Mohon tunggu...
NUZUL RAMADANI
NUZUL RAMADANI Mohon Tunggu... Penulis - Orang Biasa

Lulusan Jurusan Universitas Islam Kalimantan. Terserah apa yang kamu nilai tentangku. Jika ku bersalah, katakan saja. 👌

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Ibu atau Karir

7 April 2019   18:04 Diperbarui: 25 Juni 2019   22:33 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari situ aku tahu, bahwa ibu hanya pura-pura sembuh. Aku tidak jadi mengambil air minum di dapur. Kalau aku mengambil air minum, nanti ibu berpikir jika aku berhenti bekerja, itu karena aku tak ingin ibu terlalu banyak kerja. Bila sudah seperti itu, ibu akan berbohong lagi, menunjukkan dirinya mampu mengerjakan banyak kerjaan rumah dan memintaku untuk kembali mencari pekerjaan. Aku berniat untuk berhenti dan memikirkan apa yang harus kulakukan agar tetap mendapatkan penghasilan tapi tetap bisa membantu ibu di rumah.

                        “Jadi, ibu bohong sama kita kak?”, Tanya Nisa. Aku mengangguk menjawabnya.

                        “Terus, gimana ni kak. Apa kita sebaiknya berhenti dan jualan di depan rumah?”.

“Gak usah. Kalau kita jualan di depan rumah. Nanti yang ada makin ribet. Kalau laris setiap hari alhamdulilah, tapi kan kalau usaha ini, apalagi usaha kecil belum tentu laris setiap saat. Disini juga daerahnya gak begitu rame dek”. Jelasku.

Kami terdiam beberapa saat. Masing-masing berpikir.

                        “Gini aja. Aku berhenti kerja dan kamu tetap bekerja”, ujarku.

“Ah, serius mau berhenti. Yakinlah?. Nanti aku gajian, kamu enggak. Emang kebutuhanmu sudah tidak menjadi kebutuhan lagi?. Mau tabunganmu sia-sia aja  untuk pulang ke kota kelahiran kita dan pasti nanti habis gitu aja”, ujar Nisa dan aku hanya diam pasrah.

Setelah seminggu, masuk bulan baru dan gaji pun menantikan pemiliknya. Aku sengaja menunggu seminggu lagi, agar gajiku full bulan ini. Lalu aku segera buat surat pengunduran diri, meski dengan berat hati sebenarnya, tapi aku berusaha yakin bahwa ini jalan terbaik.

 Aku pun resign dari tempat kerjaku, tanpa mendengarkan nasihat ibu untuk menyuruhku tetap bekerja. Aku dan Nisa tidak mengatakan kepada ibu, bahwa kami sudah tahu kalau kaki ibu masih sakit. Aku mulai mengembangkan hobiku yang dulu ingin kucapai. Walaupun aku tidak mendapat penghasilan lagi seperti Nisa selama sudah beberapa bulan ini. Aku mencoba untuk belajar bersabar. Yakin kalau rezeki tidak akan kemana.

Memilih ibu lebih baik daripada pekerjaanku. Daripada aku terus bekerja dan ibu sakit-sakitan mengerjakan pekerjaan rumah, serta mengurus adik-adik. Aku tidak mau ibu kenapa-kenapa. Karena hidup tanpa ibu, tak akan semangat bagiku dan bagi semua anak di dunia ini pastinya. Perlahan aku memenangkan beberapa perlombaan menulis dan aku terus belajar dan belajar untuk membuat novel, meski belum diterima di penerbit mayor.

Kegiatan menulis di rumah bisa ku lakukan setelah tugas rumah di pagi hari selesai, bapak pergi bekerja dan adik-adik pergi sekolah. Aku tenang di rumah bersama ibu. Jadi aku bisa fokus menulis tanpa panggilan bapak yang bulak-balik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun