Mohon tunggu...
nydiayul lembong
nydiayul lembong Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa ilmu sejarah di universitas Airlangga

saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada berbagai bidang, antara lain ialah : fashion, wisata, politik, seni dan budaya serta sejarah

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku The Comfort Women: Historical, Political, Legal, and Moral Perspectives

21 November 2022   16:50 Diperbarui: 21 November 2022   16:53 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bab ini dijelaskan tentang asal usul dari Comfort Station yang dibentuk pada saat perang dunia ke 2 serta pandangan sosial terhadap pembentukan dari Comfort Station itu sendiri. Menurut berbagai pihak adanya fasilitas prostitusi di era perang dunia ke II tidak memiliki hubungan langsung dengan pemerkosaan. Adanya area -- area penyedia prostitusi menjadikan pelecehan seksual di masa perang menjadi hal yang sangat umum dan wajar. Adanya pemikiran bahwa laki -- laki adalah penguasa juga menjadi latar belakang dari banyaknya tempat protitusi tersebut. Mereka menganggap bahwa perang memberikan para pria latar belakang psikologis yang sempurna untuk melampiaskan penghinaan mereka terhadap wanita.

Chapter 3

RESPONSIBILITY AND POSTWAR REPARATIONS

Adanya penandatanganan The San Fransisco Peace Treaty membuat Jepang memenuhi tanggung jawab hukumnya sehubungan dengan kompensasi, reparasi, dan hak individu untuk mengajukan tuntutan terhadap pihak Jepang. Namun pada tanggal 29 September 1972, Jepang secara sepihak membatalkan perjanjian ini ketika menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat China (RRC). Pembatalan perjanjian ini mengakibatkan tidak adanya pertanggung jawaban pemerintah Jepang terhadap para korban dan masalah ini pun tidak dapat diselesaikan. Dalam bab ini terjadi perdebatan yang terus berlanjut dan belum terselesaikan, Jepang tidak menunjukkan tanggung jawab resmi nya untuk sistem Jugun Ianfu, termasuk sejauh mana kriminalitas harus di akui dan hukuman di terapkan.

Chapter 4

THE ASIAN WOMEN'S FUND AND JAPAN'S MORAL RESPONSIBILITIES

Seperti yang sudah dibahas pada bab -- bab sebelumnya dimana Jugun Ianfu menjadi salah satu masalah sosial dan politik di negara Jepang yang pembahasannya di mulai sejak tahun 1990, pembahasan ini menimbulkan munculnya demokrasi di Korea Selatan, berakhirnya perang dingin, serta kesadaran terhadap hak asasi manusia, pembahasan mengenai Jugun Ianfu juga mengubah situasi politik di Jepang. Adanya tuntutan dari berbagai wanita korban Jugun Ianfu menyebabkan Jepang mendapatkan kecaman moral dari berbagai Negara dan Lembaga Dunia, hal ini kemudian mendorong Jepang dalam membuat Asian Women Fund yang dipertujukan untuk memberikan kompensasi kepada para korban Jugun Ianfu. Pembuatan Asian Women Fund ini mendapatkan berbagai perhatian dari publik, dimana banyak masyarakat umum yang membandingkan Asian Women Fund dengan The Foundation of Remembrance, Responsibility, Future milik Jerman. Masyarakat dunia menganggap bahwa Jepang terlalu lamban dalam menangani dan memberikan kompensasi yang sesuai kepada para korban Jugun Ianfu. Berbanding terbalik dengan Jerman yang dengan sigap memberikan tanggung jawab nya kepada para korban kekejaman Nazi melalui Remembrance, Responsibility, Future Foundation.

Chapter 5

A PARADIGM SHIFT ON THE ISSUE OF SEXUAL VIOLENCE

Bab ini membahas tentang gerakan dan upaya -- upaya dalam meminimalisir prostitusi dengan mengangkat hak asasi para wanita. Dalam The World Conference On Human Rights, yang dilaksanakan di Vienna pada tahun 1993 oleh United Nations (UN), konferensi ini berfokus pada pembahasan mengenai Hak Asasi Wanita dan Perlindungan Wanita Terhadap Kejahatan Seksual. Namun Konferensi ini menuai banyak kritik dari berbagai pihak, kritik ini bermunculan karna konferensi ini gagal dalam mencapai kesepakatan secara umum dan dianggap kurang adil karna tidak mengangkat isu -- isu dan konflik yang terjadi di Negara Bosnia dan Herzegovina. Bab ini berfokus pada perjuangan para kaum feminisme yang menuntut hak dari para wanita untuk mendapatkan keadilan dan pertanggung jawaban dari peristiwa kelam yang terjadi pada wanita di zaman perang.

Chapter 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun