Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biasa.

hamba Alloh yang berusaha hidup untuk mendapatkan ridhoNya. . T: @nuzululpunya | IG: @nuzulularifin

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Masih Adakah Momen Saling Memaafkan Itu?

5 Juni 2019   22:52 Diperbarui: 5 Juni 2019   23:13 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengawali bulan baik dengan perkataan baik. (dok. pribadi)

Hari ini, bangsa Indonesia merayakan Idul Fitri. Yups, momen yang kini tak sebatas umat Islam saja yang merayakan. Seperti tahun-tahun sebelumnya tentu saja.

Meski sempat terjadi sedikit 'keresahan'. Saat pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) mengumumkan akhir Ramadhan. KSA 'mendahului' Indonesia. Beridulfitri pada Selasa, 4 Juni 2019. Sementara lewat sidang isbath, pemerintah menyatakan bahwa Idul Fitri jatuh pada Rabu, 5 Mei 2019.

Ada salah seorang anggota grup WA kami yang nyeletuk, "Gakpapa lah. Mereka (KSA) kan tidak merayakan lebaran. Jadi, gak perlu menyiapkan opor ayam."

Lalu beragam komentar bermunculan. Mulai dari yang pro sampai yang kontra. Tentang bagaimana umat Islam menyikapiperbedaan tersebut. Tentang dalil yang manakah seharusnya yang diikuti.

Pun saat saya berdiskusi dengan isteri saya. Kebetulan untuk ilmu perbintangan (falakh). Dia memang jagonya. Semenjak zaman kuliah di IAIN (sekarang UIN). 

Intinya, perbedaan itu ternyata harus dikelola. Kalau dikelola dengan baik. Hasilnya bisa baik. Demikian juga sebaliknya.

Kebetulan juga pas nyambung dengan khatib shalat Id pagi ini. Beliau menyampaikan bahwa negara tergantung pemimpinnya. Bila pemimpin bisa mengelola potensi perbedaan itu. Maka hasilnya akan dahsyat. Sebaliknya, bila pemimpin gagal mengelolanya. Maka potensi kerusakan juga akan dahsyat.

Beliau gambarkan tentang kondisi sosial kekinian. Dimana media sosial seolah sudah mengambil alih peran keluarga. Tak terlihat lagi mana anak kecil. Atau mereka yang sudah dewasa.

Norma dan etika seolah tak lagi memiliki sekat. Sopan-santun seolah tinggal wacana. Sumpah-serapah, hujatan, dan ujaran kebencian seolah sudah biasa. Sangat memprihatinkan.

Kecepatan interaksi di medos. Seringkali melibihi kecepatan untuk berpikir. Pun saat bulan Ramadhan sedang berlangsung. Yang seharusnya ramah menjadi marah. Yang seharusnya mendamaikan malah memecah.

Inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita semua. Bagaimana kita mengoreksi diri kita sendiri. Keluarga, lingkungan, serta masyarakat di sekitar kita. Sudahkah kita memberi andil dalam bermedsos yang baik?

Bergandengantangan merayakan kemenangan. (dok. pribadi)
Bergandengantangan merayakan kemenangan. (dok. pribadi)

Momen Idul Fitri sebenarnya bisa menjadi titik balik. Mengawali komitmen untuk bermedsos yang baik. Menjadikan medsos sebagai media pembelajaran. Bukan menjadi media 'penghajaran'. Yang terkadang seringkali kita tak menyadari. 

Momen Idul Fitri bukan sekedar formalitas. Menuliskan kata-kata permafaan. Sedetik kemudian kembali kita menjadi 'monster'. Menyindir, memaki, dan menghujat kepada siapa saja. Yang tak sependapat dengan kita. Ironi literasi.

Tentu kita menginginkan hal seperti itu bukan? Ingatlah! Dunia ini hanyalah sementara. Akhiratlah pemilik jiwa kita selamanya. Apa yang kita tanam. Itulah yang kita tuai.

Bila kita bisa berbisik. Mengapa harus teriak. Bila kita saling baku rangkul. Mengapa harus baku pukul? Bila kita bisa mendamaikan. Mengapa harus menceraikan? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun