

"Belum imsyak sayang. Ayo buruan," kata perempuan dengan garis wajah tegas.

Anak semata wayangnya dengan langkah tak semangat menerima uluran piring. Segera dimakan nasi dengan ceplok telur dan tempe goreng. Sesungguhnya dalam hati Dinda tak selera makan. Tiap hari tempe dan telur jadi santapannya.

Dinda seorang anak berumur dua belas tahun. Kelas 5 sekolah dasar. Menyandang predikat anak yatim sejak ayahnya meninggal karena kecelakaan maut. Sebuah truk tronton rem blong menabrak ayahnya yang berada persis di depan tronton. Dan sejak itu Dinda merasa kehidupannya berubah sejak kepergian ayahnya.

Bundanya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ayah Dinda tak pernah mengijinkan istrinya untuk membantu menambah penghasilan. Menurut ayahnya, cukup dia saja yang mencari nafkah sebagai kepala rumah tangga. Ayah dinda berpegang pada prinsip, seorang istri bertugas menjaga anak dan pekerjaan rumah tangga.

Saat kepergian ayah Dinda yang mendadak membuat bundanya limbung. Sesaat seperti tak percaya bahwa suami yang dikasihinya pergi secepat itu tanpa ada pesan apapun. Itulah takdir dan bunda Dinda menyadari sepenuhnya.

"Din hayo diminum teh manisnya biar hangat. Sebentar lagi imsyak lho," pinta wanita separo baya. Dinda merasa perempuan didepannya ini agak berubah. Sejak ayahnya meninggalkan mereka berdua, wajah bundanya tak segar lagi. Demi kelangsungan hidup mereka, bundanya menerima  jasa mencuci dan setrika dari tetangga. 

" Bun, 2 hari lagi Dinda harus lunas bayar SPP lho", Dinda mendekati bundanya. Menatap wanita yang tampak tak berseri seperti saat ayahnya masih hidup. Lalu disampaikan, kalau terakhir masuk sekolah jumat dan sabtu pengambilan raport kenaikan kelas.

"Insya Allah ada rejeki bunda, Nduk. Nanti bunda langsung bayarkan ke sekolahmu", ujar wanita itu. 

Waktu merambat subuh dan mereka bergegas melaksanakan sholat subuh berjamaah.                                                               

                                 ********

Suatu saat suami bunda pernah bercerita tentang suasana tempat kerjanya. Katanya di toko juragannya ada cctv terpasang disetiap sudut. Menurutnya, cctv itu mahal harganya dan tak dibutuhkan di toko. Asal semua karyawannya jujur dan disiplin. Jujur dalam arti tidak neko-neko, tidak mengambil yang bukan haknya. Kalau semua jujur suasana kerja jadi adem.

Meski tak berpunya yang penting jujur. Demikian suami mengajarkan tentang hidup jujur. Meski keadaan mepet,  insya allah ada yang membantu. Kata-kata suaminya selalu terngiang-ngiang dan sampai sekarang tetap menjadi penuntun hidupnya.

Tapi siang ini Bunda Dinda galau tingkat dewa. SPP Dinda harus dibayarkan besok. Upah buruh setrika tidak cukup untuk membayar SPP yang nunggak 3 bulan. Bunda pasrah dan segera menyetrika baju tetangga barunya.

Saat menyetrika celana kerja terasa di bagian saku ada sesuatu yang mengganjalnya. Ternyata uang lembaran seratus ribu 2 lembar.

"Ya Allah uang 200rb," jeritnya tertahan. Hatinya berkecamuk. Inikah rejekinya untuk membayat SPP Dinda? Ada bisikan, pakai saja uang itu untuk bayar SPP. Disisi lain hatinya berbisik, jangan diambil itu bukan hakmu. Kembalikan saja.

Hati bunda galau. Tiba-tiba teringat pesan suaminya, kalau hidup itu harus jujur. Jujur itu membuat hidup jadi tenang. Bergetar tangan Bunda dan segera dia selesaikan tugasnya. Kemudian mengantar baju yang sudah disetrika sekalian mengembalikan uang yang terselip di saku.

Bergegas Bunda ke rumah tetangga baru. Mengantar baju dan mengembalikan uamg yang terselip. Disodorkannya bungkusan baju yang terlipat rapi. Tak lupa dikembalikan  2 lembar uang ratusan itu. 

Rupanya si tetangga baru terkesan dengan kejujuran Bunda.

" Ini bu uang untuk ongkos setrika. Ambil semuanya", kata tetangga baru sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu.

Bunda tercengang sampai tak bisa berkata-kata. Segera dia pamit pulang dengan hati penuh riang setelah mengucapkan terima kasih.

Dalam hati Bunda percaya, kejujuran telah mendekatkan rejeki halal untuknya. Allah telah memberikan rejeki melalui uang yang terselip. Dengan kejujuran, uang kembali padanya sebagai uang jasa buruh dan kelebihannya sebagai shodaqoh tetangga baru padanya. 

Ramadhan bersinar pada kejujuran hatinya. Terbayang Dinda bahagia bisa menerima raport karena SPP terlunasi dari buah kejujurannya. "Terima kasih ya Allah", ucapnya penuh syukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun