Mohon tunggu...
Nuzul Mboma
Nuzul Mboma Mohon Tunggu... Peternak - Warna warni kehidupan

Peternak ayam ketawa & penikmat kopi nigeria.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mesin Penyemprot Nyamuk

12 Juni 2019   04:41 Diperbarui: 12 Juni 2019   05:02 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemuda itu perlahan melangkah tanpa alas kaki, puluhan mata melihat kedua tangan yang terikat diiringi perawat dan ayahnya menuju jeruji RS jiwa. Dia terus berjalan, menunduk, menatap bayang wajahnya seperti yang terpantul bayang wajah polisi moral.

***
Hasil pemilu nanti, di sebuah kampung membuat siapa saja tahu kalau rusli pasti memenangkan pemilu rakyat, penduduk mayoritas beragama muslim dilingkungannya dan dilahirkan dari ayah sang imam mesjid membuatnya semakin yakin jika ini adalah langkah baru menapaki karir di dunia politik. 

Berbulan-bulan menemui warga dari menghadiri pernikahan tetangga, membesuk warga sakit, pengajian mingguan, menyusuri gang kecil diujung kampung hingga mengadakan pertandingan domino untuk warga disekitar hingga kampung-kampung sebelah. Suatu ketika memasuki kemarau panjang penghujung bulan oktober puskesmas dipenuhi anak kecil yang terkena penyakit demam berdarah. 

Puskesmas yang dulunya dibangun diatas tanah wakaf memberi manfaat yang besar bagi warga kampung. Di sela-sela kunjungan sosialisasinya bersama rombongan kecil pendukungnya, berjalan memasuki kamar puskesmas, rusli bertanya kepada suster:

"Bagaimana dengan penyakit DBD ini, kenapa anak kecil terus bertambah sampai tak bisa menampung muatan puskesmas?"

"Musim kemarau panjang pak, jentik nyamuk mudah berkembang biak. Jawab datar suster sembari melirik anak yang kecil yang baru masuk digendong seorang ibu".
Puskesmas ini tak lebih besar dari lapangan sepak takraw.

***
Setelah berdiskusi panjang bersama ayah dan relawan pendukung 3 hari kemudian rusli membeli mesin penyemprot nyamuk.

"Ini kesempatan yang bagus untukmu rusli agar masyarakat melihat kebaikanmu menolong mereka, namamu semakin dikenal orang banyak...menatap mata anaknya yang ragu,ayahnya melanjutkan.. jangan hilangkan kesempatan emas ini".

Adzan magrib berkumandang ayahnya beranjak ke mesjid : "Belilah mesin penyemprot itu besok". Relawan menimpali:

"Ikuti saran ayahmu rus, momen politik ini. Saya optimis ini berpengaruh dengan warga yang akan memberi suaranya untukmu jika mesin itu ada disini".

Setelah membakar rokok kretek, rusli tersenyum : " Ide yang bagus".

***
Berhari-hari dering suara mesin penyemprot nyamuk menyusuri got, kanal, sekolah dasar, dalam rumah warga, halaman mesjid hingga kampung sebelah. Asap membumbung tinggi hingga kelangit-langit, seperti setinggi-tingginya harapan rusli menapaki karir sebagai perwakilan rakyat daerah. 

Semua orang membuat desas-desus, rusli jadi perbincangan di sore hari hingga malam tiba. Foto nya dengan senyum penuh harapan, berpeci, kumis tipis beserta nomor urut terpasang di pintu-pintu rumah warga antero kampung. 

Pemilihan semakin dekat, rusli pun semakin hangat diperbincangkan. Pada suatu malam, disebuah warung dekat kanal besar bisikan Haji soes kepada sekelompok orang yang menikmati kopi bahwa rusli dibantu ayahnya memakai uang khas mesjid untuk membeli mesin penyemprot nyamuk itu.

***
Kekalahan dlm pemilu rakyat itu menekan psikis rusli. Dia menutup diri berhari-hari bahkan berbulan-bulan, tertawa jika menatap orang-orang lewat depan rumahnya. Hamparan bintang dan angin malam jadi pelindung tubuhnya yang kurus kerempeng. 

Malam tiba, banyak menghabiskan waktu dibawah pohon mangga dekat masjid atau menatap air kanal berjam-jam. Orang-orang menjauhi dan memvonis rusli sudah gila. Dia digotong ke rumah sakit jiwa tapi dalam hatinya ingin berontak...-Moral ku tak sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun