Corona Virus Disease atau biasa disebut covid 2019 (di Indonesia disebut  virus corona) masih menjadi topik yang selalu menarik untuk dibahas sejak akhir tahun 2019 lalu hingga sekarang. Berawal dari kemunculannya yang pertama kali di Wuhan, China, virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Hingga bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyatakan virus corona ini sebagai pandemi global, dalam artian virus corona dinyatakan sebagai virus yang penyebarannya sangat cepat dan menyebar secara global. Pandemi ini tidak ada hubungannya dengan seberapa parah virus itu menyerang atau seberapa banyak korban yang terserang, namun pandemi ini hanya berhubungan penyebaran geografisnya.
Di Indonesia sendiri, kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020, 3 orang terinfeksi yang diduga tertular dari orang asing yang berkunjung ke Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus bertambah, hingga tanggal 29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus dengan kematian mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia 9%, termasuk angka kematian tertinggiIndonesia melaporkan kasus pertama pada 2 Maret 2020, yang diduga tertular dari orang asing yang berkunjung ke Indonesia. Kasus di Indonesia pun terus bertambah, hingga tanggal 29 Maret 2020 telah terdapat 1.115 kasus dengan kematian mencapai 102 jiwa. Tingkat kematian Indonesia 9%, termasuk angka kematian tertinggi.[1]
Virus corona ini menyebar secara cepat dan luas disebabkan karena penularannya sangat mudah dari satu orang ke orang lain. Virus corona dikatakan dapat menyebar melalui :[2]
 1. Droplet  Â
Penularan virus Corona bisa terjadi melalui droplet saat seseorang batuk, bersin, bernyanyi, berbicara, hingga bernapas. Saat melakukan hal-hal tersebut, udara yang keluar dari hidung dan mulut mengeluarkan partikel kecil atau aerosol dalam jarak dekat.
2. Udara
Awalnya, Organiasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak mengatakan jika virus corona mampu menyebar melalui udara, akan tetapi setelah mendapat kritikan dari ratusan ilmuwan terkait penyebaran virus Corona melalui udara, akhirnya WHO pun mengakuinya. Organisasi tersebut mengakui adanya bukti bahwa virus Corona itu bisa menyebar melalui partikel-partikel kecil yang melayang di udara.
3. Permukaan yang terkontaminasi
Virus Corona bisa bertahan selama 2-3 hari di permukaan tertentu.
4. Fecal-Oral orang yang terinfeksi atau limbah manusia
Sebuah studi menunjukkan bahwa partikel virus Corona ditemukan juga pada fecal-oral orang yang terinfeksi, seperti urine dan feses. Namun WHO mengatakan hingga saat ini masih belum ada laporan yang dipublikasi terkait cara penularan virus Corona melalui cara ini dan bukan menjadi upaya transmisi utama virus. Dalam laman resmi WHO, selain melalui fecal-oral tersebut, penyebaran virus Corona juga bisa terjadi melalui darah, dari ibu ke anak, hingga dari hewan ke manusia.
Untuk mencegah penularan virus corona lebih luas lagi, diperlukan adanya perubahan sosial. Di antaranya seperti jaga jarak minimal satu meter, tidak saling berjabat tangan, termasuk menghindari kerumunan. Bahkan beberapa wilayah di Indonesia telah menerapkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan segala aktivitas dibatasi seperti sekolah dari rumah dan bekerja dari rumah.
Dari sudut pandang saya melihat realita yang ada di masyarakat sekitar, perubahan sosial sosial semacam itu dirasa perlu dan tidak perlu dilakukan. Bagi masyarakat Muslim percaya bahwa berjabat tangan (atau disebut juga dengan istilah salaman) dapat menghapus dosa satu sama lain, jadi sungkan bagi mereka untuk tidak berjabat tangan ketika bertemu. Jaga jarak dan menghindari kerumunan tentu sulit dilakukan, apalagi untuk masyarakat pedesaan yang notabene guyub rukunnya tidak perlu dipertanyakan.
Sebagian masyarakat yang merasa perlu melakukan perubahan sosial, hal itu semata-mata hanya untuk taat dan tunduk pada pemerintah dan peraturan yang ada. Misal, mereka yang menggunakan masker, bukan karena mereka takut corona, melainkan karena takut terkena denda atau dihukum sosial oleh polisi. Sebagian besar masyarakat yang lain merasa tidak perlu melakukan perubahan karena, faktanya mereka (masih) baik-baik saja dengan bersikap seperti biasanya.
Justru yang menjadi permasalahan dan pertanyaan besar masyarakat sekarang adalah, jika mereka baik-baik saja tanpa melakukan perubahan sosial lalu kenapa perkumpulan acara-acara keagamaan belum diizinkan sedangkan di sisi lain pasar, swalayan, restoran, caf, dan public place lainnya sudah dibuka.
Akan tetapi menurut saya pribadi, entah penting atau tidak, perubahan sosial itu perlu dilakukan. Jika tidak untuk kebaikan orang lain, setidaknya untuk kebaikan diri sendiri. Jika tidak untuk keselamatan orang lain, setidaknya untuk keselamatan diri sendiri. Just stay positive and stay at home !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H