Mohon tunggu...
Nurul Wahyuni
Nurul Wahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang individu yang teliti, pekerja keras, dan optimis yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dinamis, dengan pemahaman dan pendekatan yang melihat big picture dari suatu masalah. Memiliki pengetahuan luas dalam bekerja sama dengan orang banyak dan kolaborasi proyek dengan berbagai tim dari latar belakang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Biarkan Intoleransi Menghancurkan Kita

27 Juli 2022   16:20 Diperbarui: 27 Juli 2022   16:23 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ramadhan tiba, para pekerja non-muslim juga ikut menyesuaikan diri dengan jam kerja muslim yang berpuasa. Mereka ada yang membantu memasakkan makanan sahur, makanan untuk berbuka dan tidak makan dan minum langsung di depan pegawai yang muslim. Masyarakat muslim, khususnya pegawai camp juga siap bergotong royong memperbaiki gereja yang rusak. Sebelum tahun 2010, pegawai camp merenovasi gereja yang berada di sekitar pemukiman pegawai. Gereja tersebut rusak parah dan sudah lama tidak terpakai, namun atas masukan beberapa pegawai dan penduduk sekitar, pihak perusahaan berinisiatif merenovasi gereja tersebut dengan bantuan berbagai pihak. Keadaan toleransi yang demikian tidak berarti bebas 100% dari berbagai gesekan dan tindakan intoleransi meski hanya sedikit sekali.

Sedikitnya ada 3 hal yang menjadi riak-riak dalam lautan keberagaman di Mamahak Teboq. Pertama, tradisi warga setempat untuk memelihara anjing dan babi terkadang menganggu aktivitas warga lainnya, khususnya yang muslim. Anjing dan babi tersebut dibiarkan berkeliaran di berbagai tempat, tidur di teras rumah penduduk muslim, buang air di berbagai tempat bahkan pernah menggigit warga sekitar. Anjing sendiri mendapat tempat yang terhormat di mata penduduk setempat. Bila seekor anjing mati tertabrak kendaraan, sengaja atau tidak sengaja, maka ganti rugi yang dikenakan sangat besar. Biaya ganti rugi akan semakin besar bila yang mati adalah anjing betina atau sedang hamil.

Ganti rugi dikalikan jumlah puting susu anjing tersebut. Kedua, adanya kelompok masyarakat Bugis yang tinggal dan menetap di tengah kampung yang menolak membaur dengan warga Dayak. Mereka acapkali menolak menghadiri undangan pernikahan atau perayaan adat yang diadakan warga setempat. Masyarakat Bugis yang beragama Islam ini juga sangat jarang terlihat berinteraksi dengan warga setempat yang beragama Kristen. Mereka lebih memilih berinteraksi dengan mereka yang satu suku dan suku agama.

Sikap ini sudah dipahami oleh warga setempat dan sering membuat mereka malas untuk bergaul dengan masyarakat Bugis. Namun dalam berbagai upacara dan perayaan, mereka tetap menyertakan undangan bagi mereka meski kemungkinan untuk dapat dihadiri kecil. Ketiga, adanya provokasi dari luar. Berbagai LSM yang mengatasnamakan keluarga Dayak dari luar Mamahak Teboq merasa desa tersebut sudah terekspolitasi oleh kegiatan perusahaan.

Mereka banyak menuntut ganti rugi dan kompensasi kepada perusahaan dengan berbagai dalih dan alasan, yang mana hal tersebut tidak pernah diminta oleh penduduk setempat. Seperti sengketa kayu ulin, proposal pembelian alat berat dan berbagai masalah ekonomi lainnya. Hal ini juga berpotensi menggoyahkan pondasi kerukunan yang telah terbangun. Namun warga desa tidak terprovokasi dan tetap menjalin hubungan baik dengan perusahaan dan seluruh pegawainya.

Belajar Toleransi dari Mamahak Teboq

Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaiman kuatnya kultur damai dan toleransi di Mamahak Teboq. Meski riak-riak intoleransi muncul karena interest satu dua kelompok, namun tidak dapat meruntuhkan nilai-nilai toleransi yang ada. Pada bahasan ini, penulis mencoba memaparkan sebab-sebab kuatnya toleransi dan kokohnya kerukunan di Mamahak Teboq dengan menggunakan teori tiga dimensi konflik, yaitu simbolik, relasional dan struktural. Pada dimensi simbolik, ditemukan adanya memori damai yang telah tertanam sejak dahulu kala. Penduduk asli dari suku Dayak tidak pernah memiliki momen buruk dengan para pendatang dan sudah menjadi tradisi mereka untuk selalu membantu dan menghormati tamu.

Berdasarkan kepercayaan dan tradisi mereka, manusia adalah sahabat alam dan seisinya. Bila dengan alam yang berbeda spesies saja mereka harus berbuat baik, mengapa dengan pendatang yang masih satu spesies tidak dapat berdamai? Inilah penyebab mengapa kekerasan komunal di Sampit, meski melibatkan suku Dayak tidak merambat ke suku-suku Dayak lain. Pada dimensi relasional, sebab lahirnya toleransi di desa lebih terasa. Dalam kehidupan sehari-hari, tingkat interaksi penduduk asli dan penduduk sekitar cukup tinggi. Selain upacara adat dan perayaan pernikahan, mereka juga sering bertemu di pasar, di taksi (sebutan untuk perahu yang digunakan menyusuri sungai Mahakam), saat memancing, saat mencari buah-buahan di hutan dan saat di ladang.

Keberadaan koperasi perusahaan juga cukup memudahkan warga sekitar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari dibandingkan menunggu kapal sembako yang berlabuh sebulan sekali atau ke pasar yang terletak cukup jauh. Di koperasi inilah, interaksi kecil antara penduduk asli dan pegawai perusahaan sering terjalin. Selain itu, ibu-ibu dan anak-anak sekitar sering duduk bersama di siang dan sore hari untuk bercengkrama dan menco' (makan rujak buah bersama). Saat perayaan hari-hari besar, seperti Idul Fitri dan Natal, terdapat tradisi saling mengunjungi mereka yang merayakannya.

Saat Idul Fitri tiba, penduduk sekitar berbondong-bondong mengunjungi saudara mereka yang muslim. Sebaliknya, saat perayaan Natal tiba, kelompok muslim juga mengunjungi rumah mereka yang merayakan. Bila tidak dapat ke seluruh rumah, mereka cukup menghadiri perayaan besar yang diadakan di tanah lapang di desa. Diluar hari-hari besar tersebut, mereka juga sering mengunjungi kerabat yang sedang sakit atau ditimpa musibah seperti kebakaran atau meninggalnya sanak keluarga mereka. Mereka juga membantu memanggil pak Mantri (juru rawat perusahaan) untuk memberi pertolongan pertama. Pengurusan jenazah juga dilakukan bersama-sama tanpa memperdulikan perbedaan etnis dan agama yang ada.

Jalinan relasional ini semakin diperkuat dengan adanya forum-forum formal yang memungkinkan adanya interaksi antar penduduk asli dan pendatang. Dalam bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan sosial budaya, perusahaan sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan langsung penduduk sekitar, baik sebagai obyek maupun subyek. Selain memberikan bantuan materiil berupa sarana ibadah, sarana pendidikan, dan dana pendidikan, pihak perusahaan juga mengadakan pengobatan gratis, posyandu, fogging di sekitar desa, dan mengajar di sekolah-sekolah yang ada. Semua kegiatan yang masuk dalam rangkaian program "Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)" ini semakin menciptakan hubungan dan interaksi yang semakin intens dan hangat. Berbagai isu-isu intoleransi dapat langsung dikonfirmasi dan diklarifikasi dalam berbagai forum tersebut. Sayangnya, hal ini belum dapat menggugah kesadaran suku Bugis Muslim di tengah desa untuk ikut berbaur dengan masyarakat lainnya.

Peran Negara dalam Menjaga Persatuan Antar Agama

1. Kebebasan Beragama dan Kebebasan dari Agama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun