Pernikahan dini merupakan salah satu fenomena sosial yang masih terjadi di berbagai daerah di Indonesia, bahkan di beberapa negara lain. Meskipun sudah ada peraturan yang melarangnya, fenomena ini masih terjadi, terutama di kalangan keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah dan tradisi yang kuat. Pernikahan dini sering dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tekanan sosial, adat, dan norma budaya yang ada di masyarakat. Laporan ini akan menganalisis fenomena pernikahan dini, mengaitkannya dengan tradisi yang ada, serta menilai dampak sosial yang ditimbulkan.
Pernikahan dini di Indonesia telah menjadi perhatian pemerintah dan berbagai organisasi internasional, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kehidupan individu, khususnya perempuan. “Angka perkawinan anak di Provinsi Gorontalo pada tahun 2021 mencapai 11,64 persen, tahun 2022 naik hingga 13.65 persen, angka ini jauh di atas angka nasional sebesar 8,06 persen pada tahun 2022”dilansir dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini adalah:
Kemiskinan: Keterbatasan ekonomi menyebabkan orang tua merasa pernikahan adalah solusi untuk mengurangi beban keluarga.
Pendidikan yang Rendah: Anak-anak, terutama perempuan, yang tidak melanjutkan pendidikan seringkali dipaksa menikah lebih awal.
Norma Sosial dan Budaya: Di beberapa daerah, pernikahan dini dianggap sebagai bagian dari tradisi atau kewajiban keluarga.
Kurangnya Kesadaran Kesehatan Reproduksi: Banyak orang tua dan anak muda yang kurang memahami dampak pernikahan dini terhadap kesehatan fisik dan mental.
Pernikahan dini sering kali dianggap sebagai bagian dari tradisi dalam beberapa suku atau komunitas tertentu. Adapun Beberapa faktor tradisional yang mendorong pernikahan dini antara lain:
Pernikahan sebagai cara untuk menjaga kehormatan keluarga: Dalam beberapa budaya, menikahkan anak perempuan pada usia muda dianggap sebagai cara untuk menjaga martabat dan kehormatan keluarga.
Tekanan sosial: Masyarakat sekitar sering memberikan tekanan agar remaja menikah pada usia yang dianggap "tepat", meskipun secara biologis dan emosional mereka belum siap.
Adat istiadat dan kepercayaan agama: Di beberapa daerah, adat atau keyakinan agama menganggap pernikahan dini sebagai suatu kewajiban, terutama untuk perempuan yang telah mencapai usia tertentu.
Fenomena pernikahan dini menunjukkan adanya ketegangan antara nilai tradisional dan dampak sosial yang ditimbulkan. Tradisi yang mendukung pernikahan dini sering kali berakar pada budaya dan kepercayaan yang sudah ada sejak lama, sementara dampak sosialnya, terutama pada perempuan, menunjukkan bahwa pernikahan dini membawa banyak kerugian jangka panjang. Dalam hal ini, penting untuk melakukan pendekatan yang lebih sensitif terhadap budaya lokal, namun tetap mempertimbangkan dampak yang merugikan dari pernikahan dini.
“Sebagai orangtua, yah tentu saja saya malu jika anak saya hamil di luar nikah. Kalua nyatanya hanya ini cara untuk menyelamatkan nama baik keluarga dan anak saya, tindakan ini tidak ada masalah. Lagipula, dengan menikah, mereka bisa belajar bertanggung jawab atas kesalahan meraka.” Ujar salah satu warga sekitar Desa Pentadio Barat
Pernikahan dini memiliki dampak serius, baik pada kesehatan fisik dan mental remaja, terutama perempuan, yang rentan mengalami komplikasi saat hamil dan melahirkan. Selain itu, banyak yanh terpaksa berhenti sekolah, kehilangan peluang pendidikan dan karier, serta terjebak dalam ketergantungan ekonomi. Dampak jangka panjang lainnya adalah terbentuknya pola kekerasan dalam rumah tangga karena ketidaksiapan mental dan emosional pasangan yang masih sangat muda
Pernikahan dini membawa berbagai dampak yang signifikan bagi individu dan masyarakat, antara lain:
Dampak terhadap Kesehatan Reproduksi: Perempuan yang menikah pada usia muda berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan, baik fisik maupun mental. Kehamilan pada usia muda dapat meningkatkan risiko komplikasi medis, seperti preeklampsia dan kelahiran prematur.
Pengaruh terhadap Pendidikan: Pernikahan dini sering kali menghalangi perempuan untuk melanjutkan pendidikan mereka. Banyak dari mereka yang terpaksa mengundurkan diri dari sekolah karena tanggung jawab domestik setelah menikah, yang mengarah pada rendahnya tingkat pendidikan di kalangan perempuan.
Ketidaksetaraan Gender: Pernikahan dini juga berkontribusi pada ketidaksetaraan gender, karena perempuan lebih sering terjebak dalam peran domestik dan terbatas dalam akses terhadap kesempatan ekonomi atau pengembangan diri.
Peningkatan Kemiskinan: Banyak pasangan yang menikah dini berada dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil, yang dapat memperburuk kondisi kemiskinan. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan memperburuk siklus kemiskinan.
Dampak Psikologis: Remaja yang menikah pada usia muda sering mengalami tekanan psikologis akibat tanggung jawab yang besar. Ketidaksiapan emosional untuk menghadapi kehidupan pernikahan bisa menyebabkan masalah psikologis, seperti stres, kecemasan, dan depresi.
Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik mengenai konsekuensi dari pernikahan dini dan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Selain itu, upaya untuk mengubah pola pikir yang mendukung pernikahan dini sangat penting dalam menciptakan perubahan sosial yang lebih positif.
Pendidikan tentang Bahaya Pernikahan Dini: Mengadakan program edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat pernikahan dini tinggi, untuk memberikan pemahaman tentang risiko pernikahan dini.
Peningkatan Akses Pendidikan untuk Perempuan: Memberikan lebih banyak kesempatan pendidikan bagi perempuan, baik melalui beasiswa, pelatihan keterampilan, maupun dukungan untuk tetap melanjutkan pendidikan setelah pernikahan.
Penegakan Hukum: Pemerintah perlu lebih tegas dalam menegakkan undang-undang yang membatasi usia minimum pernikahan dan memberikan sanksi bagi pelanggaran hukum tersebut.
Pendampingan Psikologis: Menyediakan layanan konseling bagi pasangan yang menikah pada usia dini untuk membantu mereka mengatasi masalah psikologis dan emosional.
Pernikahan dini merupakan fenomena yang kompleks, dipengaruhi oleh tradisi, norma sosial, dan faktor ekonomi. Meskipun tradisi memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan untuk menikah dini, dampak sosial yang ditimbulkan sangat merugikan, terutama bagi perempuan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk mengurangi pernikahan dini melalui edukasi, penegakan hukum, dan peningkatan akses pendidikan.
Dosen Pengampu: Muziatun, S.pd., M.app,Ling, PhD
Kelompok 7
Ismail Lihuda ( 281424026 )
Astika Firdasari ( 281424023 )
Nuryana Fadila ( 281424032 )
Adelia Anggraini Dullah ( 281424039 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H