Demi Raih Cita-Cita, Mahasiswa STTB Ambon Berburu Internet di Ibu Kota Kabupaten Maluku Barat Daya
Pulau Moa kabuaten  Maluku Barat Daya - Di era digital ini, internet bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, internet membuka gerbang ilmu pengetahuan dan informasi.Â
Di sisi lain, akses internet yang terbatas menjadi hambatan bagi sebagian orang, termasuk para mahasiswa di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Ambon (STTB) di Maluku Barat Daya.
STTB Ambon  merupakan salah-satu perguruan tinggi swasta di Ambon propinsi Maluku  membuka kelas perkuliahan secara online  bagi mahasiswa yang berdomosili di Maluku Barat Daya.Â
 Mereka menekuni bidang Teologi kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen.  Namun, ironisnya, para mahasiswa di STTB Ambon harus berburu internet di ibu kota kabupaten, Tiakur, untuk meraih cita-cita mereka.
 Jarak yang jauh dan biaya yang tinggi menjadi tantangan yang harus mereka hadapi dari waktu-ke waktu.
Kisah perjuangan mahasiswa
sejumlah  mahasiswa yang tersebar dibeberapa desa dan dusun di pulau Moa setiap jam kuliah harus menempuh perjalanan Panjang selama kurang lebih satu setegah jam  dengan ojek motor atau mobil  desa untuk sampai ke Tiakur Ibu Kota Kabupaten Maluku Barat Daya.
Mereka rela merogoh kocek Rp 40.000-50.000 sekali naik mobil untuk sekali perjalanan demi mendapatkan akses internet. Belum lagi pembelian kuota internet untuk kebutuhan keliah online.
Dusun Poliwu tempat bemukimnya mayoritas mahasiswa STT Bethel Ambon, secara kasat mata telah di Tengah dusun tersebut telah dibangun infrastruktur internet dengan harapan akan mempermuda proses perkuliahan mahasiswa pada umumnya dan juga kebutuhan Masyarakat dusun pada umunya.Â
Pembangunan infrastrutur ini sudah dibangun sejak tahun 2022 dan sudah diuji coba pada akhir Desembar 2022 namun harapan itu menjadi sirna dan tidak ada lagi tanda-tanda jaringan internet yang stabil. Sejak dibangun hingga saat ini internet belum diaktifkan sama sekali. Â
Melihat kondisi seperti ini masyarakt kembali bertanya? Apakah pemasangan infrastruktur internet ini sesuatu yang serius demi  kemajuan pembangunan dusun dan desa-desa terpencil  di Maluku ataukah sekedar  sebuah sandiwara semata  guna menyukakan hati rakyat desa terpencil?
Pada umumnya untuk mendapat jaringan internet atau singal telpon, Masyarakat sering hari naik ke atas pepohanan, atau mendaki  gunung kerbau  yang berjarak beberapa kilo meter  dari  dusun Poliwu untuk memperoleh sinyal hanya mengirim pesan SMS, WA atau bertelepon dengan keluarga diluar pulau.
Dampak minimnya akses internet
Dengan minimnya akses internet, mahasiswa  di STTB Ambon di Maluku Barat daya seiring mengalami kendala saat registrasi kuliah, mengirim tugas-tugas kuliah kepada dosen pengajar.Â
 Mengamati kondisi seperti ini tentunya menjadi tantangan besar bagi mahasiswa. Mereka harus berkomitmen untuk memacu diri dan tidak menjadikan kendala internet sebagai penghalang untuk mereka terus persiapkan diri agar bersaing dengan perguruan tinggi lainnya dalam hal akses informasi dan pengetahuan.
Harapan untuk masa depan
Para mahasiswa di STTB Ambon berharap pemerintah dapat memberikan perhatian serius terhadap masalah ini.
 Mereka berharap pemerintah yang telah membangun infrastruktur internet di dusun Poliwu dan desa-desa lainnya di Pulau Moa Maluku Barat Daya agar dapat diaktifkan.Â
Tujuannya adalah agar  mereka dapat belajar dengan lebih mudah untuk meraih cita-cita mereka demi turut membangun generasi muda penerus bangsa Indonesia.
Belajar dari situasi dan tantangan yang dihadapi mahasiswa  STT Bethel Ambon di kabupaten Maluku Barat Daya merupakan contoh nyata bagaimana minimnya akses internet dapat menghambat pendidikan dan meraih cita-cita.
 Pemerintah perlu mengambil langkah nyata untuk mengatasi masalah ini agar semua anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas menuju Indonesia emas pada 2045. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H