Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kami Berkumpul Kembali di Cirebon

13 Oktober 2015   19:19 Diperbarui: 13 Oktober 2015   19:40 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami pertama bertemu enam tahun yang lalu untuk traveling jelajah Jawa Timur dengan tujuan wisata Bromo, rafting di Pekalen, Pulau Sempu, dan Songgoriti Malang, sejak itu kami jadi kumpulan sahabat tidak terpisahkan, walaupun kami terbagi dari beberapa kota, Surabaya, Jakarta, Bandung, Serang, Jogjakarta. Dari pertemuan itu menjadi menggurita, satu sama lain bertambah jumlahnya, ada yang karena pernikahan, juga mengajak teman yang lain.

Reuni kami biasanya karena memang ada rencana traveling bareng atau ada diantara kita yang memasuki gerbang pernikahan. Setelah pernikahan saya dan suami tahun kemarin, tahun ini salahsatu sahabat saya menikah yang bertempat di Cirebon. Kamipun berencana bereuni sekalian ke undangan pernikahan sahabat dan tidak lupa untuk jelajah wisata serta kuliner di Cirebon.

kita dan beberapa sahabat berangkat dari Jakarta, perjalanan Jakarta – Cirebon kurang lebih menghabiskan 3 jam, tol CIPALI ( Cikampek Palimanan) cukup membuat jarak Jakarta – Cirebon lebih singkat, walaupun kita harus mengorbankan pemandangan pinggi-pinggir kota seperti daerah Cikopo, Indramayu, Jatibarang, Majalengka. Beberapa pembangunan jalan tol di Pulau Jawa membuat menurunnya gairah ekonomi disepanjang jalan protokol, karena banyak dari kami yang memilih kecepatan waktu. Kami hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberi rejeki yang lebih melimpah dari periuk yang lain.

Sampai Cirebon hari sudah cukup malam, kami berkumpul di hotel untuk melepas kangen, perut yang mulai memanggil untuk diisi asupan. Selagi bertravel ria kami pasti mencari kuliner khas daerah yang dikunjungi, untuk makan malam pertama di Cirebon kami pilih nasi Jamblang Mang Dul Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo No. 4, nasi jamblang adalah nasi yang dibungkus daun jati dengan menu pelengkap kita bebas memilih, diantaranya sayur tahu kecap, cumi hitam, daging semur, telur balado, paru, tempe dan tahu goreng tidak lupa sambalnya yang unik yaitu irisan cabe merah besar, sambal yang pedasnya tidak mengigit ini cukup menolong bagi kaum yang tidak suka pedas cadas. Kami makan sambil berceloteh ria soal perjalanan dari kota masing-masing, tukar informasi yang selama ini hanya didapat dari percakapan dunia maya. Setelah makan malam selesai kami bersiap untuk pulang kehotel, saya dan suami memilih naik becak, di Cirebon becak merupakan alat transportasi yang mudah ditemui, ditiap perempatan dan didepan hotel serta penginapan para abang becak siap mengantar penumpangnya ke tempat yang dituju dengan jarak tertentu.

Malam itu kita menikmati Cirebon diatas becak, becak dengan jok penumpang agak lebih kecil dibanding becak yang didaerah Bandung, becak di Cirebon lebih mirip becak di Jogja. Angin semilir berhembus, Cirebon merupakan daerah yang bersingguhan langsung dengan pantai utara, disini pula terdapat ‘Pelabuhan Cirebon’ yang merupakan gerbang ekonomi Jawa Barat. Menurut sejarah Pelabuhan Cirebon dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda, bisa dilihat dari bangunan-bangunan yang unik nan cantik disekitar pelabuhan.

Sampai hotel masing-masing memilih untuk istirahat, karena besok sepertinya sepanjang hari akan dihabiskan untuk acara nikahan dan keliling kota. Saya dan suami memilih guest house yang didapat dari pencarian melalui dunia maya. Oleh karena itu dengan Smartfren 4G LTE Advanced semuanya jadi mudah,untuk informasi lengkap bisa buka www.smartfren.com/4g, mencari penginapan sesuai budget yang kita punya, mencari tempat makan, mencari tempat wisata yang kita tuju, bahkan jalan yang harus kita lalui, segala kebutuhan bisa dipenuhi dengan memainkan jari.

Guest house yang cukup asri dengan beberapa ornamen berwarna oranye, warna kegemaran saya, pilihan kamar standard bertempat tidur king size, televisi layar datar dengan saluran berbayar, pemanas air,air mineral 2 botol sedang, teh celup, kopi dalam kemasan,juga kamar mandinya menyediakan air panas dan dingin lengkap dengan handuknya, harga 250K permalam cukup memuaskan. Lokasi tidak jauh dari pusat kota. Saat pagi datang petugas hotel menghubungi kami bahwa sarapan siap diantar ke kamar, ketika sarapan datang dengan menu nasi putih, tempe, tahu, ayam goreng, sambal, lalapan serta sayur asem, dengan rasa yang juara, menu tersebut adalah kegemaran kita berdua. Mandi sudah, perut sudah terisi, dandan sudah, kita bersiap menghadiri pernikahan sahabat yang bertempat di Masjid RayaAt-Taqwa Cirebon, lokasinya tidak begitu jauh daru guest house, kita putuskan kembali untuk naik becak ke tempat acara.

Masjid Raya At-Taqwa Cirebon termasuk masjid tua di Cirebon yang dulu bernama Tajug Agung, dibangun tahun 1918. Sekarang masjid ini sudah di renovasi menjadi bangunan megah, dengan menara yang akan kelihatan sangat cantik pada malam hari karena sorot lampu,ruangan yang luas dan banyak ventilasi menjadikan sejuk saat kami didalam. Masjid bisa menjadi destinasi wisata juga, selain untuk beribadah, kita bisa menikmati suasana alun-alun kota Cirebon yang berada didepannya, juga terdapat kantin dengan beberapa pilihan menu, menurut teman yang sempat ke kantin katanya dikantin tersebut ada kopi yang di giling ditempat, kita tinggal milih mau kasar atau lembut dan kelezatan kopinya tidak kalah dengan kedai-kedai kopi modern. Sayang saya tidak sempat mencicipi karena sibuk dengan menu kondangan.

Setengah hari dihabiskan di acara nikahan sahabat, kini waktunya kembali ke hotel lalu ganti kostum dan siap menjelajah tempat wisata lainnya. Setelah ganti kostum ala turis kami putuskan untuk menjelajah sekitar Keraton Kasepuhan dimulai dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa masjid ini dibangun oleh Sunan Gunung Jati dengan arsitek Sunan Kalijaga, yang terdapat sumur sebagai sumber air buat wudhu para wali dan pengikutnya. Ruang dalamnya saat kita masuk lewat pintu kecil, menandakan kita harus menunduk dan hormat. Bangunan yang keren, pasak-pasak yang kokoh, jejeran mic untuk tujuh muadzin yang hanya dikumandangkan saat adzan sholat jumat, kubah masih asli, ada dua kerangka besi, ini mengingatkan akan Masjid Gedhe Keraton Jogja, yang biasanya tempat raja sholat, begitupun di masjid ini, yang depan untuk sultan dari Kasepuhan, yang belakang untuk sultan dari Kanoman. Tradisi strata terlihat dari sini. Pintu untuk masuk masjid bangun asli ada sembilan pintu untuk sebagai tanda sembilan wali, juga diluar masjid ada tiang penyangga atau pilar yang terbuat dari potongan-potongan kayu yang diikat oleh besi, konon katanya ini dibuat oleh Sunan Kalijaga. Setelah berkeliling, berfoto dan sempat melihat pilar masjid dari potongan kayu yang diikat katanya itu buatan Sunan Kalijaga. Wisata sejarah dilanjutkan ke Keraton Kasepuhan Cirebon yang jaraknya hanya 100 meter.

[caption caption="Kereta Singa Barong"]

[/caption]

Masuk ke area keraton sudah menggunakan tiket modern yaitu yang berbarcode, ada sensornya, masuk satu persatu lewat pintu yang akan terbuka apabila tiket ditempelkan dibantu petugas jaga, seperti kita naik bussway. Sang pemandu wisata keraton sudah siap, seorang bapak, dengan beskap lengkap, warna batik dasar hitam dengan goresan hijau. Dimulai dari gerbang, diterangkan fungsi masing-masing tempat dan makna yang tersirat juga tersurat. Melongok kedalam keraton untuk kebersihan lumayan terjaga, tapi digerbang keraton sungainya kotor, sedikit berbau, serta sampah bertebaran, memang susah dibawa hidup bersih, padahal tempat ibadah yang sangat menjunjung kebersihan tidak jauh dari tempat tersebut.

Sayang seribu sayang, setiap ruangan yang kita masuki selalu ada kotak sumbangan untuk kebersihan dan dijaga pula, yang selalu mengeluarkan kalimat “sumbangan Pak, Bu, buat kebersihan” itu dikatakan berkali-kali mengganggu pemandu wisata menerangkan sejarah dan juga mengganggu kenyamanan para turis, harusnya ini sudah termasuk dalam biaya tiket dan juga pemeliharaan cagar budaya yang dibiayai pemerintah baik dari APBN maupun APBD. Semoga nanti setelah tulisan ini terbit bisa dibaca oleh para pemegang kepentingan. Hal-hal kecil kadang mengganggu kenyamanan pengunjung, mengesankan mereka mengemis untuk biaya kebersihan.

Bapak pemandu wisata yang lupa ditanya namanya siapa, luar biasa pengetahuannya, selain memang karena pekerjaannya sebagai pemandu yang dituntut hafal sejarahnya keraton kasepuhan beserta pengiring dan tautan dengan yang lain serta silsilah dari zaman dahulu kal tapi dari gerak tubuh, tutur kata, bahasa tubuh bapak ini punya kelebihan lain, membuat kita yang mendengarkan sangat nyaman, tidak membosankan dan ingin terus bertanya ini itu, dari pertanyaan masuk akal sampai pertanyaan aneh bin ajaib.

Setiap sudut punya makna, setiap tempat punya kegunaan masing-masing. Kereta kencana yang umurnya sudah tua dengan nama ‘Kereta Singa Barong’ sudah berteknologi modern kala itu yaitu memiliki power sterring, shockbreaker, suspensi, menjadikan jalannya bisa belok 90 derajat layaknya mobil. Harusnya kita mampu mengembangkan teknologi tersebut tidak tergantung produk impor.

Ada museum senjata, ,museum gamelan, replika kereta kencana, sumur keramat, ruang singasana yang hanya bisa dilihat dengan cara diintip karena dibuka pada perayaan tertentu. Kalau soal kebersihan lumayan, perawatan bangunan terlihat cukup terawat dan baru mendapat kucuran dana dari pemerintah, semoga digunakan untuk hal yang bermanfaat.

Dibanyak tempat sekarang banyak disediakan wifi gratis, baik di penginapan, tempat makan, bahkan tempat ibadah, tapi karena kuota terbatas dan harus berebut dengan yang lain, dengan hadirnya Smartfren 4G LTE Advanced semuanya jadi mudah,untuk informasi lengkap bisa buka www.smartfren.com/4g, kita bisa bebas mengakses serta jauh lebih cepat.

Senja sudah datang, pengajian menjelang adzan magrib sudah terdengar, tepat didepan langgar keraton adzan berkumandang, perpisahan dengan bapak pemandu berlangsung didepan gerbang, sampai ketemu lagi bapak, semoga semakin banyak ilmu yang ditelurkan dan bermanfaat, semakin bangga akan kekayaan budaya negeri ini. Tujuan berikutnya kawasan wisata batik khas cirebon atau dikenal dengan Kampung Batik Trusmi.

Menuju Kampung Batik Trusmi perjalanan yang sedikit melewati perbatasan kota mengarah ke wilayah Kabupaten Cirebon, tepatnya daerah Plered, menurut informasi pertokoan sudah tutup sekitar pukul 5 dan 6. Nofa dan Hanita adalah butik batik yang dianjurkan rekan kerja saya dulu. Waktu yang sudah menunjukan pukul tujuh yang tersisa buka pusat grosir batik Trusmi, kamipun turun dan mulai cuci mata. Trusmi sendiri berasal dari nama Ki Gede Trusmi yaitu pengikut Sunan Gunung Jati yang mengajarkan seni membatik seraya menyebarkan islam. Kini di daerah Trusmi berjejer puluhan bahkan ratusan toko batik, ini mengingatkan kita akan Kampung Batik Laweyan di Solo.

ada harga ada rupa, ada harga ada rasa, kualitas memang ditunjukkan oleh harga , saat mata bersiborok dengan barang keren, jari tangan meraba halus, dan angka yang tertera lumayan membelakan mata, lumayan mahal. Batik Cirebon selain termasuk batik pesisir juga batik keraton karena ada dua Keraton di Cirebon yaitu Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Banyak jenis dari Batik Cirebon ini tapi yang lebih dikenal batik dengan nama Megamendung. Batiknya keren-keren sampai susah memilih.

Selain pusat grosir batik, disini terdapat pula oleh-oleh khas Cirebon, saya lihat ada kue gapit, kue khas Cirebon, seperti simping di daerah Purwakarta tapi ini bentiknya lebih kecil dan agak tebal, rasanya asin dan wangi dari taburan daun kucai serta kencur, beli lalu dimakan bersama-sama. Tiba-tiba teman menghampiri, katanya ada rujak kangkung didepannya minimarket sebelah pusat grosir, saya penasaran karena kangen sama makanan satu ini, ternyata sudah habis rujak kangkungnya, hanya tersisa gerobak kosong dan ceceran sisa kangkung. Rujak kankung termasuk makanan khas Cirebon juga, kangkung yang telah direbus di siram bumbu rujak yang ada petisnya, pokoknya nikmat. Walaupun hanya bisa menjelajah satu toko, cukup untuk berkunjung ke Trusmi, lain kali pilih waktu yang agak longgar, biar bisa sekalian ke Makamnya Ki Gede Trusmi.

Saatnya makan malam telah tiba, kami berencana cari tempat makan dalam perjalanan pulang ke hotel, di putuskan untuk makan di Empal Gentong Trucuk, yang lokasinya lumayan dekat ke hotel. Sampai ditempat, parkirnya penuh, jadi dapat yang agak jauh dan sampai di meja makan menu yang tersisa hanya empal gentong, empal asemnya sudah habis, sate sapi yang maknyus tersisa 17 tusuk. Biasanya yang dipikiran kita empal itu seperti gepuk kata orang sunda, kalau di cirebon punya cita rasa berbeda, empal gentong termasuk pada keluarga makanan berkuah, kuah kuning yang rempahnya lumayan menggugah selera, potongan bawang ganda atau daun kucai yang menjadi rasa yang merubah suasana mulut, soal daging atau isi kuah ada beberapa pilihan, boleh daging saja, boleh jeroan saja atau campur. Kerupuk kulit bisa jadi penyempurna rasa. Perut sudah terisi, badan mulai menggeliat karena pegal menyerang, saatnya istirahat. Besok akan diteruskan dengan wisata yang lainnya sambil pulang menuju kota masing-masing.

[caption caption="Empal Gentong Trucuk"]

[/caption]

Bangun pagi agak sedikit malas-malasan karena liburan akan segera berakhir, esoknya rutinitas sudah menunggu, tapi waktu harus dimanfaatkan seefektif mungkin. Petugas guest house kembali menghubungi untuk diantar sarapan, kali ini sarapan dengan menu nasi putih, bakwan jagung, ayam suwir, sop dan kerupuk, menu yang menggugah selera untuk pagi ini, setelah cek out kita menuju tempat berkumpul, kita putuskan untuk antar rombongan Surabaya ke stasiun dulu, rombongan Bandung sudah terlebih dahulu pulang tadi malam. Rombongan dengan jumlah 18 orang satu persatu kembali ke kotanya masing-masing.

Rombongan Surabaya akan bertolak dari Stasiun Cirebon, sarana transportasi kereta api semakin menjadi pilihan oleh banyak wisatawan, selain dengan kemudahan membeli tiket yang bisa dibeli secara online, apalagi dengan menggunakan Smartfren 4G LTE Advanced, untuk informasi lengkap bisa buka www.smartfren.com/4g. Dahulu kereta api terkenal dengan terlambat dan kotornya apalagi toiletnya, penumpang yang bertumpuk bahkan sampai ke atap gerbong, sekarang mengalami perubahan berarti, kereta yang bersih disetiap sudut, datang dan pergi tepat waktu, serta tiket harus sesuai nama di kartu identitas, tidak ada lagi penumpang berdiri.

[caption caption="di Stasiun Cirebon kami berpisah"]

[/caption]

Setelah mengantar rombongan Surabaya, lalu makan siang dengan tempat yang sama pada hari pertama yaitu Nasi Jamblang Mang Dul, untuk mengejar cumi hitam karena malam itu kehabisan dan siang itupun kami bernasib sama. Lalu perjalanan menuju pusat oleh-oleh Cirebon di pasar kanoman, mengejar tahu gejrot depan Toko Shinta, mangga gedong gincu dan JeNiPer. Tidak tahu mengapa sedikit kurang rejeki, tahu gejrot sudah habis, harus nunggu 1 jam untuk kembali hadir, walaupun kemarin saat dikondangan ada menu tahu gejrot tapi ini untuk oleh-oleh, JeNiPer alias sirup Jeruk Nipis Peras tidak ada dipusatnya, kata yang empunya toko, jeruk nipisnya susah karena musim kering, jeruk enggan berbuah, tapi disalahsatu toko masih ada JeNiPer siap minum, lumayanlah mengobati kangen. Mangga gedong gincu beli yang dipinggir jalan, di seorang ibu-ibu tua. Oleh-oleh sudah terkumpul walaupun hanya beberapa. Ke Jakarta kami akan kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun