Mohon tunggu...
NURUL WULANDARI PUTRI
NURUL WULANDARI PUTRI Mohon Tunggu... -

Megister Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia (UII)

Selanjutnya

Tutup

Money

Penyaluran Zakat Produktif dengan Sistem Piutang

29 Oktober 2017   19:26 Diperbarui: 29 Oktober 2017   19:54 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Permasalahan tentang perekonomian merupakan permasalahan yang sudah menjadi hal yang mutlak dan itu sudah mengakar di setiap negara. Permasalahan tentang perekonomian yang menimbulkan berbagai dampak seperti kemiskinan dan kebodohan yang sudah menjadi masalah universal umat manusia, walaupun tingkatnya berbeda- beda. Dari dampak tersebut dapat melahirkan keterbelakangan, kesenjangan sosisal, keterpurukan, kriminalitas dan lain sebagainya. Dan itulah masalah kompleks yang saat ini terjadi dinegara kita.  

Penunaian zakat merupakan salah satu solusi yang dapat mengurangi atas permasalahan yang ada dan dapat membangun sinergi sosial yang dapat diterapkan pada konteks kehidupan modern. Misalnya orang yang memiliki banyak harta dapat menyalurkan hartanya melalui badan amil zakat untuk dikelola dan disalurkan kepada pihak yang membutuhkan dalam berbagai bentuk.

Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Sehigga zakat yang diberikan kepada mustahiq akan berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila digunakan pada kegiatan produktif.

2. PEMBAHASAN

  • PENGERTIAN ZAKAT PRODUKTIF

Definisi zakat produktif akan menjadi lebih mudah dipahami jika diartikan berdasarkan suku kata yang membentuknya. Zakat adalah  isim masdar dari kata zaka-yazku-zakah.Oleh karena kata dasar zakat adalah  zakayang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik, dan bertambah.[1]Secara terminologi zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan kepada penerimanya dengan syarat-syarat tertentu.[2]Sedangkan kata produktif adalah berasal dari bahasa Inggris yaitu "productive" yang berarti menghasilkan atau memberikan banyak hasil.[3] Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian produktif merupakan kata yang disifati oleh kata zakat. Sehingga yang dimaksud zakat produktif adalah pengelolaan dan penyaluran dana zakat yang bersifat produktif, yang mempunyai efek jangka panjang bagi para penerima zakat.

Lebih tegasnya zakat produktif disini adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan syara'. Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu dengan cara terus menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya.[4]

Al-Qur'an, al- Hadist dan Ijma' tidak menyebutkan secara tegas tentang cara pemberian zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan tidak ada dalil naqli dan sharih yang mengatur tentang bagaimana pemberian zakat itu kepada mustahiq. Ayat 60 surat At-Taubah, oleh sebagian ulama dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat tersebut hanya menyebutkan pos-pos di mana zakat harus diberikan. Dan tidak menyebutkan cara pemberian zakat kepada para mustahiq tersebut.

Zakat merupakan sarana, bukan tujuan karenanya dalam penerapan rumusan-rumusan tentang zakat harus ma'qulatul ma'na,ia termasuk bidang fiqh yang dalam penerapannya harus dipertimbangkan kondisi dan situasi serta senafas dengan tuntukan dan perkembangan zaman. Dengan demikian berarti bahwa teknik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis dapat disesuaikan dengan kebutuhan disuatu tempat. Dalam artian perubahan dan perbedaan dalam pembagian zakat tidaklah dilarang dalam islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut.[5]

 PENDAPAT ULAMA TENTANG ZAKAT PRODUKTIF

  Dari beberapa literature, zakat mempunyai arti suci, berkembang, berkah, tumbuh, bersih dan baik.Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bersifat ibadah dan sosial, yang kewajibannya sering digandengkan dengan kewajiban shalat. Namun Zakat secara syariah terdapat beberapa definisi zakat yang dikemukakan oleh ulama mazhab, diantaranya adalah sebagai berikut:

Pendayagunaan zakat untuk kebutuhan konsumtif dan kebutuhan usaha produktif, saat ini hampir dilakukan oleh seluruh lembaga pengelolaan zakat. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahik. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi, sebagai berikut:[6]

 Bersifat konsumtif tradisional yaitu proses dimana pembagian langsung kepada para mustahiq.

Landasan awal pengelolaan zakat produktif ini adalah bagaimana dana zakat tidak habis dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi lebih bermakna karena digunakan untuk melancarkan usahanya. Dalam penyaluran zakat produktif, ketrampilan khusus mustahiq merupakan faktor yang penting disamping ada faktor yang paling penting yaitu kejujuran. Orang yang memiliki ketrampilan khusus ataupun mempunyai bakat berdagang, berhak mendapatkan bagian dari zakat yang ada, agar ia mampu menjalankan profesinya. Diharapkan pada akhirnya, ia mampu mendapatkan penghasilan tetap yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Bahkan mencukupi kebutuhan keluarganya dengan teratur dan untuk selamanya.

 TUJUAN ZAKAT PRODUKTIF

Tidak dapat dipungkiri bahwa zakat adalah adalah sebagai salah satu tambahan pemasukan baru. Hal ini akan menyebabkan adanya peningkatan pada permintaan terhadap barang. Sedangkan pada sektor produksi akan menyebabkan bertambahnya produktivitas, sehingga perusahaan-perusahaan yang telah ada semakin bergerak maju, bahkan memunculkan berdirinya perusahaan-perusahaan baru untuk menghadapi permintaan tersebut. Di lain pihak, modal yang masuk ke perusahaan tersebut semakin bertambah banyak. Setiap suatu barang sangat penting dan merupakan kebutuhan yang mendasar, setiap itu pula permintaan tidak akan berubah. Hal inilah yang menyebabkan terus-menerusnya produktivitas perusahaan dan terjaminnya modal-modal yang diinvestasikan.[7]

Dalam fatwa dapat menjawab pertanyaan yang sering bermunculan di tengah-tengah masyarakat terkait pemanfaatan zakat. Salah satunya ialah penggunaan dana zakat di sektor produktif. Sesuai dengan fatwa MUI, dana zakat yang diberikan kepada fakir miskin dapat bersifat produktif. Di bagian fatwa lainnya, salah satu bentuk zakat produktif itu ialah yang diinvestasikan. Hukum menginvestasikan dana zakat diperbolehkan dengan beberapa catatan. Syaratnya, investasi dana zakat disalurkan pada usaha yang dihalalkan syariat dan peraturan yang berlaku, usaha itu di yakini memberi keuntungan berdasarkan studi kelaikan, pembinaan dan pengawasan oleh pihak berkompeten termasuk lembaga yang mengelola dana investasi itu. Juga tidak terdapat fakir miskin yang kelaparan dan memerlukan biaya serta tak bisa ditunda saat zakat diinvestasikan.[8]

 

[1] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia,(Malang: UIN-Malang Press, 2008), cet.1, h. 13

[2]Ibid.,h. 16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun