Saat saya memilih untuk tidak berdamai dan menyimpan dendam, justru diri saya sendirilah yang paling tersakiti. Menyimpan bara amarah justru meningkatkan stres dan kecemasan pada diri kita. Membuat kita lebih pesimis dan terperangkap dalam keputus-asaan.Â
Memikirkan kesalahan orang secara berulang juga meningkatkan risiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif (OCD), stres pasca-trauma (PTSD), atau bahkan gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik terjadi ketika stres dan kecemasan menyebabkan penyakit fisik, seperti sakit perut atau migrain.
Hidup tanpa memaafkan tak hanya memberikan beban psikis melainkan juga beban fisik. Kemarahan menempatkan seseorang dalam mode "terjaga" sehingga memberikan perubahan pada respons fisik mulai dari detak jantung, tekanan darah, dan respons imun.
Kondisi ini meningkatkan risiko depresi, penyakit jantung dan diabetes, dan gangguan kesehatan lainnya. Ketika dalam kondisi marah, tekanan darah meningkat, sehingga bisa mengalami gangguan tidur.
Saya memilih untuk memaafkan. Bismillah, atas izin Allah... saya makin sehat dan bahagia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H