Mohon tunggu...
Sumiani
Sumiani Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - in sya Allah bisa

ditanganmu ada karya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keterkaitan antara Coaching, Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial Emosional dan Peran Pemimpin Pendidikan

8 Desember 2022   19:10 Diperbarui: 8 Desember 2022   19:20 4094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3

 

Keterkaitan Coaching untuk Supervisi Akademik (Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial Emosional, dan Peran Pemimpin Pendidikan)

 

Oleh: Sumiani

CGP angkatan 6 Kab. Wakatobi

8 Desember 2022

 

Refleksi Pembelajaran Coaching untuk Supervisi Akademik

Salah satu materi yang yang dibahas dalam pendidikan calon guru penggerak adalah materi terkait nilai dan peran guru penggerak. Dalam materi ini, setiap CGP dituntut untuk memahami bagaimana nilai dan perannya. Peran yang dimaksud dalam modul 1.3 tersebut berupa : 1) menjadi pemimpin pembelajaran, 2) menjadi coach bagi guru lain, 3) mendorong kolaborasi, 4) mewujudkan kepemimpinan murid (student agency), dan 5) menggerakkan komunitas praktisi. Kelima peran inilah yang memiliki korelasi dengan modul 2.3 tentang coaching untuk kebutuhan supervisi akademik, namun lebih difokuskan pada peran kedua yakni, menjadi coach bagi guru lain.

Realita di lapangan menggambarkan bahwa supervisi akademik yang sering dilakukan di setiap satuan pendidikan sering diasumsikan sebagai bentuk kegiatan observasi atau penilaian terhadap kinerja guru, yang memiliki kecenderungan untuk mencari kelemahan dan keunggulan guru sehingga guru merasa terbebani.

Peran guru yang terdapat pada poin ketiga berupa mendorong kolaborasi. Hal ini sejalan dengan proses coaching.  Kita ketahui bahwa coaching merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Di sisi lain Whitmore (2003) juga mengatakan bahwa coaching merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai "...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."

Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa coaching merupakan sebuah upaya mengantarkan diri seseorang dari satu kondisi menuju kondisi lain yang lebih baik. (coache adalah orang yang sudah mahir/ahli tetapi dalam kondisi yang kurang baik sebelum melakukan kegiatan coaching), coaching meningkatkan kompetensi personal dan profesional, coaching bukan kegiatan memberi tahu, melainkan kegiatan menanya (asking) untuk membangkitkan motivasi (belum mau menjadi mau, belum sadar menjadi sadar). Seorang coach dalam kegiatan coaching menggali dan memotivasi solusi dari masalah yang dialami coachee. Melalui kegiatan coaching diharapkan coachee menemukan solusi dari masalah yang dialami dengan kembali sadar dan tanpa ajakan maupun paksaan dari seorang coach (mandiri).

Paradigma, Prinsip, Kompetensi Inti Coaching

Untuk menjadi seorang coach yang baik selayaknya seorang guru mampu memahami paradigma berfikir coaching, menerapkan prinsip coaching, serta memiliki dan menguasai kopetensi inti coaching.

Paradigma berfikir coaching meliputi :

Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan,

Bersikap terbuka dan ingin tahu,

Memiliki kesadaran diri yang kuat,

Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Prinsip coaching meliputi:

Kemitraan

Proses kreatif

Memaksimalkan potensi

kompetensi inti coaching meliputi:

Kehadiran Penuh/Presence

Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.

Mendengarkan Aktif

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi berada pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Selain dua kopetensi sebelumnya, hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah mengajukan pertanyaan berbobot. Pertanyaan  ini bertujuan untuk menggali dan  menggugah, dan menstimulasi pemikiran coachee, agar dapat memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensinya. Untuk membuat pertanyaan berbobot seorang coach dapat berpatokan pada alur TIRTA. Kemampuan mengajukan pertanyan berbobot ini bermula dari hasil kegiatan mendengarkan aktif yang kita kenal dengan akronim R-A-S-A. Jadi RASA merupakan singkatan dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.

Alur Percakapan T-I-R-T-A

TIRTA merupakan akronim dari tujuan umum (tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee); identifikasi (coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi); rencana aksi (pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat); dan tanggung jawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya). Hal ini dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak iaplikasikan, yaitu Grow model. Grow model merupakan singkatan dari Goal, Reality, Options dan Will. 1) Goal (Tujuan) yang perlu diketahui oleh seorang coach yang didengarkan dari coachee. 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Peran saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yakni pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi adalah sebagai pemula yang senantiasa memberikan contoh konkret melalui aksi nyata saya dalam menyikapi setiap persoalan yang saya hadapi di lapangan. Di samping itu juga dapat berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk belajar bersama dalam memahami konsep, paradigma berpikir, prinsip dan kopetensi inti coach serta teknik coaching. Sehingga seluruh komponen sekolah memiliki pandangan yang sama dalam menyikapi sebuah masalah. 

Di samping itu, keterkaitan coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi juga terletak pada penggalian pertanyaan berbobot yang akan memicu murid selaku coachee menemukan solusi dari masalah pembelajaran yang dialaminya sehingga guru dapat mengubah strategi pembelajaran yang dilakukannya melalui pembelajaran berdiferensiasi. Kita ketahui bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa paradigma  dan prinsip coaching dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Di sisi lain, praktik coaching selayaknya dilakukan oleh guru agar dapat menggali kebutuhan belajar murid sehingga guru dapat mencapai hasil yang sesuai dengan target yang direncanakan. Mengingat kegiatan guru dalam menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran, guru akan mengarahkan murid untuk menemukan, menentukan/memilih kebutuhan belajarnya. Murid dimampukan untuk dapat belajar sesuai dengan gaya belajar, kemampuan belajar, bakat dan minat yang dimiliki. Dengan demikian pembelajaran dapat berjalan baik dan murid merasa nyaman dengan proses belajar yang mereka lakukan.

  • Keterkaitan coaching dengan pembelajaran sosial emosional nampak pada kehadiran penuh. Dengan kehadiran penuh dapat memotivasi kopetensi social emosional yang mendorong lahirnya kemampuan coach dalam menggali pertanyaan berbobot untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang dialami oleh coachee.

Pembelajaran sosial dan emosional (PSE) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang bertujuan untuk: 1) memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri); 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri); 3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial); 4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi); 5) membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Lima kompetensi sosial emosional tersebut dapat dijadikan acuan untuk menguasai tiga kompetensi coaching yang ada. Sehingga pembelajaran sosial emosional sangat penting untuk dipahami dan dikuasai oleh seorang guru agar dapat meningkatkan kompetensi inti seorang coach.

2. Keterkaitan Keterampilan Coaching dengan Pengembangan Kompetensi Sebagai Pemimpin Pembelajaran nampak pada kesamaan tujuan yakni keduanya ingin meningkatkan performa belajar, pengalaman hidup murid, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari murid-murid yang dituntunnya. Pemahaman tentang coaching ini sangat baik untuk diaplikasikan oleh seorang guru sebagai penuntun pembelajaran. Guru dapat menggunakan Teknik coaching untuk mendorong murid mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi, berkolaborasi dan berpikir kreatif. Selain itu juga dapat membantu murid menggali potensi dirinya sebagai bekal menyelesaikan permasalahan yang sedang dhadapinya guna mencapai kemerdekaan dalam belajar.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun