Mohon tunggu...
gahpraja
gahpraja Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Penulis muda cerpen dan karya sastra lainnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biografi Lilin

16 Oktober 2023   07:37 Diperbarui: 16 Oktober 2023   08:28 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asap membumbung tinggi, kobaran merah melayang-layang terhembus angin mengitari atapnya. Terdengar bunyi reruntuhan, kebakaran itu dengan cepat melanda. Pemilik warung menjerit, ia langsung turun dari angkutan umum untuk memanggil-manggil warga sekitar. Sekiranya ia lupa mematikan kompor ketika selesai memasak untuk bekal yang akan ia bawa menuju gereja nanti.

Gunawan menjatuhkan lilin-lilinnya, tak disadari bulir-bulir air matanya meleleh pelan. Di tengah kerumunan yang huru-hara, Gunawan membeku. Terlempar dalam masa lalunya yang kelam. Ia memejamkan mata.

***

13 Mei 1998, Ruminah mengajak sahabatnya itu untuk membeli baju pengajian yang akan mereka pakai saat acara maulidan yang akan segera disenggelarakan sebulan lagi. Lemari-lemari mereka yang kumal, berdebu, kedua orang itu memilih untuk membeli pakaian baru serempak. Sering dikira orang-orang sekitarnya calon pasutri, namun mereka berdua berhasil mematahkan stigma jika persahabatan antar lawan jenis selalu berujung pada cinta. Mereka telah berteman dari lama, bahkan ketika mereka di dalam kandungan sebab orang tuanya pun bersahabat.

Gunawan kecil merengek pada ibunya minta dibelikan celana, baju dan peci untuk mengaji. Ruminah yang melihat hal tersebut lantas melakukan hal yang sama.

"Warnanya putih ya, ma, buat ngaji sama ustad Uung," kata Gunawan yang disambung Ruminah. Ibu kedua anak itu tersenyum, saling berhadap-hadapan, melihat tingkah anaknya yang persis layaknya lahir kembar.

Ibu kedua anak itu memutuskan untuk bergegas bersama-sama ke Pasar Klender ketika situasi di sejumlah tempat di Jakarta lengang, kerusuhan mulai terjadi di sejumlah tempat dan banyak toko-toko tutup. Sepi. Namun, untung saja mereka mendapatkan pakaian yang diharapkan anak-anaknya ketika pulang.

"Horee!" teriak Gunawan melompat-lompat girang, Ruminah lalu mencoba-coba pakaian barunya di depan cermin. Bergaya bak putri kerajaan arab seperti yang ia lihat di koran-koran milik ayahnya. "Cantik sekali," puji Ruminah pada dirinya yang tengah bersolek.

"Ini mau kita pakai pas kapan? Apa cuman dipakai waktu maulidan doang?" tanya Gunawan yang seakan memberikan tanda pada Ruminah untuk memamerkan ke teman-temannya yang lain. Ruminah berbisik, mereka akan melaksanakan aksinya di pengajian petang esok.

Sore sepulang mengaji, mereka berdua meminta agar celana dan baju putihnya tidak dicuci. "Jangan dicuci ya ma besok sore mau dipake lagi, baru sekali dipake masih wangi," kata Gunawan yang tersenyum membayangkan betapa asyiknya tadi ia bermain bersama Ruminah dengan pakaian yang sama. Bangga.

Disimpannya baju dan celana putih milik Gunawan di dalam laci plastik berwarna biru yang hanya dipakainya sekali seumur hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun