Mohon tunggu...
Anisah Muzammil
Anisah Muzammil Mohon Tunggu... Editor - Editor/Penulis

Penulis lepas/Editor/Mentor Ibu rumah tangga, 4 anak Penulis buku Jemuran Putus www.instagram.com/anisah_muzammil www.facebook.com/anisah.muzammil

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hai, Jakarta! Kutitipkan Jasad Ibu di Bawah Naungan Langitmu

30 April 2023   10:31 Diperbarui: 30 April 2023   10:37 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ingat ketika bersamamu menyusuri Kota Jakarta. Dari Kedoya, kita naik bus ke arah Kalisari hanya untuk menukar beras dengan uang. Sayangnya, waktu itu kita pulang dengan tangan kosong. Bahkan pulangnya kita sempat berjalan kaki puluhan kilometer agar bisa berhemat.

Ibu (ketika masih hidup) dan Bapak
Ibu (ketika masih hidup) dan Bapak
Aku mengingatmu, Ibu. Ekspresimu menggambarkan kekecewaan waktu itu. Saudara yang sejatinya bisa engkau andalkan hanya bisa merutuk atas kemiskinan kita.

Rintik hujan kemarin sore menyisakan dingin yang panjang membuat sudut perasaanku meronta tanpa jera. Mengingatmu adalah hal yang paling indah. Kepergianmu memberikan makna kalau takdir itu tidak selamanya sempurna. Kepergianmu memberikan arti bahwa aku belum sama sekali membahagiakanmu.

Kini aku terbaring sakit, Bu. Biasanya engkau datang mengunjungiku membawakan aku berbagai penganan agar aku bisa makan. Mengurus keperluanku. Sekalipun aku sudah menikah dan berkeluarga, kau tetap mengkhawatirkan aku, Ibu. Mengurusku ketika aku bersalin. Merawat anakku ketika mereka sakit. Mengunjungiku sekadar meluapkan rasa rindu.

Kini ... ketidakberadaanmu membuatku harus menelan pahit ini sendirian. Merasakan sakit ini sendirian. Tak ada tempat mengeluh. Tak bisa lagi mencicipi masakanmu yang membuat tubuh ini merasa segar kembali. Kini ... aku harus menghadapinya sendirian. Tanpamu, Ibu.

Kota Jakarta kini hanya tinggal kenangan. Dengan berat hati kutitipkan jasad Ibu di bawah naungan Kota Jakarta yang masih kejam hingga sekarang. Kutitipkan jejak-jejak perjuangan Ibu yang tak lekang oleh waktu. Yang tak akan hilang meskipun tertutup ilalang. Kutitipkan doaku untukmu, Ibu. Semoga Ibu bahagia di sisi-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun