Mohon tunggu...
Nusyaibah Ainun Mardhiyah
Nusyaibah Ainun Mardhiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Let it flow aja~

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prinsip-prinsip Perkawinan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974

21 Februari 2024   09:40 Diperbarui: 21 Februari 2024   09:58 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Asas Sukarela Dalam konteks hukum perkawinan menegaskan bahwa, setiap individu memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Jadi Asas Sukarela ini memilih pasangan hidup sendiri tanpa paksaan atau dijodohkan, Hal ini menekankan bahwa perkawinan seharusnya tidak dilakukan atas desakan dari pihak lain, tetapi murni atas dasar kehendak dan cinta antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, perkawinan yang didasarkan pada asas sukarela diharapkan akan lebih kokoh dan berkelanjutan karena didasarkan pada kesepakatan dan komitmen yang kuat dari kedua belah pihak.

Asas sukarela juga merupakan fondasi dari hubungan perkawinan yang sehat dan harmonis. Dalam praktiknya, asas sukarela dalam perkawinan juga berpengaruh dengan proses persiapan pernikahan yang melibatkan pemikiran yang matang dan kesiapan baik fisik maupun mental dari kedua belah pihak. Hal ini termasuk tanggung jawab dan komitmen yang akan diemban oleh kedua belah pihak dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Dengan demikian, asas sukarela bukan hanya tentang kebebasan memilih pasangan hidup, tetapi juga tentang kesiapan, tanggung jawab, dan kesadaran atas masing-masing individu yang akan menjalani hidup barunya atau berumah tangga.

Asas Partisipasi keluarga dalam perkawinan mencakup berbagai aspek, yaitu : 

            1. Persetujuan dan Dukungan 

            2. Pemenuhan Tradisi dan Adat

           3. Bantuan Materiil dan Moril

           4. Integrasi Kedua Keluarga 

Dan Asas ini mengakui pentingnya peran dan kontribusi keluarga dalam menjalani kehidupan berumahtangga.

Perceraian Dalam konteks UU Nomor 1 Tahun 1974 perceraian dipersulit diimplementasikan melalui beberapa ketentuan yang menempatkan berbagai hambatan atau persyaratan yang harus dipenuhi sebelum perceraian dilakukan. Ada beberapa aspek yang menjadi fokus dalam perceraian dipersulit, yaitu : 

    1. Persyaratan Administrasi

    2. Mediasi atau Konseling

    3. Periode Tunggu

    4. Persyaratan Pengadilan

    5. Kesepakatan Pembagian Harta dan Tanggungan 

Dan perceraian dipersulit bertujuan untuk mengurangi tingkat perceraian yang tidak perlu atau sembrono, serta memberikan kesempatan bagi pasangan untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka dengan matang.

Pembatasan poligami dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 bertujuan untuk mengatur praktik poligami agar dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Ada ketentuan yang harus dipenuhi dalam praktik poligami yakni  kondisi keuangan, kesehatan, kemudian yang terpenting yaitu persetujuan dari istri yang sudah ada. Prosesnya melibatkan pengajuan permohonan ke pengadilan, pemberitahuan kepada istri yang sudah ada, dan pertimbangan atas kepentingan mereka. Pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan dapat berakibat pada pencabutan izin poligami atau denda. Pembatasan ini bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan dan mencegah penyalahgunaan poligami, mengarahkan praktik tersebut pada pertimbangan yang matang dan sesuai dengan nilai-nilai agama serta keadilan sosial.

Kematangan calon mempelai sangat penting dalam memastikan keberhasilan dan keberlanjutan perkawinan. Dan kematangan calon mempelai merujuk pada kesiapan baik secara fisik maupun mental dari kedua belah pihak yang akan menikah. Ada beberapa aspek kematangan, yaitu : 

  1. Kematangan Emosional

  2. Kematangan Sosial

  3. Kematangan Finansial

  4. Kematangan Mental 

  5. Kematangan Spiritual

Dengan memiliki kematangan yang cukup dalam berbagai aspek kehidupan calon mempelai akan lebih siap untuk menghadapi berbagai tantangan dan membangun hubungan yang kuat, harmonis, dan berkelanjutan dalam perkawinan.

Memperbaiki derajat kaum wanita melibatkan upaya meningkatkan status, hak, dan kesejahteraan mereka dalam masyarakat. Ini mencakup pemberian hak yang sama dengan pria, perlindungan hukum, dan pengurangan ketidaksetaraan gender serta diskriminasi. Langkah-langkah konkret meliputi meningkatkan akses terhadap pendidikan, pemberdayaan ekonomi perempuan, pencegahan kekerasan terhadap perempuan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender. Ini bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga investasi untuk pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif, menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan harmonis bagi semua orang.

Asas Pencatatan perkawinan mengacu pada kewajiban untuk mencatat setiap perkawinan secara resmi oleh pemerintah, dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum dan memudahkan pengaturan hak dan kewajiban pasangan yang menikah, jadi Asas pencatatan perkawinan itu sangat penting. Ada beberapa prinsip pencatat perkawinan, yaitu : 

     1. Kepastian Hukum

     2. Pengaturan Hak dan Kewajiban

     3. Perlindungan Terhadap Penyalahgunaan

     4. Pengelolaan Data Demografis

     5. Pencegahan dan penanganan konflik

     Dengan demikian asas pencatatan perkawinan menjadi pondasi bagi sistem hukum perkawinan yang terorganisir dan efisien.

HKI 4B

 Khadijah Alya Nabila 222121060

 Nusyaibah 'Ainun Mardhiyah 222121074

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun