Ditambah pula kursi-kursi depan telah diisi oleh para tamu undangan Istimewa seperti  termasuk Walikota Ambon, Dirjen Bimas Kristen, pengurus Yayasan Bethel Maluku, dan undangan lainnya.
Namun, di tengah Susana  penuh khidmat tersebut, satu sosok menarik perhatian. Seorang fotografer terkenal di kota Ambon dengan lincahnya melintasi barisan tamu undangan.
Ia sangat lincah bergerak dengan leluasa dalam mengabadikan momen-momen berharga dalam acara wisuda ini. Dengan kemampuannya ia berhasil meliput seluruh acara wisuda dengan kecangihannya kamera yang digenggamnya.
Seusai  acara,  saya berkesempatan untuk menggali informasi dengan fotografer tersebut. Beliau mengisahkan  bahwa menjadi seorang fotografer banyak suka dan duka.
Rasa sukanya  adalah dapat berkenalan dengan banyak orang dan merasakan momen-momen penting. Serta bebas merekam momen-momen berharga  disetiap acara.
Namun, tantangannya adalah seringkali merasa tidak dihargai, dianggap hanya sebagai pelayan yang sudah dibayar. Dan mau melakukan apa saja menurut kemauan kliennya. Ini sebuah dilema yang selalu terjadi dilapangan yang banyak dialaminya.
Jemmy mengungkap bahwa minatnya terhadap fotografi bermula sejak SMP, dan melalui belajar otodidak. Ia memahami seluk-beluk dunia fotografi.Â
Ketika kondisi ayahnya sakit termakan usia, kondisi kehidupan ekonomi keluarga memaksa Jemmy untuk memilih profesi ini sebagai upaya membantu keluarganya.
Sebagai anak sulung, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah dan mendukung adik-adiknya yang masih lanjut studi.
Seiring berjalannya waktu, Jemmy menyadari bahwa menjadi seorang fotografer bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga menjadi pelayan bagi sesama.