Mohon tunggu...
NUSANTARA KITA
NUSANTARA KITA Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar Ilmu Bermanfaat

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Judi, Menjanjikan Kemenangan

29 Agustus 2023   12:24 Diperbarui: 29 Agustus 2023   13:18 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan penelusuran Kominfo mengungkapkan para pelaku (server) berada di luar negeri. Hemm... ambil nafas panjang, uang trilyunan dinikmati para pelaku yang ternyata di luar negeri. Saya membayangkan mereka (pelaku) sedang berfoya-foya berpredikat crazy rich di negaranya. Sementara masyarakat (konsumen) bekerja keras banting tulang cari uang.

Ada beberapa point yang perlu yang dapat kita cermati dalam fenomena ini. Pertama, tingkat pemahaman masyarakat terhadap penggunaan digital yang cerdas dan bijak serta produktif. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada periode 2022-2023. 

Jumlah tersebut meningkat 2,67% dibandingkan pada periode sebelumnya yang sebanyak 210,03 juta pengguna. Menko Airlangga pada Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2023 menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang signifikan, ditandai dengan nilai ekonomi digital tahun 2022 yang mencapai angka USD 77 miliar atau tumbuh 22% (yoy) dan diproyeksikan akan meningkat hampir 2 kali lipat hingga USD 130 miliar pada tahun 2025. Sangat disayangkan jika potensi ini diwarnai oleh praktek-praktek kegiatan ekonomi yang tidak produktif melalui judol dan pinjol. 

Perlu ada gerakan secara masif dan berkelanjutan dalam mengedukasi masyarakat digital. Salah satu pondasi yang diharapkan mencegah merebaknya judol dan pinjol adalah penguatan moralitas masyarakat. Secara ofline orang pada umumnya akan merasa malu jika terlibat perjudian. Karena masyarakat kita dikenal religius dan masih memegang norma-norma budaya. Namun melalui internet, keterlibatan penggunaan judol dan pinjol dapat dilakukan secara tak nampak secara langsung oleh keluarga, teman, tetangga. 

Seluruh elemen terutama keluarga, pendidikan, pemuka agama perlu serentak bergandeng tangan senantiasa memberikan warning kepada masyarakat. Internet sudah menembus batas-batas kontrol masyarakat. Dan yang perlu dikuatkan adalah kesadaran diri atau kontrol pribadi untuk memilah-milah penggunaan gatget yang dianggap manfaat atau merugikan. Kedua, pendekatan sanksi hukum tentu terkendala karena kejahatan ini transnasional dan juga dirasakan dampaknya oleh banyak negara di dunia. 

Oleh karena itu pemberantasan judol dan pinjol ilegal harus melibatkan masyarakat internasional. Perlu memperkuat kerjasama antar negara dalam penanganan kejahatan internasional ini. Pemblokiran konten judol dan pinjol ilegal memang dapat membatasi ruang gerak para pelaku kejahatan digital. Namun pada kenyataannya masih belum dapat membendung secara maksimal praktek judol dan pinjol ilegal. Saling membutuhkan antara konsumen dan pelaku menjadi hukum alam. Dan inilah yang memang harus terus diupayakan untuk memutus koneksi diantara keduanya.

Ketiga, mata rantai dan aktifitas bisnis judol dan pinjol ilegal diantaranya adanya konsumen, server, aktifitas jual beli chip, endorse dst. Para pelaku semakin canggih membungkus aktifitas melalui mesin slot dan melibatkan endorse untuk mempromosikan situs-situsnya untuk menjaring para pengguna baru. Beberapa waktu lalu selebgram Aceh dan Bandung diringkus polisi karena terlibat mempromosikan situs judol di instragramnya. 

Mereka dijerat dengan Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas UU No 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. 

Aparat memang berlomba kecepatan untuk menangkal maraknya judi online agar tidak membawa korban yang lebih banyak. Upaya ini sebagai salah satu langkah memotong mata rantai sirkulasi judi online dan pinjol ilegal. Semoga bangsa kita semakin cerdas dan terbebas dari judol dan pinjol ilegal yang merusak sendi-sendi kehidupan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun