Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penghadiran Buaian Kaliang dalam Pementasan Drama "Mandi Angin" karya Wisran Hadi

20 September 2021   17:40 Diperbarui: 20 September 2021   17:50 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buaian kaliang yang sudah jarang terlihat, kala itu terpampang gagah di halaman parkir FIB Unand saat pementasan drama "Mandi Angin" oleh Wisran Hadi yang disutradarai oleh Syafril (Prel T)

.Tak dapat dipungkiri, jejak-jejak Wisran Hadi tidak berhenti ketika sosoknya wafat pada 28 Juni 2011 silam. Pagelaran Festival Nasional Wisran Hadi yang diselenggarakan oleh anak-anak Teater Langkah pada 28 April 2018 lalu adalah bukti sosoknya masih melekat dikalangan para penggemarnya. Wisran Hadi merupakan sastrawan Indonesia asal Sumatra Barat. Wisran Hadi dilahirkan di Lapai, Padang, pada 27 Juli 1945. 

Sedari kecil, Wisran Hadi banyak diperkenalkan kepada kesenian-kesenian Minangkabau. Selain menggeluti dunia lukis, ia juga berkecipung di ranah sastra. Hobi menulisnya telah membawa Wisran Hadi sebagai penulis drama terkemuka di Indonesia. 

Berbagai prestasi yang pernah diraih Wisran, di antaranya pernah ikut dalam International Writing Program di Iowa University (Amerika Serikat) pada tahun 1977, 12 naskah dramanya pernah menang Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Indonesia yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dari 1976 hingga 1998. Beliau juga meraih penghargaan South East Asia (SEA) Write Award 2000.

Wisran Hadi memiliki ciri khas dalam karya-karya sastranya, selain berupaya untuk menghidupkan kembali tradisi dan tambo-tambo Minangkabau, ia juga mencoba untuk merubah secara berkala terhadap tambo dan nilai-nilai dari Minangkabau ke dalam bentuk baru. Salah satu karya fenomenalnya adalah ketika Malin Kundang yang dalam cerita lama digambarkan sebagai sosok yang durhaka, diubah olehnya menjadi anak yang baik dan bermanfaat.

Pada salah satu naskah dramanya yang berjudul "Mandi Angin", diterbitkan pada tahun 1998, selain mengambil sebuah hikayat asal muasal Minangkabau atau tambo yang menceritakan tentang tiga putra mahkota Raja Iskandar Zulkarnain yang disebutkan bahwa orang Minang adalah keturunan Raja Iskandar Zulkarnain, karena salah satu anaknya disebut menjadi raja di Minangkabau, Wisran Hadi juga menghadirkan permainan tradisional Minangkabau yaitu buaian kaliang.


Pada pementasan "Mandi Angin" yang disutradarai oleh Syafril (Prel T), di tengah panggung yang dilingkari oleh penonton, dengan dikelilingi oleh tiang-tiang obor yang menyalakan api, sebuah buaian kaliang berdiri tegak. Buaian kaliang adalah hiburan masyarakat tradisional Minangkabau. 

Berbentuk seperti biang lala sederhana yang memiliki ayunan empat sangkar, diputar manual vertikal serupa kincir angin. Hiburan ini membuat orang-orang merasa gembira, senang, terlebih bila dimainkan di malam hari yang dingin. Selain memberikan ketenangan, kita juga dapat menikmati langit malam yang bertaburan bintang ditambah dengan orang tersayang di sampingnya.

Di zaman sekarang, buaian kaliang hanya dapat dilihat pada pasar malam saja. Kehadirannya sudah jarang, beruntung bagi orang-orang yang menghadiri pementasan teater "Mandi Angin" di lapangan parkir Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Permainan legendaris Minangkabau itu kembali dihadirkan. 

Kayu-kayu itu tampak kokoh, walaupun sesekali berderik ngilu, pasalnya selain tidak menggunakan sabuk pengaman, sangkar itu tidak memiliki atap sehingga ketika para pemain sudah menempati buaian kaliang dan diputar-putar oleh para penggerak itu membuat jantung penonton berdegup cepat. 

Karena apa saja bisa terjadi, dan syukurnya semua pemain selamat terlebih ada aksi yang cukup menegangkan di atas panggung ketika para pemain yang berperan sebagai rakyat melempari orang-orang yang ada di dalam sangkar buaian kaliang dengan petasan-petasan asli.

Berdasarkan pengamatan penulis, pemanfaatan buaian kaliang pada pementasan itu bukanlah sebagai buaian kaliang atau permainan di atas panggung, tetapi sebuah properti yang disimbolkan sebagai kapal yang digunakan oleh para putra mahkota Raja Iskandar Zulkarnain dalam perjalanannya menuju wilayah-wilayah ayahnya. 

Namun mengapa disela-sela pergantian adegan, buaian kaliang itu diputar-putar oleh para penggerak disertai dengan alunan musik khas dari talempong dan orang-oran berjalan melingkar membawa tikar? 

Itu masih menjadi pertanyaan yang membekas bagi penulis selepas menyaksikan video pementasan yang berdurasi satu jam lebih itu di Youtube, apakah itu menandakan bahwa perjalanan mereka sedang berlangsung ataukah agar pertunjukkan tidak monoton? 

Entahlah tetapi durasi satu jam lebih tak terasa dikarenakan sepanjang pertunjukkan, tak habis-habisnya penonton disajikan dengan kualitas akting yang memukau ditambah sesekali adanya adegan-adegan humor yang berhasil mengundang tawa.

Penamaan judul "Mandi Angin" hingga kini juga masih terus berputar di kepala penulis, mengapa "Mandi Angin"? Kenapa bukan "Pelayaran Tiga Putra Mahkota Raja Iskandar Zulkarnain"? 

Atau judul yang menjelaskan secara terang-terangan isi dari drama yang dipertontonkan itu? Namun begitulah indahnya karya sastra, sama halnya bagi mereka yang menyukai novel-novel misteri. Sepanjang pementasan, akan selalu menduga-duga apa yang terjadi, apa kejadian selanjutnya, dan apakah ini makna dari judul karya sastra tersebut. 

Dan hasil interpretasi penulis atas pertunjukkan teater "Mandi Angin" ini, pemberian judul "Mandi Angin" ini berkaitan dengan penggunaan buaian kaliang sebagai kapal, dan tentu di lautan yang luas tak ada yang lain selain hembusan angin dan air yang berombak-ombal. 

Kata 'mandi' menurut KBBI adalah menyiramkan tubuh dengan air, dan kata 'mandi' pada judul naskah drama ini menjelaskan bahwa para putra mahkota Raja Iskandar Zulkarnain selama perjalanannya menuju wilayah-wilayah kekuasaan ayahnya via laut selalu diterpa oleh hembusan angin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun