Mohon tunggu...
NUZUL RAMADANI
NUZUL RAMADANI Mohon Tunggu... Penulis - Orang Biasa

Lulusan Jurusan Universitas Islam Kalimantan. Terserah apa yang kamu nilai tentangku. Jika ku bersalah, katakan saja. 👌

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Ibu atau Karir

7 April 2019   18:04 Diperbarui: 25 Juni 2019   22:33 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Assalammualaikum”

                        “Wa’alaykumsalam”, sahut ibu dosen dan teman-teman kelas.

Zaini dan Ajo mengkode kami untuk duduk di posisi yang sudah mereka tinggalkan. Untung teman-teman kelas paham, kalau orang telat harus diarahkan duduknya dimana, soalnya orang telat biasanya kadang bingung, takut diperhatikan dosen atau ketahuan telat saat masih belum duduk dan tas masih dirangkul. Karena kalau kami telat dan bila dosen serius lagi nulis di papan tulis, maka kami pun diam-diam masuk kelas. Kami sekelas saling kompak.

Kami masuk dengan segera mengambil posisi tempat duduk. Tatapan kami ke ibu dosen yang melihat waktu di jam tangannya. Dalam hatiku, pasti ibu mau memarahi kami, karena kami telah telat empat puluh lima menit, sedangkan batas dari ibu dosen paling lambat masih dianggap hadir tidak lebih daripada dua puluh lima menit.

“Jam berapa ini?, kalian baru datang jam segini. Apa yang membuat kalian terlambat?”.

Kami berdua hanya diam. Bila kami bilang alasannya, pasti kami juga salah, pertanyaan yang kami pikir akan muncul ‘kenapa tidak bangun lebih pagi lagi’.

                        “Kalian tidak ibu hitung hadir”, ucap ibu dosen dengan tegas.

Bleb. Kami terima saja. Terkadang kami tidak hadir di jam kelas pertama, bila sudah terlambat sekali. Tidak mau jadi catatan dosen dua kembar yang tak seiras sering terlambat atau kami lagi tidak ingin mendengar ocehan dosen.

 Kami anggap marahnya dosen hanya angin lalu, karena itu juga kesalahan kami. Kami sekelas dan sejurusan di kampus. Aku menganggur setahun setelah tamat SMK untuk mencari pengalaman yang aku sukai dan jadilah kami mendaftar bareng di universitas yang sama.

~~

Meskipun sudah enam bulan mama menjalani terapi untuk kesembuhan kakinya, tapi tetap saja mama tidak boleh banyak kerja, karena itu akan mempengaruhi kakinya yang patah. Apalagi mama tidak dioperasi, hanya mengandalkan kesembuhan secara alami. Aku pun masih ragu akan kesembuhan mama. Jujur, aku tidak punya ilmu banyak tentang tulang, hatiku pun bertanya, apakah tidak dioperasi akan sembuh secara alami, meski dengan terapi saja. Oh entahlah, aku dan adikku yang kedua—Nisa, kami berusaha sebisa kami untuk mengerjakan pekerjaan rumah, tapi tetap menjalani tugas kami dari dosen. Semakin naik semester, semakin banyak tugas ngampus kami. Terkadang, kami tidak punya waktu untuk belajar. Sempat mengerjakan tugas saja sudah syukur dan kalau tugas kelompok, pasti aku dan adikku—Nisa usaha untuk bisa dalam satu kelompok, karena kami satu rumah, jadi bisa saling bantu serta lebih hemat waktu. Kalaupun bisa belajar, itupun curi curi waktu, saat dosen belum datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun