Materi 1 : Rismawati.S.Sos.,MA
Review materi pertama yaitu mengenai Metode - metode yang digunakan dalam Antropologi Agama yaitu metode historis, metode deskriptif, metode empirik, dan metode normatif.Â
Keempat metode ini saling berkaitan dan yang sering digunakan yaitu metode historis, karena metode ini tentang sejarah masa lalu yang pernah terjadi.Â
Materi 2 : Yulianti Bakari,S.Sos.,MA
Adapun review bacaan mengenai " Agama Kapitayan " Â Setelah saya menyimak vidio tersebut berisikan pemahaman tentang Agama Pertama kali di Nusantara Agama ini sudah ada sejak zaman dahulu saman Mezolitik, Paleolitik dan era megalit, yaitu agama Kapitayan. Agama Kapitayan Ini dianut oleh penghuni pulau Jawa berkulit hitam, mereka menyebutnya agama nenek moyang.
Adapun arti dari Kapitayan, secara etimologi Kapitayan berasal dari kata Tak terbayangkan Tak telihat
 dalam bahasa Sunda Tidak ada (trada (Teu aya) Dapat disimpulkan bahwa, Taya adalah sesuatu yang tidak dapat dipikirkan atau dibayangkan atau tidak dapat dilihat oleh panca tetra manusia.
Orang-orang penganut Agama kapitayan memanggil Tuhan dengan sebutan "Sanghyang Taya, yang merujuk pada entitas yang tak terbayangkan atau tidak terlihat karena bersifat Mana Ghaib sama seperti Allah SWT.
Sanghyang Taya bersifat dan mempribadi dalam nama (Tu (To) bersifat sebagai safat tunggal menjali 2 sepat yaitu:
-sifat kebaikan, Tu-Han Sanghyang Wenang
- Sifat keburukan, Han - Tu Sang Manikmaya Media untuk sembahyang, Para penganut Kapitayan menggunakan batu, pohon. mato air de, sebagai perwujudan dari sang Maha tinggi (Tuhan)
Kapitayan membutuhkan sarana yang bisa dilihat supaya bisa lebih menghayati didalam menyembah Sanghyang Taya. Kapitayan tak termasuk dinamisme animisme
animisme. Mereka sangat menyeleksi ajaran - ajaran yang masuk di daerah mereka, tidak menerima ajaran yang memuja Tuhan yang terlihat seperti avaran Hindu Wisnu.Â
Materi 3 : Muh. Zaenuddin Badollahi, M.Si
Adapun Jurnal mengenai Assongka Bala : Interpretasi Sistem Nilai Dalam Penanganan Wabah Penyakit di Masyarakat Bugis-Makassar yang ditulis oleh  Syamsul Rijal, Syamsidar, dan Muh. Zaenuddin Badollahi
Isi Review :
Dalam menangani wabah penyakit yang diderita masyarakat Bugis-Makassar mereka melakukan ritual Assongka Bala. Assongka Bala sebagai warisan nenek moyang mereka yang patut dijaga dan dilestarikan serta menjaga hubungan manusia dengan lingkungan dan manusia dengan alam gaib. Mereka percaya bahwa ritual Assongka Bala dapat menangkal
penyakit, bencana alam, pembawa rejeki penyederhanaan urusan, memeberikan keselamatan, umur panjang, dan menyuburkan tanah.
Ritual Assongka Bala dipimpin oleh pemangku adat dengan tata cara yang diatur oleh norma dan nilai seperti pembakaran sabut kelapa, daun sirih, dan daun larna yang diyakini dapat menghalau membunuh bakteri dan virus penyebab penyakit
Kearifan lokal masyarakat Bugis-Makassar dimana sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian petani padi dan kebun. Petani dilarang memakai pestisida sehingga padi dan sayuran yang dihasilkan bebas dari racun yang dapat menimbulkan penyakit. Dan mereka melakukan ritual Assongka Bala untuk penyuburan tanah juga.
Dalam ritual Assongka Bala mengintregasi sihir, agama, dan sains. Sehingga terbentuklah suatu pengobatan yang saling melengkapi walaupun melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan memakai dupa yang agak melenceng dari aturan agama Islam yang dianut oleh mereka akan tetapi mereka tetap percaya dan berdoa kepada Allah SWT untuk meminta pertolongan penyembuhan.
Ritual Assongka Bala diwujudkan dalam bentuk persembahan dan doa kepada Yang Maha Kuasa. Masyarakat Bugis-Makassar dalam praktek kehidupannya berkaitan dengan sosial, budaya dan penanganan wabah penyakit.
Kepercayaan terhadap ritual Assongka Bala menjadi nilai-nilai tradisional yang mempenegaruhi pengetahuan mereka tentang penangangan wabah dan juga mempengaruhi kesehatan, yaitu system perilaku secara umum terbagi menjadi dua macam yaitu dilingkungan keluarga maupun lingkungan sosial
Demikian review yang saya buat kiranya berguna bagi pembaca, terimakasihh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H