Mohon tunggu...
Nurussakinah -
Nurussakinah - Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan FKM UI yang tertarik mendalami hal-hal yang berhubungan dengan ksehatan lingkungan dan kewirausahaan... jika ingin berteman, silahkan follow penulis di @nurssaki.. Salam lingkungan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wisata Sosial di Pulau Tidung? Mengapa Tidak?

18 Mei 2012   16:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:07 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya: "waaah.. banyak nampung air dong ya? Emang ga banyak jentik nyamuk, Bu?"

Ibu X: "yaa.. ada. Makanya disini mah tiap tahun pasti ada yang kena demam berdarah, neng."

Kondisi rumah responden yang saya wawancarai agak sempit dan tempat mencuci piring dan baju dekat dengan sumur air mereka. Ada cerita lucu ketika kami pertama datang ke rumah responden tersebut. Kami datang berempat dan mengenakan almamater (yang kebetulan berwarna kuning dan mirip dengan warna salah satu parpol).

Ibu X: "saya kira, neng dari partai ******. Soalnya pake jaket kuning-kuning gitu."

Saya: tertawa kecil "oh, bukan bu, kita mahasiswa. Emangnya biasa banyak orang partai ke sini, Bu?"

Ibu X: "ngga juga. Tapi, kemaren orang dari partai *** (yang jas nya warnanya hijau) datang buat ngenalin calon dari partai mereka. Lumayan kita dapet duit 25rb buat tambahan makan."

Wah, ternyata musim pemilihan umum membawa merkah bagi warga miskin seperti Ibu X. karena mereka mendapat "insentif" yang sangat lumayan untuk menambah uang belanja mereka.

Masalah ketiga, kesulitan mengkonsumsi ikan meski tinggal di wilayah yang dikelilingi perairan. Berdasarkan wawancara dari beberapa responden, mereka sulit mendapatkan ikan segar karena sebagian besar pasokan yang tersedia sudah dipesan oleh pemilik atau pengelola wisata untuk kebutuhan para wisatawan atau tamu. Menurut seorang ABK kapal yang saya tumpangi, umumnya nelayan Pulau Tidung mendapatkan tangkapan ikan sehari sekitar 50kg per harinya. Namun, tangkapan tersebut masih kurang dan tidak mencukupi untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Pulau Tidung sendiri. Karena, seperti yang sudah saya sebut barusan, ikan-ikan tersebut sudah dipesan oleh penyedia makanan untuk tamu. Sehingga penduduk setempat jarang mendapatkan ikan untuk dikonsumsi. Karena jumlah tangkapan yang terbatas pula, harga ikan cukup mahal bagi penduduk miskin seperti Ibu X. Untuk ikan kurisik saja, yang merupakan jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi warga Pulau Tidung, harga per kilonya sekitar Rp15.000,00.

1337357187252941662
1337357187252941662

Ikan kurisik. Salah satu jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi.

Sumber: dok. Pribadi

Saking sulitnya, salah satu responden kelompok 5 (sebut saja Ibu Y) bahkan jarang makan nasi dengan lauk ikan. Ia dan suaminya terkadang terpaksa harus mengkonsumsi daging kedong-kedong sebagai lauk karena mahalnya harga ikan. Kedong-kedong merupakan hewan laut sejenis kerang yang bisa didapatkan di sekitar pantai Pulau Tidung. Bahkan, ketika esoknya kami wawancarai, kedua pasangan yang sudah tua ini mengatakan bahwa kemarin mereka hanya mengkonsumsi roti seharian karena tidak ada biaya untuk membeli beras. Suaminya tidak dapat bekerja mencari kulit/ampas kelapa karena sedang menderita sakit paru-paru. Mata pencaharian utama keluarga tersebut adalah mencari ampas kelapa sisa pengunjung di Pulau Tidung Kecil untuk dijual ke restoran atau rumah makan seafood.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun