Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat untuk Generasi

15 Januari 2023   22:35 Diperbarui: 15 Januari 2023   22:59 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah ini saatnya, satu waktu yang tepat untuk menangis bersama? Bukankan ini adalah masa-masa yang buruk untuk kita, kaum muda. Aku mendengar banyak tangis terpendam di sukma dan di balik senyum manismu. Aku melihat beban bergelimpangan di balik pundak-pundak tua di usiamu yang muda. Aku melihat segaris kerutan yang mengerucut pada tawamu saat hujan turun membasahi kita tadi sore. 

Apalagi yang harus kita tunggu? Bukankah ini waktunya kita membebaskan diri dari mereka? Yaitu mereka yang sering berkata, "inilah waktu terbaik, kalian yang merasakannya!" "kami akan berikan apapun yang kalian mau, asalkan kalian ikuti kata-kata kami!" "kalian bisa mendapatkan apa saja sekarang," "oh, anakku, tolonglah, anakku!" dan segalanya akan ditutup dengan satu kalimat yang menyakitkan, "tidak seperti kami dulu..." 

Oh, aku ingin sekali membungkam mulut-mulut yang berkata seperti itu. 

Tidak seperti kami dulu, ya? Ah, aku sudah muak dengan omong kosong itu. Aku tak peduli seperti apa kalian dulu. Yang aku pedulikan adalah hidupku. Aku merasa tercekik dengan masa lalu kalian itu, apa kalian tidak mendengar suaraku? Bahkan aku tidak melihat satu kepedulian pun di balik kata-katamu, selain sebuah harga diri. Kami yang muda hanyalah pewaris tahta tak bermahkota, yang bahkan hanya kau seoranglah yang melihat itu, apa kau sendiri tidak melihatnya? Bagaimana setiap makanan, pakaian, dan penghargaan yang kau berikan, pada akhinya hanyalah berupa untaian tali yang perlahan mengikat kami di sebuah tiang gantung, kemudian tali itu bergerak dengan naluriahnya dan mencekik kami. 

Kalian memang benar, ini adalah masa-masa paling indah, kami bisa mendapatkan apapun yang kami mau. Tapi, tidakkah kau mengerti bahwa segala sesuatu menjadi sulit ketika kata-kata bijaksanamu yang indah itu mengotori dinding telinga kami. Aku memang seorang paranoid yang nyaris gila, tapi aku bukan android(1) yang berbunyi bip bip bip setiap kali mulutmu berkoar akan sejarah, yang bayi kecilpun memahaminya. 

Mereka juga benar tentang satu hal, bahwa saat sejarah berubah, suasana akan berganti. Tapi, yang tidak mereka lihat dari hal itu adalah, segala hal akan berubah saat satu sejarah telah tercipta. Begitupun dengan kata-kata. "hidup bukanlah tentang perlombaan, tapi perkembangan..." kata mereka, aku sepakat dengan itu, tapi perlahan, aku mulai menyadari, dengan mata menyipit aku melihat dengan pasti, di balik kata-kata sopan nan menggunggah itu, terdapat ular berbisa yang siap menyengatku kapan saja. 

Aku memahami bahwa masa lalu yang suram dan berwajah muram itu terlalu sulit untuk kalian jalani, dan yang kalian sebut awan mendung itu terus membasahi tubuh-tubuh yang kini menjadi sudah menjadi tua dan renta. Namun, saat sekarang yang penuh dengan matahari pagi, kalian terkesiap, terkesima, dan mungkin kejang-kejang, menyadari bahwa musim hujan yang panjang itu telah berakhir menjadi sebuah angin segar di musim semi, dan tentunya ini adalah sebuah masa yang menyenangkan. Oh, benar sekali, sayangku, ini adalah masa yang paling menyenangkan untuk kita semua. Demokrasi menjadikan tanah-tanah ini menjadi asri, tak ada lagi orang-orang mati di pinggir jalan karena harapannya pupus ditelan keadaan. 

Sebuah masa yang indah. namun sayangnya, aku tak lagi melihat itu sekarang. Aku hanya berharap, bahwa masa ini akan berganti menjadi satu masa di mana kami, generasi muda, menjadi tua, dan meneggakkan prinsip kami sendiri dengan tangan-tangan kami, untuk masa depan yang kami percayai, sebagai sesuatu yang lebih indah dari ini. Roda akan selalu bekerja seperti itu, begitupun dengan apa yang terjadi pada kalian saat ini. 

Tapi, akankah kita bisa bekerja sama? Satu hal yang pasti, kita sama-sama menginginkan angin ini bertiup menuju timur, di mana masa depan yang indah tengah bersemedi di atas batu sucinya. Tak bisakah kita berjalan bahu-membahu ke arah sana? Sudah berapa banyak generasi kami yang menderita penyakit jiwa hanya karena tuntutan yang semestinya hidup berjalan bukan atas dasar tekanan seperti itu. Aku sudah mendengar banyak sekali makian dan kata-kata manis, namun menyelekit kepada kami. 

Mungkin kalian telah menganggap bahwa kami adalah kaum-kaum dengan daya juang yang rendah. Kami lemah, rentan sakit, dan penyakitan, segala sesuatu yang instan adalah tujuan kami. Dan pernahkah kau bertanya kenapa? Kenapa kami selalu enggan makan bersama di meja makanmu, kenapa kami senang berteriak di jalan-jalan saat orang-orang sudah tidur di pembaringannya? atau kenapa kami senang memberikan musik-musik keras untuk telinga kami? Atau mungkin kenapa kami enggan membuka mulut kami? kenapa kami lebih senang menghabiskan waktu di balik kamar seorang diri? Atau bermain di luar rumah saat kau merasa kami punya rumah untuk beristirahat? Pernah kau bertanya itu pada kami? Itu karena kalian tidak mau mendengar suara kami. Oh, kami pada kenyataannya adalah kaum-kaum pembohong, kami senang berbohong. "aku baik-baik saja," "oh, baju ini bagus sekali," "oh terima kasih, anda sangat baik," Oh, oh, oh, dan ada banyak sekali oh yang lain-lain untuk kalian ketahui. 

Pernah kau mengetahui kebenarannya seperti apa? Setidaknya secuil rasa penasaran itu rasanya sudah cukup untuk kami. Tapi, kau tak pernah punya itu di dalam sanubari. 

Mungkin untuk memberitahunya adalah dengan mengatakan, bahwa kami sudah hidup di rumah kaca ini cukup lama. Tak ada manusia yang suka apabila kebebasannya dibatasi, oleh sebab itu ada banyak pergerakan pembebasan diri di negeri ini, begitupun dengan apa yang ingin kami lakukan sekarang. Kami memberontak! Berontak untuk kebebasan kami! Berontak untuk masa depan kami! Namun kau masih tak mengerti, bahwa kami memberontak bukan karena darah di dalam kami mendidih oleh kebencian, tapi rasa cinta. Cinta yang bukan untuk kalian, cinta yang bukan untuk masa depan yang kalian agung-agungkan, bukan cinta akan masa lalu yang kalian bilang menyedihkan, tapi ini tentang sebuah cinta untuk diri kami sendiri, karena sesuatu yang kalian bilang cinta itu bukanlah cinta bagi kami, melainkan tali yang lain yang siap untuk mencekik kami di tiang gantung. 

Aku ingin kalian membuka mata, lihatlah sekelilingmu, masa sudah berganti. Begitupun seharusnya dengan kata-kata dan cara didikmu yang menyedihkan itu. Bukankah ini semua sudah menyiksa kita berdua cukup lama? Aku tak peduli apabila kata-kataku ini akan kau sumpah serapahi, lakukanlah segala yang kau suka, tapi aku berbicara tentang kebenaran. Betapa kami banyak bermimpi suatu saat akan membesarkan seorang anak yang terbang bebas, dan ketika kami berkata rumah, yang kami maksud adalah kasih sayang. Kita berdua terjebak dalam paranoid ini bertahun-tahun, bukankah begitu? Kalian takut kami gagal, kami takut tidak menjadi sesuatu seperti yang kalian mau. Sesuatu yang kalian mau, tidakkah kami itu menyedihkan, telah hidup bukan untuk diri kami sendiri. 

Aku yakin akan datang kebebasan yang kami maksudkan, saat anak-anak kecil benar-benar akan menjadi anak kecil, bukan boneka dengan tali-tali, yang disiksa dengan kehalusan dan cerita sedih yang lain. 

Aku inginkan kebebasan itu! Dan aku kan berkata kepada anak-anakku bahwa, ada banyak impian di dunia ini, untukmu, tentukanlah sendiri! Apa yang akan kau lakukan kepada hidupmu, aku kan bantu sebisaku. Dan ketika hal buruk menimpamu, kau bisa pulang dan menangis kepadaku. Aku berjanji akan memberikan satu pelukan yang kau rindukan dariku. Kau adalah anakku tersayang, aku tak peduli sehebat apa teman-temanmu itu, karena kaulah anakku, darah dagingku sendiri, hanya itu yang kupedulikan, dan kau jangan merasa rendah diri dengan itu. Setiap orang memiliki keahliannya masing-masing. Aku hanya ingin kau menjalani kehidupan yang kau senangi, sehingga kau bisa mempertanggung jawabkannya untuk dirimu sendiri. Dan saat kau bertanya padaku tentang kakek nenekmu, aku kan berkata, mereka sudah berjuang dengan baik, dan mereka sudah mendidik ayahmu ini dengan baik dan penuh kasih sayang, dan aku ingin kamu merasakan juga kasih sayang itu. 

Iya, kami adalah anak-anakmu yang senang berbohong, kami adalah generasi pembohong. Kau heran kenapa kami suka sesuatu yang instan? Karena kalian selalu melihat kami dari hasil, bukan dari usaha yang telah kami kerjakan. Dan saat kami pulang dari hari yang melelahkan itu, saat orang-orang dan teman tak mau mendengarkan kesedihan kami, kami hanya bisa bersembunyi di kamar atau warung kosong, dan melewatkan makan malam bersama, sehingga kami bisa memendamnya seorang diri. Karena kami sudah muak mendengar masa lalumu yang menyedihkan itu. Kami sudah cukup mendengarnya. 

Bisakah kalian yang mendengarkan kami sekarang? 

"Kami adalah putra putri kerinduan kehidupan terhadap diri kami sendiri. Kau boleh memberi kami cintamu, tetapi bukan pikiranmu. Kau bisa memelihara tubuh kami, tapi bukan jiwa kami. Sebab, jiwa kami tinggal di rumah masa depan, yang takkan bisa kau datangi, bahkan dalam mimpimu. Kehidupan tidak berjalan mundur, tidak pula tinggal bersama hari kemarin. Kau adalah busur yang meluncurkan anak-anakmu sebagai panah hidup. Pemanah lebih mengetahui sasaran di jalan yang tak terhingga, dan Ia melengkungkanmu sekuat tenaga-Nya, agar anak panah melesat cepat dan jauh. Biarlah tubuhmu yang melengkung di tangan-Nya yang merupakan kegembiraan. Sebab, seperti cinta-Nya terhadap anak panah yang melesat, Ia pun mencintai busur yang kuat."

Catatan: 

(1) Lirik lagu Paranoid Android oleh Radiohead.

(2) Puisi On Children karya Kahlil Gibran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun