Mohon tunggu...
Nurul Wahyuni
Nurul Wahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang individu yang teliti, pekerja keras, dan optimis yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dinamis, dengan pemahaman dan pendekatan yang melihat big picture dari suatu masalah. Memiliki pengetahuan luas dalam bekerja sama dengan orang banyak dan kolaborasi proyek dengan berbagai tim dari latar belakang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Biarkan Intoleransi Menghancurkan Kita

27 Juli 2022   16:20 Diperbarui: 27 Juli 2022   16:23 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat dikatakan bahwa kebebasan beragama (Freedom of Religion) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bukanlah Kebebasan dari agama (Freedom from Religion). Oleh sebab itu, negara berkepentingan agar agama tumbuh subur dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga oleh sebab itu negara c.q. pemerintah diidealkan memberikan dukungan dan bantuan sehingga agama dapat tumbuh subur di Indonesia. Dengan demikian, negara harus berperan dalam memberikan pelayanan kepada semua komunitas beragama agar umatnya dapat tumbuh dan menjalankan keyakinan keagamaannya dengan baik. 

Negara berkepentingan untuk memastikan agar agama berperan efektif dalam membangun karakter dan perilaku berkualitas dari seluruh warganegara, sehingga beban negara sendiripun menjadi lebih ringan dalam membangun kualitas perilaku ideal warganegaranya guna mendorong kemajuan peradaban bangsa ke tingkat yang semakin tinggi di masa depan. Namun, tentu saja, negara juga tidak dapat memaksa seseorang, sekelompok, atau segolongan orang untuk bertuhan dan/atau beragama tertentu, negara tidak boleh ikut campur dalam urusan-urusan internal umat beragama. Karena itu memang tidak dapat dihindari adanya kebutuhan dan bahkan keharusan untuk membedakan, dan memisahkan mana urusan-urusan yang dapat ditangani oleh negara atau pemerintah, dan mana urusan yang tidak boleh dicampuri oleh negara/pemerintah sebagai persoalan internal agama-agama yang harus diselesaikan oleh komunitas agama itu sendiri secada independen.

2. Official Requirements

Terkait dengan penyebutan kata 'Tuhan', baik menurut formula 'nominatio-dei' (naming of God) atau pun 'invocatio-dei' (calling on God) dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan, juga diperlukan pemisahan yang tegas terkait dengan status hukum warga negara dan aparat penyelenggara negara. Para pejabat, aparat, atau petugas penyelenggara negara di semua tingkatannya haruslah berfngsi sebagai pelayan bagi warga negara. Karena itu, bagi mereka dapat dikenakan tuntutan persyaratan yang berbeda dan lebih tinggi. Inilah yang disebut dengan 'official requirement' atau persyaratan jabatan yang salah satunya tercermin dalam kewajiban pengucapan sumpah atau janji jabatan.

Bagi tiap-tiap para pejabat penyelenggara negara di semua tingkatannya, diharuskan untuk berketuhanan Yang Maha Esa dan beragama, sebagai syarat untuk menduduki jabatan tertentu (official requirement). Bunyi sumpah atau janji selalu dikaitkan dengan penyebutan nama Tuhan, dengan sebutan menurut tradisi yang berlaku di masing-masing komunitas agama. Karena itu, siapa saja yang menjadi pejabat publik dan termasuk pegawai negeri sipil berarti sudah pernah bersumpah atau berjanji dengan atau atas nama Tuhan, sehingga oleh sebab itu tidak dapat tidak haruslah konsisten dengan sumpah atau janjinya sebagai cermin orang yang percaya klepada Tuhan YME dan beragama.

Jika yang bersangkutan tidak bertuhan atau beragama, berarti ketika mengucapkan sumpah atau janji jabatan, ia telah berbohong, dan karena itu dapat dijatuhi sanksi tertentu sesuai dengan aturan hukum dan etika yang berlaku. Pendek kata, sangatlah wajar apabila kepada pejabat penyelenggara negara dikenakan kewajiban untuk bertuhan dan beragama sebagaimana mestinya untuk menjadi contoh bagi rakyat atau warganegara biasa agar juga hidup Berketuhanan Yang Maha Esa dan beragama. Sebaliknya, sebagai warga negara biasa, keharusan demikian tidak dapat dibenarkan karena doktrin kebebasan beragama dalam arti yang lebih luas.

Lagi pula, untuk diterima menjadi warganegara, juga tidak diperlukan persyaratan yang berkaitan dengan Tuhan dan anutan keagamaan semacam itu. Palingpaling, yang diperlukan hanya janji setia kepada konstitusi dan lambang-lambang negara, tetapi tidak dipersyaratkan mengenai, misalnya, "harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa", atau semacamnya. Persyaratan untuk menjadi warganegara di negara lain juga demikian, tidak dipersyaratkan harus ber-Tuhan dan/atau beragama.

3. Kebebasan sebagai Human Right dan Citizens' Right

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kandungan pengertian kebebasan beragama bagi pejabat, aparat, atau petugas penyelenggara kekuasaan negara memang berbeda dari kebebasan bagi warga negara biasa (citizen's right) atau sebagai manusia pada umumnya (human right). Kebebasan asasi manusia dan kebebasan setiap warga negara lebih utuh dan luas daripada kebebasan para penyelenggara negara. Karena itu, bagi mereka haruslah dijamin kebebasannya untuk bertuhan atau tidak percaya kepada Tuhan, bebas untuk beragama atau tidak percaya kepada agama apapun sama sekali. Untuk menjadi warga negara Indonesia tidak dipersyaratkan harus bertuhan atau beragama apapun juga. Warga negara biasa dapat (i) Bertuhan Yang Maha Esa dan beragama sebagaimana dikenal dalam masyarakat; (ii) Bertuhan Yang Maha Esa tetapi tidak percaya kepada agama seperti paham 'theism' atau 'deisme' dalam filsafat; (iii) Beragama tetapi tidak bertuhan, seperti yang menjadi ciri beberapa agama kultural; ataupun (iv) tidak percaya kepada tuhan dan tidak percaya kepada agama apapun yang biasa dikenal sebagai 'atheis'; Yang penting warga negara Indonesia 14 tidak memerangi dan memusuhi orang yang beragama dan/atau yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti orang komunis, atau orang yang menghina Tuhan dan agama secara terang-terang didepan umum. Tuhan tidak akan merasa terhina, agama juga tidak akan terpengaruh oleh adanya hinaan. Tetapi kesengajaan menghina keyakinan orang bertuhan dan beragama adalah perbuatan jahat, karena melecehkan dan merendahkan keyakinan orang yang percaya.

4. Kewajiban Negara dan Tugas Pemerintahan

Namun demikian, dengan dengan menjamin ruang bebas bagi setiap warga negara di luar penyelenggara negara untuk tidak bertuhan dan/atau beragama, bukan berarti bahwa negara mengganggap hal itu sebagai seuatu yang ideal dan diidealkan. Yang ideal tetaplah orang yang percaya kepada Tuhan YME dan beragama. Karena itu, para pejabat penyelenggara diharuskan bertuhan dan beragama, karena harus menjadi contoh bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa yang ideal itu menurut Pancasila dan UUD 1945 adalah ber-Tuhan YME dan beragama. Karena itu, tugas dan peran pemerintahan serta para pemegang jabatan sebagai penyelenggara negara adalah untuk:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun