Mohon tunggu...
Nurwahidah
Nurwahidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Hasanuddin

History and cultural lover.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sendratari Ramayana Prambanan Yogyakarta, Dulu dan Kini

23 April 2024   22:28 Diperbarui: 23 April 2024   22:44 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pementasan perdana dilakukan pada 26 Juli 1961, diresmikan oleh Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan pariwisata (PDPTP), Mayor Jenderal GPH Djatikusumo.  

Pementasan dibuka dengan pidato pengantar dari Prof. Dr. Soeharso, selaku panitia penyelenggara dan sutradara. Tamu undangan yang hadir dalam peresmian antara lain: Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Gubernur Jawa Tengah Mochtar, Kepala Polisi Jawa Tengah Dr. Sukahar, dan Pembantu Menteri PDPTP Mayor Petut Soeharto (id.m.wikipedia.org).

Panggung terbuka Candi Prambanan yang sebelumnya dibuat pada pertama kali pementasan tahun 1961 masih berada di dalam kompleks Candi Prambanan, sehingga kemudian dibuat panggung terbuka baru yang berada di luar zona candi. 

Panggung terbuka yang baru memiliki kapasitas 991 tempat duduk, terletak di sebelah barat kompleks Candi Prambanan, di sebelah barat Kali Opak. Tribun penonton menghadap ke timur sehingga ketiga candi utama Candi Siwa, Candi Wisnu, dan Candi Brahma menjadi latar belakang panggung. 

Pada malam hari candi akan disorot dengan lampu berteganggan tinggi untuk menghasilkan efek latar yang megah. Pertunjukan panggung terbuka hanya bisa diselenggarakan pada musim kemarau berkisar bulan Mei -- Oktober, pentas dimulai dari pukul 19.30 sampai 21.30 bergantung kondisi cuaca. 

Gedung pertunjukan tertutup bernama Trimurti terletak di sebelah selatan panggung tertutup, dapat menampung 300 sampai 400 penonton, Sendratari Ramayana di gedung Trimurti disajikan dalam format cerita penuh dari sejak Rama mengikuti sayembara sampai denga pertemuan kembali Rama dengan Sinta (id.m.wikipedia.org).

Hingga kini, pertunjukan itu tetap diadakan dengan jadwal rutin tiap selasa, kamis, dan sabtu.

Itulah salah satu upaya dan bentuk keberagaman budaya yang ada di Yogyakarta.

Pengalaman ini sendiri saya dapatkan dari kegiatan Pertukaran Pelajar (PMM) 3 beberapa waktu lalu di Yogyakarta, jauh dari kampus asal saya yang berada di Sulawesi Selatan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun