Kata kleptomania ini masih terdengar asing di masyarakat awam, sedangkan dalam praktiknya seringkali dapat kita jumpai.
Misalnya berita tentang tertangkapnya seorang anak kecil yang mencuri sebatang coklat di sebuah pusat perbelanjaan, setelah diusut ternyata anak yang mencuri itu hanya ingin mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang di lingkungannya.
Terkadang bila ditilik dari perekonomian orangtuanya, mungkin untuk membeli selusin batang coklat sekaliguspun pun ia mampu. Dan kriminalitas yang kerap terjadi di sekolah adalah adanya seorang anak sekolah yang senantiasa membongkar tas teman sekelasnya demi mengambil sesuatu dan uangnya pun selalu dipergunakan untuk jajan di kantin.
Menurut artikata.com Kleptomania adalah kelainan jiwa berupa keinginan hendak mencuri yang tidak dapat ditahan-tahan (compulsive theft) sekalipun barang curian itu tidak berharga atau tidak berguna sama sekali.Â
Sedangkan bila hasil yang dicuri digunakan untuk memenuhi kebutuhan disebut sebagai tindak kriminal murni atau kata lain dari pencuri biasa.
Ada kejadian menarik tentang kleptomania ini semasa saya masih kanak-kanak. Saya yang terkenal supel karena memiliki banyak teman, baik teman di sekolah maupun teman sepermainan di rumah. Keceriaan kami sedikit terusik tatkala, hampir semua teman sepermainan saya mengeluh bahwa benda kesayangannya telah hilang.
Yah, ini bukan sekali dua kejadian serupa terjadi. Bermacam-macam benda yang hilang, mulai dari dompet kecil, pensil, boneka, jam tangan sampai ada yang kehilangan satu benda yang agak pribadi lainnya yaitu (maaf) celana dalam baru dipakai satu kali. Tentu hal ini sangat mengganggu kualitas pertemanan kami bukan.
Sayapun mengingat-ingat, ternyata sebulan yang lalu Sayapun pernah kehilangan sejumlah aksesoris rambut yang dibelikan ibu. Saya anggap hal itu biasa dan saya tidak menggubrisnya, karena pada saat itu, Saya berpikir pasti terselip di suatu tempat.Â
Karena ruangan di rumah orangtua Saya terbilang lumayan banyak. Dan sayapun memiliki saudara perempuan lainnya, mungkin juga salah satu dari mereka ada yang meminjamnya.Â
Kami bertujuh adalah teman bermain yang sangat akrab. Kamipun secara bergantian bermain di rumah teman sepermainan. Akan tetapi ada dua teman kami yang tidak mau mengajak kami berlima main ke rumahnya. Mereka berdua bukan bersaudara tapi memiliki alasan yang sama-sama menolak kehadiran kami dirumahnya.Â
Sebut saja Ziah (bukan nama samaran), beralasan karena rumahnya belum dibersihkan alias kotor dan lucu lagi temanku satunya Tuti (juga nama samaran) hanya memperkenankan kami bermain di depan pagar rumahnya saja. Karena pada masa kanak-kanak itu masa yang indah, semua alasan kedua teman tadi masih terasa asyik-asyik saja. Tapi suatu hari tanpa disengaja,Â
Saya melihat Tuti yang baru pulang dari sekolah dan saya berpapasan dengannya. Sekolah kami berjauhan tapi secara kebetulan saja kami bertemu di mulut gang dan kamipun jalan pulang bersama menuju ke rumah masing-masing.Â
Saya lihat Tuti memakai jam tangan milik seorang teman yang lain, saya kenal persis itu jam tangan milik Dilla yang juga teman sepermainan, karena ia selalu memakainya setiap bermain bersama.Â
Saya berusaha bertanya dengan Tuti dimana ia mendapatkan jam tangan itu. Dan Tutipun jelas berbohong, ia menjelaskan jam tangan itu baru dibelinya di pasar. Padahal setahu saya, Dilla yang empunya jam tangan, menbeli jam tangan itu ketika ia liburan di negara Singapura. Kebetulan Dilla anak orang berada. Jadi jam itu asli dan ada sertifikatnya.Â
Duh, gimana ini, kok bisa ya si Tuti tega mengambil jam tangan Dilla yang merupakan teman sepermainan. Saya hanya bertindak sampai disitu, dan anehnya ketika kami main bersama di sore harinya Tuti tidak memakai jam tangan yang saya lihat tadi siang, Saya sedikit curiga ada yang tidak beres dengan Tuti. Saya sampaikan hal ini dengan hati-hati dan saya minta Dilla untuk menangkap tangan sendiri Tuti yang bertangan jahil.Â
Saya arahkan Dilla, jam tangan itu biasa dipakai Tuti sewaktu sekolah. O iya Saya lupa kami bertujuh tidak ada yang teman sekelas, murni hanya teman sepermainan di rumah. Seperti biasa kami bermain bersama, dan Ziah ternyata sedang demam.Â
Tanpa pikir panjang lagi kami langsung menuju ke rumah Ziah untuk menjenguknya. Kami lihat rumah Ziah tidak seperti yang digambarkan Ziah yang selalu kotor, ternyata rumahnya tertata rapi dan bersih sama seperti keadaan di rumah kami masing-masing. Oya Tuti tidak ikut bermain, apa dia malu ya setelah tertangkap tangan oleh Dilla sahabatnya sendiri.Â
Kami disuruh mama Ziah untuk langsung menjenguk Ziah di kamarnya. Kamar Ziah lumayan besar dan tertata rapi, ada sebuah lemari jati antik yang panjangnya sekitar 2 meter dengan tinggi satu meter. Karena kami berlima yang terbilang masih kecil rata-rata pecicilan tidak bisa anteng. Jadilah kamar Ziah jadi museum untuk sementara waktu.
Saya lihat muka Ziah terlihat pucat karena demam itu mungkin. Saya lebih tertarik dengan meja antik yang tidak seharusnya ditaruh di kamar anak seusia kami, terlampau mahal kesannya dan berkesan tua sekali kamarnya. Ketika saya mendekat ke lemari pendek yang antik itu,betapa terperanjatnya saya, Saya melihat aksesoris rambutku yang raib sebulan yang lalu ada di atas lemari itu dan tersusun rapi seperti tidak pernah dipakai.Â
Dan benda-benda teman saya yang lainnya dan masih banyak benda lain, kemungkinan besar itu milik orang lain lagi selain kami berlima. Saya berbisik ke teman yang lainnya, untuk melihat koleksi di atas meja antik itu, mungkin saja ada benda mereka disitu.Â
Kami pun bersegera pamit pulang. Di sepanjang perjalanan pulang kami berbagi cerita masing-masing. Dan keempat teman mengatakan benda kesayangan mereka yang hilang itu memang ada di atas lemari antik itu.
Sekelumit pengalaman saya diwaktu kecil ini mungkin juga pernah dialami oleh anda bukan?
Pernah memiliki teman yang panjang tangan seperti Ziah dan Tuti ini, membuat saya lebih berhati-hati mengajak teman masuk ke dalam rumah terlebih masuk ke area yang sifatnya pribadi.
Berkaitan dengan tulisan saya di atas, saya pun mengutip sebuah artikel yang ditulis oleh Nungky Gabriel yang merupakan seorang ahli psikologi, Kleptomania merupakan suatu gangguan psychis (gangguan kejiwaan) yang disebabkan oleh pengalaman dan perilaku masa kecil yang mendalam dan banyak faktor yang membuat kebiasaan itu semakin tumbuh berkembang.Â
Gangguan kejiwaan semacam ini bukan karena khayalan atau halusinasi, sehingga pengidap kleptomania juga bisa didiagnosa dan diobservasi dari kebiasaan dan kelakuan yang mereka lakukan ketika melihat barang atau sesuatu yang dimiliki orang.Â
Mereka melakukan pencurian kecil-kecilan bukan karena cemburu atau benci terhadap orang yang mempunyai barang tertentu tetapi hanya karena ada dorongan dari otaknya untuk melakukan pengambilan barang itu yang menjadi semacam tantangan untuk membuktikan pada dirinya bahwa dia bisa melakukan itu tanpa diketahui oleh orang yang punya.Â
Siapa saja orang yang mengidap kleptomania adalah orang yang tidak bisa mengontrol dirinya untuk menahan keinginan mengambil sesuatu milik orang (melakukan pencurian).Â
Mereka yang mengidap kleptomania tidak mencuri barang-barang yang mahal saja tetapi barang-barang kecil juga di mana barang itu tidak berguna untuk dirinya sendiri. Maka dari itu, kita bisa membedakan antara pencuri biasa (kejahatan yang di sengaja atau kriminal murni) dan pengidap kleptomania.Â
Dari kutipan artikel Nungky Gabriel di atas, jelas kedua temanku ini ada dalam klasifikasi yang berbeda, dimana Tuti termasuk pencuri biasa yang memang membutuhkan benda yang dicurinya.
Sedangkan Ziah termasuk dalam golongan kleptomania, dimana Ziah mengambil benda-benda dari kami yang jelas-jelas tidak dibutuhkannya. Akhir kata kesimpulan dalam tulisan saya kali ini, tetaplah selektif dalam pertemanan, karena anda pasti tidak rela kan benda-benda kesayangan anda berpindah tangan. Salam Sukses.
*Nama dalam ulasan hanya pemanis dan fiksi belaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H