Mohon tunggu...
Nurul Rahmawati
Nurul Rahmawati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger bukanbocahbiasa.com | IG @bundasidqi | Twitter @nurulrahma

Halo! Saya Ibu dengan anak remaja, sering menulis tentang parenting for teens. Selain itu, sebagai Google Local Guides, saya juga kerap mengulas aneka destinasi dan kuliner maknyus! Utamanya di Surabaya, Jawa Timur. Yuk, main ke blog pribadi saya di www.bukanbocahbiasa.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Berkah Toleransi Saat Jadi Peserta Acara Google di Amerika

31 Maret 2024   11:03 Diperbarui: 31 Maret 2024   11:05 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta dari Indonesia di ajang Google Local Guides Summit. (dok. bukanbocahbiasa.com)

Karena udah banyak yang cerita soal "takjil war" di Ramadan kali ini, maka saya akan mengisahkan perihal toleransi tatkala ngetrip ke destinasi berjarak belasan ribu kilometer dari Indonesia. Saat itu, saya didapuk sebagai peserta Google Local Guides Summit, sebuah ajang pertemuan para kontributor dan reviewer Google Map. 

Di forum ini, sebanyak 151 peserta dari 62 negara hadir, dan sudah barang tentu, saya menjadi kaum minoritas. Nurul Rahma: Perempuan, muslim, berjilbab, warga negara berkembang yang paspornya nggak kuat-kuat amat *uhuks. Walau pada awalnya saya didera was-was, the show must go on... Let's enjoy the trip!

Sedari awal saya memancang niat untuk membaur, saling mengenal antar para local guide di jagad semesta. Ini selaras dengan firman Allah di Surat al-Hujurat ayat 13, 

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal."

Yap, prinsip "saling mengenal" ini bisa membawa implikasi berikutnya: saling sayang, eh... maksudnya saling menghargai satu sama lain, berkomunikasi dan bisa berkolaborasi dengan baik. Niat ini yang terus saya pancangkan. Sehingga, kendala apapun yang mungkin bakal muncul, insyaAllah ada solusinya dan bisa teratasi dengan baik.

Kendala pertama, tentu saja perihal makanan dan minuman halal. Kami sadar betul, lokasi event di Amerika Serikat, dan di email termaktub kalimat "Acara khusus untuk usia 21++". Itu adalah usia legal seseorang boleh mengonsumsi minuman keras. Artinya? Yap... aneka hidangan dan minuman yang tersaji besar kemungkinan tidak boleh kami konsumsi. Lantas, bagaimana nasib cacing-cacing di perut kami, selama berada di forum internasional ini?

TOLERANSI. Cliiingg! Satu terminologi ini yang langsung mencuat di benak. "Tim Google ngerti kan kalo beberapa peserta beragama Islam, dan nggak boleh konsumsi jenis makanan minuman tertentu," saya dan sejumlah rekan yang beragama Islam langsung melakukan koordinasi.

"Eh, bener juga yha. Kan mayoritas makanan terbuat dari babi, trus minuman yang disajikan juga bir, aneka wine dan segala rupa yang nggak bisa kita konsumsi. Apa kita perlu ngasih info ke panitia summit ya?"

Ide bagus! Kurasa panitia acara summit ini punya toleransi tinggi terhadap semua peserta. Apalagi yang berupaya teguh untuk menjalankan aturan agamanya. Kan eman-eman (sayang) kalau demi alasan "pergaulan global", sampai menerjang rambu-rambu agama. Kami sih berpegang pada Hadits Rasul, "Barangsiapa yang mengonsumsi makanan haram, doa dan ibadahnya tertolak selama 40 hari."

Walahhh, mosok jauh-jauh ke Amerika malah ibadah tertolak dalam durasi yang begitu lama? Yang bener ajaaaa, rugi dong!

Alhamdulillah, Muthia (peserta summit dari Malang, Jawa Timur) bikin thread mengenai hal ini di Local Guides Connect Forum Online. Intinya memberikan informasi, bahwa ada beberapa bahan pangan yang tidak bisa kami konsumsi. Juga memohon kemurahan hati tim Google untuk menyediakan tempat dan alokasi waktu ibadah sholat bagi kami.

Saya dan Muthia di areal Googleplex, California (dok.Bukanbocahbiasa.com)
Saya dan Muthia di areal Googleplex, California (dok.Bukanbocahbiasa.com)

Dan ternyataaa.... Respons tim Google luaarrr biasaaaa! Mereka menggaransi bakal ada makanan yang pork and lard-free (bebas kandungan daging dan minyak babi). Untuk minuman, tetap tersedia air mineral, kopi, softdrink dan beberapa beverages yang tidak mengandung alkohol. Toleransi mereka sungguh juara! 

Yaaaa, walaupun saya kerap terjerat dengan perkara syubhat (hal yang meragukan). Misalnya gini nih. Okelah, bahan pangannya tidak mengandung babi dan derivasinya, tapiii.... Mereka menggorengnya pakai wajan yang sama atau beda? Minyaknya kecampur apa engga? Suthil-nya apakah tetep dipake barengan sama makanan non-Halal?

Dalam hal ini, saya memilih untuk "main aman". Ketimbang makan protein yang belum jelas Halal Certified-nya, saya lebih kerap mengonsumsi buah-buahan, macam pisang cavendish, apel dll. Lumayan. Mengenyangkan dan bisa jadi "bahan bakar" untuk keluyuran keliling San Francisco, kok

***

Bersyukur banget saya merasakan makna toleransi ketika berada di negeri paman sam. Menjadi minoritas, justru mengajarkan diri betapa pentingnya bertoleransi. Kalau berdasarkan dictionary Cambridge, tolerate means to accept behaviour and beliefs that are different from your own, although you might not agree with or approve of them

Intinya: Toleransi adalah menerima perbedaan, membiarkan dan mempersilakan orang lain untuk melakukan sesuatu hal yang berbeda dengan diri kita. Ini bisa dalam konteks apapun ya. Toleransi dalam hal membiarkan kami request makanan halal. Juga toleransi dalam hal mempersilakan kami beribadah meski lagi asyik jalan-jalan, misalnya.

Jalan bareng Local Guides di areal Googleplex (dok.Bukanbocahbiasa.com)
Jalan bareng Local Guides di areal Googleplex (dok.Bukanbocahbiasa.com)

Nah, soal ibadah sholat ini ada cerita yang cukup unik bin awkward. Waktu itu, saya izin buat sholat, tatkala sedang hang out ke kantor Google di San Francisco.

Para local guides ini kompak explore kantor Google yang kita tahu sendiri kecenya kayak gimana kan. Berdasarkan info di muslimpro.com, jam sudah menunjukkan waktu sholat Ashar. Rencana saya mau jamak qoshor Dhuhur dan Ashar. Di sana kagak ada masjid/ mushola/ surau, bosku! Jadi yhaaa sembari jalan santai, aku request ke tim Google untuk menyediakan 'ruangan/bilik kecil yang bersih dan simpel' buat tempat sholat. Alhamdulillah, ada satu working room yang nganggur, dan siap dipakai sebagai musholla dadakan.

Trus si Mas Google ini (lupa namanya siapa) bilang ke khalayak yang hadir "Siapa tadi yang mau berdoa?"  Ada satu local guides dari Brazil (mukanya lumayan ganteng bin tengil) yang spontan komentar, "HAH?? Masak iya pas jalan-jalan gini ada yang mau (khusus) praying? Kok unik banget, siapa emangnya?"

Ndilalah, saya berdiri PERSIS di belakang si mas Brazil itu! Tanpa banyak cang-cing-cung, saya merangsek ke depan, dan bilang ke Mas Google, "Iyaaa, saya yang mau praying."

DIEEENGGGG! Kebayang muka si Brazil jadi awkward bangeeettt. Trus, dia menatap mataku *ciye sembari meminta maaf dengan (tampaknya) tulus "I am really sorry. Aku tadi ngga ada maksud buat ngeledek...."

"It's Okay. Gapapa kok," ujarku sambil membatin untung kamu ganteng, wak!!

***

Begitulah, sekelumit kisah toleransi yang saya rasakan, manakala berada di Amrik. Satu kata ini "TOLERANSI" apabila dipraktikkan dengan baik, bakal menjadi solusi jitu, sehingga kita bisa hidup rukun damai dan saling menghargai satu sama lain. Jangan sampai  diksi "toleransi" justru mengalami peyorasi dan diletakkan dalam posisi yang tidak semestinya. Please, jangan ya. Bertoleransilah dengan santun, cermat, dan bijaksana. Yakinlah, semesta dan manusia-manusia yang ada di dalamnya, siap bertoleransi untuk kita.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun