Mohon tunggu...
Paulinus Kanisius Ndoa
Paulinus Kanisius Ndoa Mohon Tunggu... Dosen - Sahabat Sejati

Bukan Ahli, hanya ingin berbagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sesungguhnya Hidup Ini Hanya Memiliki 3 Fase Waktu, Hanya 1 yang Real

16 Agustus 2021   11:16 Diperbarui: 16 Agustus 2021   11:29 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang sahabat pernah bersyaring kepada saya tentang arti hidup, tentang bagaimana ia menjalani hidup yang menurutnya asik tetapi ruwet.

Asik katanya karena disana sini ia berjumpa dengan manisnya hidup; keluarga sehat, pendapatan cukup, keluarga rukun, pekerjaan lancar, relasi dengan keluarga besar juga berjalan baik.

Tetapi tak jarang, dibalik hal yang indah-indah itu ada saja terbersit dalam pikirannya hal-hal yang membuat ia gelisah, saking gelisah kadang membuat seleranya makanya menurun dan tidurpun terganggu.

Mendengar ceritanya ini lantas saya berguyon, hidupmu ini kayak pelangi aja, penuh warna. Dia tersenyum dan suasanapun menjadi cair.

Cerita kami berlanjut, kepadanya saya hanya mengatakan bahwa kisahnya ga jauh-jauh amat dari kisah saya, dan bahkan kisah manusia pada umumnya.

Ucapan saya ini tidak sekedar strategi menaikan optimisme orang yang sedang pesimis dengan sesuatu tetapi saya hendak memperlihatkan kepadanya bahwa inilah sesungguhnya hidup.  Selagi kaki masih memijak tanah, jantung masih berdetak hal-hal macam tadi pasti dialami.

Lantas bagaimana hidup dijalani? Saya bukan ahli dalam hal manajemen menjalani hidup, tetapi minimal saya punya cara pandang terhadap hidup.

Hemat saya, dalam menjalani hidup sesungguhnya kita memiliki tiga fase waktu; yakni kemarin, hari ini dan besok

Fase pertama: Kemarin (Yesterday is history )

Kemarin adalah waktu yang telah dilewati, kisah yang telah terukir, perbuatan yang telah dilakukan. Singkatnya, kemarin adalah sejarah.

Pentingkah yang kemarin untuk hidupku hari ini? Bisa iya bisa sebaliknya. Yang kemarin menjadi penting untuk hari ini jika sudut pandang kita atasnya adalah sebagai "guru'. 

Kemarin adalah guru yang paling original yang mengajari saya banyak hal. Menjadi pembelajaran bagi saya untuk mengisi hari ini agar menjadi lebih baik.

Sebaliknya, kemarin bisa menjadi duri untuk hari ini jika energi kita hanya terkurus dalam rasa bersalah, penyesalan. Ini tentu tidak produktif. Maka sebaiknya lupakan.

Fase Kedua: Hari ini ( Todoy is Give)

Hemat saya hidup yang real, yang sesungguhnya adalah hari ini. Karena itu sesungguhnya yang paling berat dari 3 fase hidup itu adalah fase kedua ini.

Mengapa? Karena hari ini saya hidup untuk dua fase waktu, yakni: kepentingan hari ini dan kepentingan hari esok.

Maka apa yang saya isi hari ini? Minimal dua hal yang mesti saya isi hari ini, yakni aktuaslisasi diri dan investasi

Aktualisasi diri, yakni merealisasikan segala hal yang menjadi tanggungjawab saya, menjalankan tugas yang dipercayakan kepada saya.

Hari juga adalah investasi, momentum mengisi diri sambil berinvenstasi. Insvestasi yang saya maksud tidak sebatas terkait dengan aktivitas menabung rupiah untuk hari tua, tetapi juga investasi kesehatan yakni: menjaga kesehatan hari ini, menjaga pola makan dan istirahat, agar tidak berdampak pada gangguan kesehatan di masa mendatang.

Selanjutnya investasi cinta kasih. Lakukan hal-hal yang tidak hanya berguna bagi diri tetapi juga bagi kepentingan orang lain. hiduplah bernilai bagi sesama, orang tua didiklah anak dengan baik, sehingga hari esok mereka bisa menjadi anak yang baik dan berguna bagi orang lain. ini tentu akan membanggakan orang tua di hari esok.

Fase Ketiga: Esok (Tomorrow is mistery)

Apakah hari esok real ada? Pasti ada, hanya apakah kita turut berada di hari esok, ini yang masih misteri.

Tidak ada yang bisa memastikan hidupnya akan berlangsung sampai besok. Ia cuman berharap.  Harapan yang paling pertama ditujukan kepada Sang Pemberi Hidup. Semoga Tuhan sang Pemberi hidup menganugerahkan kepadanya hari esok.

Tetapi harapannya ini harus disertai dengan serangkaian komitmen hari ini. Agar hari esok masih bisa ia jalani dengan badan yang sehat, dapur yang masih berasap, relasi yang masih harmonis dalam keluarga dan sebagainya.

Akhirnya, "Hiduplah seolah engkau mati besok, belajarlah seakan engkau hidup selamanya", demikian Mahatma Gandhi mengingatkan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun