Mohon tunggu...
Pandora
Pandora Mohon Tunggu... -

menggabungkan opini dan investigasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Membangun Depo Kereta Api Terkendala di Tanah Sendiri

24 Maret 2018   09:48 Diperbarui: 24 Maret 2018   10:21 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto sekedar ilustrasi. (by. PB)

Pembangunan perkeretaapian di Sumatera tidak cuma menyentuh pada pembangunan double track(jalur ganda) dan penghidupan/reaktivasi kembali jalur non aktif, tetapi juga menyangkut pada pembangunan depo kereta api dan prasarana lainnya.

Adapun keberadaan depo kereta api berfungsi untuk melakukan penyimpanan dan perawatan rutin kereta api, juga untuk perbaikan ringan. Adapun untuk perbaikan yang tidak ringan, dilakukan di Balai Yasa.

Salah satu depo kereta api yang sedang dibangun berada di Muara Gula, yang masuk ke dalam wilayah Divisi Regional III Sumatera Selatan. Meskipun dalam pembangunan depo ini, PT KAI memanfaatkan lahan asetnya, tetapi pelaksanaannya tidak begitu saja mudah dilakukan.

Perkeretaapian sebagai sarana transportasi di Sumatra Selatan mulai dibuka oleh pemerintah Belanda pada tahun 1911 dengan jalur pertama Palembang-Prabumulih yang diperpanjang ke Muara Enim.

PT Kereta Api Indonesia sebagai salah satu BUMN yang sering mendapatkan predikat terbaik, dalam pembangunannya tentu tidak dengan menyerobot tanah yang bukan miliknya. PT KAI mempunyai jutaan hektar lahan, baik yang sudah bersertifikat maupun yang belum, tentu PT KAI juga mempunyai bukti-bukti kepemilikannya.

Di Muaragula sendiri lahan yang dipakai untuk emplasemen dan jalur kereta api adalah lahan yang sudah dibebaskan kepemilikannya sejak sekitar tahun 1916, Karena pada 1917 stasiun Muaragula sudah mulai dibuka sebagai bagian dari jalur Prabumulih - Muaraenim. Perusahaan kereta api yang beroperasi waktu itu adalah Zuid Sumatera Spoorwegen.

Kolonial Belanda terkenal sebagai negara yang paling tertib dalam hal administrasi. Sehingga arsip-asrsip kepemilikan lahan milik Zuid Sumatera Spoorwegen yang dipakai untuk jalur, emplasemen kereta api dan prasarana lainnya masih bisa dilihat / dibuktikan sampai sekarang.

Pembangunan Depo Kereta Api di Muaragula, Muaraenim Sumatera Selatan saat ini mengalami sedikit kendala, dikarenakan ada warga setempat yang bernama Arbain Saleh dan Ucok yang mengaku sebagai pemilik sebagian lahan yang dipakai pembangunan depo. Adapun mereka tidak punya sertipikat bukti kepemilikan lahan yang dipersoalkan, modal mereka adalah surat jual beli di atas kertas segel pada 6 Februari 1977, yang dibeli dari Mohd. Soleh, sedangkan kepemilikan Mohd. Soleh dalam Surat Keterangan Hak Milik tahun 1976 yang ditandatangani Camat Kota Muara Enim menuliskan bahwa tanah tersebut adalah hak miliknya sendiri dari keterangan yang bersangkutan (dirinya sendiri), dengan legalisir dari Kepala Marga setempat.

Dari bukti di atas bisa kita lihat, bahwa kejanggalan awal terletak pada Mohd. Soleh, yang mengaku meliliki tanah tersebut, bukan dari warisan / pembelian, tetapi hanya sebuah pengakuan pribadi kepemilikan yang dia mintakan legalisir kepada Kepala Marga waktu itu.  Kemungkinan besar yang menjadi korban penipuan adalah  Mohd. Derus si Pembeli tanah waktu itu, karena yang dia beli waktu itu adalah tanah lahan milik PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api).

PJKA adalah perusahaan yang nama sebelumnya adalah DKA, sedangkan DKA sendiri adalah hasil perubahan nama dari perusahaan kereta api pemerintah pada zaman Belanda. DKA merupakan institusi kereta api negara RI yg berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan 6 januari 1950 nomor 2 menerima pelimpahan semua asset perusahaan kereta api Belanda yang dinasionalisasi berdasarkan Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949. Dengan demikian Zuid Sumatra Spoorwegen yang menjadi bagian SS (perusahaan kereta api pemerintah) juga dilimpahkan kepada DKA, sehingga pembangunan depo kereta api di Muaragula yang menggunakan lahan aset PT KAI adalah hal yang sah dan tidak melanggar hukum.

Perihal ada pihak yang terkena tipu telah membayar pembelian tanah kepada orang lain, merupakan kesalahan tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu ke BPN, dan hanya percaya pengakuan pribadi pemilik tanah, bahwa tanah tersebut miliknya, itu adalah resiko dari si pembeli, karena lahan yang dimaksud adalah lahan aset PT KAI.

Bila memang Arbain Soleh / Ucok (yang saat ini mengaku juga sebagai pemilik tanah tersebut) tetap ngotot, akan lebih baik kasus ini berproses di pengadilan, agar semua bisa dibuktikan di muka pengadilan. Sedangkan proses pembangunan Depo Muaragula tersebut akan lebih baik diteruskan, karena PT KAI memiliki bukti yang lebih detail dan jelas. Dan pembangunan depo janganlah tertunda oleh oknum / segelintir orang yang belum jelas kebenarannya.

Jokowi sebagai presiden selalu menekankan, pembangunan di negeri ini harus dilakukan secara kebersinambungan, tidak boleh berhenti. Karena semua punya target agar negeri ini bisa bersaing di kancah internasional. Tindakan perseorangan / sekelompok orang yang menghambat proses pembangunan bukanlah sikap yang pantas dilakukan.

Semoga permasalahan pembangunan Depo Kereta Api di Muaragula ini bisa segera terselesaikan, saling ngotot tanpa bukti yang jelas akan sulit dicapai kata sepakat, tetapi pengadilan adalah forum yang tepat buat menyelesaikan persoalan.

PB | 24 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun