ESSAYÂ
Pentingnya Self-esteem dan Optimisme Untuk Menjaga Kesehatan Mental Pada Remaja
disusun untuk memenuhi tugas individu Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah       : Kesehatan Mental
Dosen Pengampu   : Prof.Syamsu Yusuf LN, M.Pd & Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.
Disusun oleh : Nurul Zahra Fauziyah (2300904)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
Masa remaja adalah masa dimana seorang individu mulai mengenali dirinya secara utuh. Pada masa remaja, self-esteem (harga diri) dan optimisme sangat dibutuhkan. Terlebih lagi, remaja  saat ini berada ditengah-tengah zaman yang penuh akan isu dan dinamika perkembangan individu yang kompleks, membuat remaja harus memiliki kepercayaan diri dan semangat optimisme untuk menjaga kesehatan mentalnya. Menurut hasil penelitian, seseorang yang memiliki self-esteem dan optimism dalam hidupnya akan jauh lebih bahagia, sedangkan orang yang memiliki self-esteem rendah mendapat kerentanan lebih besar terhadap depresi (Sowislo & Orth, 2013).Â
Dalam sebuah studi cross-sectional yang melibatkan individu berusia 9-90 tahun menyatakan bahwa pada saat remaja, harga diri menurun dan meningkat pada masa dua puluhan (Robbins, et al., dalam Santrock, 2002). Oleh karena itu penting bagi seorang guru BK untuk meningkatkan self-esteem dan optimisme pada  remaja.
Remaja merupakan individu yang sensitif sehingga rentan terhadap masalah kesehatan mental seperti insecure, stres, dan depresi. Hal ini dikarenakan sifat remaja yang terlalu memperdulikan pandangan orang lain terhadap dirinya sehingga munculah rasa tidak percaya diri dan rendah diri. Self-esteem atau disebut juga harga diri atau citra diri merupakan dimensi evaluatif diri secara keseluruhan  (Santrock, 2014). Bila diartikan kembali, self-esteem adalah penilaian dari diri terhadap diri sendiri baik itu secara positif maupun negatif. Remaja yang memiliki self-esteem positif/sehat akan jauh lebih bahagia dan mampu melakukan apa saja yang dia inginkan yang mampu meningkatkan nilai dirinya, namun remaja yang memiliki self-esteem terlalu tinggi akan memilki sifat sombong dan semena-mena terhadap orang lain.
Dibutuhkan lebih dari sekadar self-esteem untuk menjaga kesehatan mental remaja. Optimisme merupakan suatu cara bagaimana seseorang berpikir  positif  untuk  menghadapi  masalah-masalah  yang  dihadapi  dalam  diri  individu, dan  optimisme  membuat  individu  mengetahui  apa  yang  diinginkan  dan  cepat mengubah diri agar mudah menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi (Sidabalok, et al., 2016). Namun tidak semua remaja memiliki self-esteem dan optimisme. Maka disinilah peran guru BK untuk menumbuhkan self-esteem dan optimisme pada remaja.
Sebuah penelitian menemukan hubungan positif antara mindfulness (kesadaran penuh) dengan peningkatan self-esteem pada remaja (Pepping, et al., 2013). Itu berarti mindfulness sangat berdampak pada diri seseorang. Guru BK juga dapat membantu menumbuhkan self-esteem remaja dengan menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung, mendorong self-reflection (refleksi diri) dan self-acceptance (penerimaan diri), serta memberikan edukasi self-talk dan perawatan diri yang positif.Â
Selain itu, yang bisa guru BK lakukan untuk meningkatkan optimisme pada remaja adalah dengan memberikan dukungan moral, menentang pola pikir negatif, mengajarkan keterampilan pemecahan masalah, dan menumbuhkan harapan dan ketahanan. Hal-hal tersebut sangat diperlukan untuk remaja, karena pada masa masa itu, tekanan akademik dan sosial akan sangat besar, sehingga dibutuhkan remaja yang sehat mental, percaya diri, dan optimis.
Kesimpulannya, dengan berfokus pada self-esteem dan optimisme dalam menjaga kesehatan mental pada remaja, guru BK dapat membantu remaja untuk menjaga kesehatan mental mereka. Kemudian para profesional juga diharapkan lebih memperhatikan dan berkontribusi langsung dalam pengembangan pola pikir dan kesadaran diri remaja terhadap kesehatan mental. sehingga tumbuh kepercayaan pada dirinya dan optimis dalam menjalankan berbagai hal, karena itu dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan.
Referensi:
Pepping, C.A., O'Donovan. A & Davis, P. J. (2013) The positive effects of mindfulness on self-esteem, The Journal of Positive Psychology, 8:5, 376-386, DOI: 10.1080/17439760.2013.807353
Robins, R. W., Trzesniewski, K. H., Tracey, J. L., Potter, J., & Gosling, S. D. (2002). Age differences in self-esteem from age 9 to 90. Psychology and Aging, 17, 423--434.
Santrock, J. W. (2014). adolescence (15th ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Sidabalok, R. N., Marpaung, W., Manurung, Y. S. (2019), Optimisme dan Self Esteempada Pelajar Sekolah Menengah Atas, Philanthrophy Journal of Psychology, 3(1), ISSN 2580-8532.
Sowislo, J. F., & Orth, U. (2013). Does low self-esteem predict depression and anxiety? A meta-analysis of longitudinal studies. Psychological Bulletin, 139(1), 213--240. https://doi.org/10.1037/a0028931
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H