Mohon tunggu...
Nvitaa
Nvitaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Pembelajaran Antropologi Agama, Untad

19 Desember 2023   14:04 Diperbarui: 19 Desember 2023   14:07 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Materi 1 : Rismawati.S.Sos.,MA

Review materi pertama yaitu mengenai Metode - metode yang digunakan dalam Antropologi Agama yaitu metode historis, metode deskriptif, metode empirik, dan metode normatif. 

Keempat metode ini saling berkaitan dan yang sering digunakan yaitu metode historis, karena metode ini tentang sejarah masa lalu yang pernah terjadi. 

Materi 2 : Yulianti Bakari,S.Sos.,MA

Adapun review bacaan mengenai " Agama Kapitayan "  Setelah saya menyimak vidio tersebut berisikan pemahaman tentang Agama Pertama kali di Nusantara Agama ini sudah ada sejak zaman dahulu saman Mezolitik, Paleolitik dan era megalit, yaitu agama Kapitayan. Agama Kapitayan Ini dianut oleh penghuni pulau Jawa berkulit hitam, mereka menyebutnya agama nenek moyang.

Adapun arti dari Kapitayan, secara etimologi Kapitayan berasal dari kata Tak terbayangkan Tak telihat

 dalam bahasa Sunda Tidak ada (trada (Teu aya) Dapat disimpulkan bahwa, Taya adalah sesuatu yang tidak dapat dipikirkan atau dibayangkan atau tidak dapat dilihat oleh panca tetra manusia.

Orang-orang penganut Agama kapitayan memanggil Tuhan dengan sebutan "Sanghyang Taya, yang merujuk pada entitas yang tak terbayangkan atau tidak terlihat karena bersifat Mana Ghaib sama seperti Allah SWT.

Sanghyang Taya bersifat dan mempribadi dalam nama (Tu (To) bersifat sebagai safat tunggal menjali 2 sepat yaitu:

-sifat kebaikan, Tu-Han Sanghyang Wenang

- Sifat keburukan, Han - Tu Sang Manikmaya Media untuk sembahyang, Para penganut Kapitayan menggunakan batu, pohon. mato air de, sebagai perwujudan dari sang Maha tinggi (Tuhan)

Kapitayan membutuhkan sarana yang bisa dilihat supaya bisa lebih menghayati didalam menyembah Sanghyang Taya. Kapitayan tak termasuk dinamisme animisme

animisme. Mereka sangat menyeleksi ajaran - ajaran yang masuk di daerah mereka, tidak menerima ajaran yang memuja Tuhan yang terlihat seperti avaran Hindu Wisnu. 

Materi 3 : Muh. Zaenuddin Badollahi, M.Si

Adapun Jurnal mengenai Assongka Bala : Interpretasi Sistem Nilai Dalam Penanganan Wabah Penyakit di Masyarakat Bugis-Makassar yang ditulis oleh  Syamsul Rijal, Syamsidar, dan Muh. Zaenuddin Badollahi

Isi Review :

Dalam menangani wabah penyakit yang diderita masyarakat Bugis-Makassar mereka melakukan ritual Assongka Bala. Assongka Bala sebagai warisan nenek moyang mereka yang patut dijaga dan dilestarikan serta menjaga hubungan manusia dengan lingkungan dan manusia dengan alam gaib. Mereka percaya bahwa ritual Assongka Bala dapat menangkal

penyakit, bencana alam, pembawa rejeki penyederhanaan urusan, memeberikan keselamatan, umur panjang, dan menyuburkan tanah.

Ritual Assongka Bala dipimpin oleh pemangku adat dengan tata cara yang diatur oleh norma dan nilai seperti pembakaran sabut kelapa, daun sirih, dan daun larna yang diyakini dapat menghalau membunuh bakteri dan virus penyebab penyakit

Kearifan lokal masyarakat Bugis-Makassar dimana sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian petani padi dan kebun. Petani dilarang memakai pestisida sehingga padi dan sayuran yang dihasilkan bebas dari racun yang dapat menimbulkan penyakit. Dan mereka melakukan ritual Assongka Bala untuk penyuburan tanah juga.

Dalam ritual Assongka Bala mengintregasi sihir, agama, dan sains. Sehingga terbentuklah suatu pengobatan yang saling melengkapi walaupun melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan memakai dupa yang agak melenceng dari aturan agama Islam yang dianut oleh mereka akan tetapi mereka tetap percaya dan berdoa kepada Allah SWT untuk meminta pertolongan penyembuhan.

Ritual Assongka Bala diwujudkan dalam bentuk persembahan dan doa kepada Yang Maha Kuasa. Masyarakat Bugis-Makassar dalam praktek kehidupannya berkaitan dengan sosial, budaya dan penanganan wabah penyakit.

Kepercayaan terhadap ritual Assongka Bala menjadi nilai-nilai tradisional yang mempenegaruhi pengetahuan mereka tentang penangangan wabah dan juga mempengaruhi kesehatan, yaitu system perilaku secara umum terbagi menjadi dua macam yaitu dilingkungan keluarga maupun lingkungan sosial

Demikian review yang saya buat kiranya berguna bagi pembaca, terimakasihh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun