Ia mengikat kuda hitamnya di depan bangunan kayu yang sudah berdiri sejak cukup lama. Dua lelaki mabuk dengan wajah penuh bulu dan bercak hitam batubara melumuri tangan dan wajahnya, menyapa hangat Brown Tua. Si buncit keriput dan bau babi itu mengangkat botol minumnya. Brown Tua hanya mengutuk mereka dalam hati.
Ia membuka pintu saloon dengan cukup elegan, mengusap ujung topi cowboy yang tak berdebu dan menyapa Edward yang sedang mengelap meja bar. Saloon sekaligus rumah bordil itu menyambutnya dengan tatapan menyedihkan. Brown Tua berdiri gagah.Â
Dengan sepatu boot kulit ia melangkah sambil memandangi satu persatu orang di sana. Orang yang ditatap Brown Tua tak berani membalas lama-lama. Brown Tua yang tak melihat wajah yang dicarinya, lantas memilih untuk duduk di sebuah meja bundar. Permainan kartu sedang berlangsung di meja itu.Â
Mejanya panas. Pria-pria menyembunyikan ekspresi mereka. Kecuali si yang mengenakan topi putih. Sedari tadi mengeluh, yang selalu diakhiri dengan sebuah cengengesan polos kepada orang-orang berwajah susah yang melingkari meja itu.
Si penambang tua di meja itu berkata selepas angin kencang menerpa wajahnya, "sepertinya angin terkutuk ini akan membawa salju dari kutub utara."
"Tutup mulutmu, bodoh! Salju kutub utara tak sekejam salju di Utah. Terlebih di bulan Desember." sanggah pria brewok yang mulai kepanasan karena terlalu banyak minum. "Kecuali seseorang mati malam ini," dia menatap tajam si penambang. Penambang malang itu menelan ludahnya dalam-dalam.
Brown Tua menunggu permainan usai sebelum bisa ikut main. Ia menyaksikannya sembari menyesap air lemon yang baru datang. Ia tak peduli saat meja sedikit terjungkat karena orang-orang yang percaya kartunya lebih besar, kalah oleh si topi putih yang sedari tadi menggertak dengan keluhan.Â
Faktanya, royal flush di tangannya, dan itu mengejutkan para pria di sana. Dengan sangat gembira, ia memeluk chip-chip yang terkumpul ke arahnya dengan wajah menyebalkan.
"Maaf, tapi mau bagaimana lagi?" ujarnya dengan kegembiraan yang tak bisa ditahan.
Kemudian, pria gemuk brewok yang merasa paling jantan, tak senang, lantas menyeberangi meja dengan merangkak di atasnya dan melompat ke tubuh si topi putih. Sayang sekali, si topi putih itu hanya remaja dengan tubuh kurus. Ia tak berdaya. Tulang-belulangnya terasa remuk di kepala Brown Tua.
Meja itu kini berantakan, kartu dan chip bertebaran di lantai. Orang-orang menatap heran kepada meja itu. Tapi tak ada reaksi. Hingga salah seorang yang sedari tadi diam dengan tenang memainkan kartu, tiba-tiba menyeringai lantas bersorak: "Berantam!"