***
Berhari-hari dering suara mesin penyemprot nyamuk menyusuri got, kanal, sekolah dasar, dalam rumah warga, halaman mesjid hingga kampung sebelah. Asap membumbung tinggi hingga kelangit-langit, seperti setinggi-tingginya harapan rusli menapaki karir sebagai perwakilan rakyat daerah.Â
Semua orang membuat desas-desus, rusli jadi perbincangan di sore hari hingga malam tiba. Foto nya dengan senyum penuh harapan, berpeci, kumis tipis beserta nomor urut terpasang di pintu-pintu rumah warga antero kampung.Â
Pemilihan semakin dekat, rusli pun semakin hangat diperbincangkan. Pada suatu malam, disebuah warung dekat kanal besar bisikan Haji soes kepada sekelompok orang yang menikmati kopi bahwa rusli dibantu ayahnya memakai uang khas mesjid untuk membeli mesin penyemprot nyamuk itu.
***
Kekalahan dlm pemilu rakyat itu menekan psikis rusli. Dia menutup diri berhari-hari bahkan berbulan-bulan, tertawa jika menatap orang-orang lewat depan rumahnya. Hamparan bintang dan angin malam jadi pelindung tubuhnya yang kurus kerempeng.Â
Malam tiba, banyak menghabiskan waktu dibawah pohon mangga dekat masjid atau menatap air kanal berjam-jam. Orang-orang menjauhi dan memvonis rusli sudah gila. Dia digotong ke rumah sakit jiwa tapi dalam hatinya ingin berontak...-Moral ku tak sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H