Mohon tunggu...
Nurul Wahyu Syahrir
Nurul Wahyu Syahrir Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Islam dan Pluralitas Agama di Indonesia: Pro atau Kontra?

21 Februari 2023   15:05 Diperbarui: 21 Februari 2023   20:51 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan berbagai macam keberagamannya, mulai dari beragam suku, ras, bahasa, rupa, budaya, warna kulit, agama, dan sebagainya. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya Islam begitu menghargai (toleransi) nilai keberagaman/pluralitas terhadap berbagai macam perbedaan yang ada. 

Pluralitas merupakan bentuk keberagaman yang tidak mampu untuk ditolak karena pluralitas ini adalah sebuah keniscayaan atau sunnatullah yang dimana ini sudah menjadi takdir ilahi dan tidak bisa dihindari melainkan harus dijalani dengan sikap kebhinnekaan agar melahirkan keadaan harmoni dalam kehidupan serta menumbuhkan sikap saling mengenal dan menghargai satu sama lain sehingga menjadikan keberagaman yang ada dikalangan masyarakat sebagai bentuk bagian dari keberadaan masyarakat dalam kehidupan. Pluralitas bisa dikatakan hal yang sangat penting karena pluralitas dapat menjadi pelengkap satu dengan yang lainnya. 

Sebagaimana Allah Subhana Wata'ala berfirman dalam Q.S Al-Hujurat:13 yang terjemahnya: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Berbicara tentang pluralitas, sebagian dari kita mungkin sudah pernah mendengar istilah pluralitas agama. yang dimana arti dari pluralitas agama itu sendiri tak jauh beda dari arti pluralitas yang telah saya paparkan pada paragraf pertama. Pluralitas agama ialah takdir ilahi yang tak mampu untuk kita hilangkan dan tolak dalam sendi-sendi kehidupan kita sehari-hari, Ada banyak macam agama yang kita temui dalam kehidupan kita. Dengan agama, manusia dapat sadar akan makna dan hakikat keberadaannya.


Pluralitas agama menyimpan kebaikan sekaligus bahaya tersendiri dikehidupan manusia tergantung bagaimana cara manusia menghadapi pluralitas tersebut. Perbedaan kepercayaan tersebut akan menjadi sebuah peluang kebaikan yang begitu besar, jika perbedaan tersebut dapat ditoleransi dengan baik oleh semua masyarakat. Ketika sesuatu yang demikian terjadi, rasa apresiasi dan kolaborasi antarsesama akan semakin tumbuh seiring berjalannya waktu. Disisi lain, perbedaan itu juga bisa berpeluang untuk menciptakan problem. Adanya kebegaraman terhadap kepercayaan yang diyakini itu jika tidak direspon dengan baik (bijaksana), akan dapat mengakibatkan sebuah permusuhan yang besar. Hal seperti inilah yang sudah banyak terjadi di negara ini. Ada banyak macam konflik sosial keagamaan telah terjadi dibeberapa daerah ditanah air. Padahal telah kita ketahui bahwa dalam peraturan per-UUD, negeri ini telah memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk bebas memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan yang mereka yakini masing-masing.


Pluralitas agama khususnya di Indonesia ini menurut saya sudah tidak sehat lagi karena banyak dikotori oleh kepentingan-kepentingan pribadi dan politik. Sebagai contoh : KH. Ma'ruf Amin pada tahun 2005 mengatakan bahwa BPJS itu haram, tapi ketika dia menjabat sebagai wakil Presiden RI lantas iuran BPJS naik perkataan beliau berubah. Beliau mengatakan kalau BPJS itu boleh dan dianjurkan. Contoh lain, pada pengucapan selamat natal. Para pejabat NU pernah mengatakan kalau hal tersebut sama sekali tidak diperbolehkan tapi entah kenapa belakangan ini pengucapan selamat natal malah menjadi sesuatu yang dilumrahkan.

Karena pluralitas agama merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, maka langkah yang harus kita maksimalkan sebaik mungkin adalah bagaimana kita bisa menerima keberagaman dan menguasai ilmu-ilmu keagamaan, agar keberagaman agama tersebut tidak memancing terjadinya konflik akan tetapi menjadikan keberagaman ini sebagai alat/wadah persatuan kita. Jangan karena perbedaan keyakinan, menjadikan kita seolah-olah ingin berpisah dan menjauh dengan mereka yang berbeda keyakinan dengan kita, bahkan menganggap mereka yang beda keyakinan dengan kita sebagai seorang musuh. tapi jadikan perbedaan itu menjadi sebuah kekuatan dan wadah bagi kita untuk bersatu dengan pemeluk-pemeluk agama lain.


Adapun sikap kita sebagai seorang muslim dalam menyikapi perbedaan tersebut sudah sangatlah jelas. Perbedaan dalam urusan aqidah, muslim punya prinsip dalam menghargai non-muslim, yaitu dengan membiarkan non-muslim memeluk ajaran yang mereka yakini, membiarkan non-muslim merayakan hari raya ajaran mereka. Tanpa harus seorang muslim mengucapkan bahkan ikut merayakan hari raya non-muslim. Begitu juga seorang muslim tak boleh merusak tempat ibadah non-muslim, bahkan muslim tak boleh memaksa non-muslim untuk masuk Islam sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah: 256.


Sebagai seorang islam, sikap yang hendak kita lakukan melihat pluralitas tersebut adalah dengan menerima keberagaman tersebut dan menyadari bahwa didunia ini bukan hanya agama kita saja yang ada, tapi ada berbagai macam agama lain. kita hendaknya menerapkan sikap toleransi dalam bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara serta tidak menjatuhkan atau saling menyalahkan agama lain. Meski kita beranggapan bahwa agama mereka itu bukan agama yang benar tapi kita tidak boleh langsung menganggap mereka musuh. kita harus tetap memperlakukan umat lain dengan baik dan adil, berlaku adil disini tanpa harus membenarkan agama mereka. Yang menjadi tugas kita adalah bagaimana memelihara keseimbangan tersebut tanpa harus merusak keduanya karena meski ada banyak agama yang kita temui, semua agama memiliki nilai kebaikan dan kebenaran.
      

Berbuat baik pada orang yang berbeda keyakinan dengan kita itu wajib, sementara siapapun yang menganggu keyakinan umat (muslim/non muslim) mereka harus diperangi. Keyakinan itu pilihan, berbuat baik pada siapapun termasuk yang berbeda keyakinan dengan kita itu wajib. 

Kita boleh berbeda, namun persatuan harus tetap kita jaga. Kita boleh beda keyakinan, namun rasa persaudaraan harus tetap senantiasa kita bina. Yakin dengan kebenaran yang kita pegang itu sah, namun sikap toleransi juga harus tetap kita kedepankan. 

Saya mengutip beberapa kalimat dalam puisi yang bertema Plur tak blur karya ust. felix siauw, yang isinya seperti ini ; menghormati bukan berarti mengikuti, karena ketika kita mengikuti berarti kita ikut larut. Memahami tak harus membersamai, mengerti tak wajib mengikuti, dan mencintai pun tak harus menyerupai. Jadi sebagai kesimpulannya, sebagai seorang muslim marilah kita senantiasa mengedepankan sikap toleransi dan tak pernah lelah menebarkan kebaikan pada sesama manusia tanpa melihat mereka dari sudut pandang agama yang mereka yakini. Tapi yang harus kita ingat, batas toleransi kita hanya pada persoalan-persoalan yang tidak terkait dengan akidah dan kepercayaan saja seperti hal-hal yang sifatnya muamalah (interaksi sosial). Kalau terkait dengan akidah dan kepercayaan, kita punya batas toleransi sebagaimana Allah Subhana Wata'ala berfirman dalam Q.s Al-Kafirun ayat 6 yang terjemahnya : "Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun