Mohon tunggu...
Nuzula Rahmah
Nuzula Rahmah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pejuang Cilik Pendidikan

25 April 2018   04:00 Diperbarui: 25 April 2018   04:02 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdengar suara ayam bekokok saling bersahut-sahutan, menandakan pagi hari telah datang. Sinar matahari yang menghangatkan pagi cerahku, hembusan kabut pagi mencairkan suasana pagi itu. Dimulailah semua kegiatanku hari ini. Tak jauh seperti biasanya, kegiatan sehari-hariku berdagang menjajahkan kue-kue kering dan gorengan sambil berangkat sekolah.

Sudah kugendong 50 biji gorengan dan 10 toples kue kering. Aku sangat berharap daganganku terjual habis hari ini. Bertekad kuat dengan ucapan bismilah kuberanjak dari gubuk perisirahatanku.

"kue, kue, kue......"

"5 ribu satu toples"

"enak dan murah meriah"

"dijamin halalan thoyyiban"

"kue, kue....."

Aku adalah Dian, anak pertama dari 3 bersaudara. Aku sebagai tulang punggung keluarga karena ayahku telah meninggal ketika aku berumur 8 tahun. Aku yang seharusnya sekarang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Aku memutuskan untuk bersekolah dan bekerja menjual gorengan dan kue yang dibawa ke sekolah, karena dari segi finansial orang tua yang kurang memadai dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sungguh, sekarangpun saya masih menginginkan untuk bisa mengenyam pendidikan tanpa memikirkan biaya sama sekali. Apapun akan aku lakukan yang berhubungan dengan kesuksesan di masa depanku. Meskipun aku setiap hari harus menjajahkan daganganku sampai habis.

Setiap pagi, kususuri jalan setapak, bahkan tikungan gang-gang kecil kulalui. Tapi masih belum ada seorangpun yang memanggilku dan membeli dagangan yang kuperdagangkan. Aku terus mencoba untuk berteriak-teriak untuk mempromosikan dagangan kue dan gorenganku.

"mbak, beli kuenya" teriak seorang pembeli.

"iya pak, sebentar" jawabku.

Suatu ketika, aku bertemu dengan seseorang yang ingin membeli dagangan kueku. Dia sepertinya orang yang memiliki pangkat tinggi, dengan pakaian dinasnya. Dia berbadan bidang dan tinggi. Akupun berhenti dihadapannya dan bergegas menurunkan dagangan dari gendonganku. Jujur sebenarnya aku sudah lelah untuk berjualan seperti ini dari jalan ke jalan sampai tikungan kos-kosan kecil. Alhamdulillah masih ada juga orang yang mau membeli gorenganku.

"Siapa namanya nak?"

"Dian Bapak"

"Rumahnya di Mana?"

"Di Daerah perkampungan Mekarsari".

"Sekarang sekolah dimana? kelas berapa?"

"Kelas 5 SD Harapan Bangsa pak".

"Kok kamu jualan memakai seragam sekolah?"

"Iya pak, karena saya harus membiayai hidup keluarga saya dan biaya sekolah saya"

Terjadilah percakapan singkat antara penjual dan pembeli. Seorang pembeli menanyakan alamat rumah, sekolah, dan Aku kelas berapa. Akan tetapi, aku jawab pertanyaan itu dengan lirih, Aku sekarang tinggal di daerah perkampungan kecil yang jauh dari perkotaan dan sekarang masih kelas 5 SD Harapan Bangsa. Aku sekolah sambil bekerja karena Aku mempunyai beban 2 orang adik yang harus aku penuhi kebutuhannya dan seorang ibu yang sudah cukup berumur. Pembeli menawarkan kepada aku untuk bisa sekolah gratis yang akan dibiayai pemerintah sebagai beasiswa prestasi untuk anak usia sekolah, akan tetapi dengan syarat aku harus sungguh-sungguh dalam belajar. Alhamdulillah atas rezeki Allah yang diberikan kepadaku, sehingga aku berkesempatan untuk merasakan bangku sekolah tanpa harus memikirkan biaya. Tugasku belajar dengan rajin. Dan aku berjanji bahwa Aku tidak akan mengecewakan siapapun yang membantu untuk menyekolahkanku.

-sekian-

Dian adalah sosok perempuan yang berjiwa Kartini, dimana dia dengan kuat memperjuangkan pendidikannya dengan bekerja untuk mendapatkan uang dalam mencukupi kebutuhan keluarganya dan membiayai sekolah dirinya sebelum mendapatkan biaya sekolah gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun