Memang semestinya demikian. Karena yang diketahui budi belum menjamin akan dituruti oleh kehendak yang berbuah pada pelaksanaan.Â
Nilai 10 pada ujian pancasila belum menjamin kalau yang bersangkutan bakal hidup sebagai manusia pancasilais. Karena konteks ujian di ruang kelas adalah bagaimana mendapatkan nilai maksimal agar dianggap berprestasi, lulus ujian. Tidak lebih.
Padahal tujuan utama pendidikan bukan berhenti disitu, tetapi menanamkan nilai-nilai yang baik, unggul, luhur yang pada akhirnya diterima oleh peserta didik, mereka sampai pada kesedaran bahwa hal itu penting untuk hidup dan karena itu harus saya hidupi.
Karena itu, hemat saya konten pendidikan pancasila sebaiknya tidak berhenti pada ilmu teoritis. Tetapi akan jauh lebih relevan dan bakalan tertanam dalam jiwa peserta didik jika dikolaborasi dengan praktek di ruang kela maupun juga di luar ruangan kelas.
Ketika SD kami diminta untuk menghafal butir-butir pedoman penghayatan dan pengamalam panacasila. Jumlahnya 36 butir. Pedoman ini menurut saya sangat bagus. Bahkan sangat kongkrit. Tinggal sekarang bagaimana hal itu diwujudkan.
Caranya? Peserta didik bisa diajak melihat dan mengalami dan terlibat dalam moment-moment tertentu di tengah masyarakat. Sesekali ajak ikutan bergotong royong mengerjakan rumah ibadah yang berbeda keyakinan.Â
Bukankah disana mereka sedang belajar menjadi manusia Indonesia yang berketuhan yang mahaesa, yang mengakui perbedaaan termasuk dalam hal keyakinan.Â
Di kampung halaman saya, nun jauh di Flores, dalam moment-moment perayaan besar gereja katolik, para saudara kami yang muslim turut terlibat dalam kepanitiaan. Juga sebaliknya. Silaturahmi berjalan natural, apa adanya.
Pribadi yang ber-Tuhan harus tampak juga dalam kemampuannya untuk mengasihi. Mencintai kemanusiaan. Ini inti sila ke-2. Maka, sesekali anak-anak diajak ke panti asuhan, mengunjungi para jompo, juga menyapa para pemulung di jalanan. Ini untuk mengasah sensitivitas terhadap situasi yang dialami orang lain, sambil menanamkan benih-benih saling mengasihi.
Kadang dalam proses pelajaran di kelas anak-anak diajak berdiskusi, merembuk suatu topik sambil mencari jalan pemecahan secara bersama.Â
Di sini mereka sedang belajar menjadi manusia yang mengutamakan musyarawah dalam mengambil suatu keputusan.