Tapiii, buat saya, rugi lho, memblokir mantan. Kenapa?
Alasan Mengapa Jangan Blokir MantanÂ
Seingat saya, walaupun sudah putus hubungan percintaan, saya nggak yang lantas jadi bermusuhan dengan mantan. Tetap jalin silaturahim. Bahkan, ada mantan yang datang ketika saya menikah. Saya pun juga hadir ke resepsi pernikahan sejumlah mantan, dan Alhamdulillah tidak terjadi DRAMA KUMBARA apapun
Barangkali kata kuncinya adalah, karena kami semua udah LET IT GO. Sudah ikhlas. Menerima kenyataan bahwa memang di dunia ini, ada hal-hal yang berjalan sesuai keinginan kita, tapi ada juga yang meleset jauh, dan ALL IS WELL.
Karena itu, saya tidak pernah memblokir akses komunikasi dengan mantan. Apalagi, lantaran berprofesi sebagai content creator, saya juga dengan senang hati membagi profil socmed saya di ranah digital. So, para mantan yang lamaaaaa sekali tak berkomunikasi, saat ini jadi bisa kontak-kontakan anytime.
Waduh. Kalau gitu, bahaya dong, rentan terjangkit CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)? Lagi-lagi, kendali ini ada pada diri kita. It takes two for tango. Buat manusia dewasa seperti saya (dan mantan) memang dibutuhkan kedewasaan diri. Bagaimana menjaga marwah kita untuk tidak terjerumus dalam affair. Istilahnya, yuk lahh..... dulu mantan, sekarang jadi teman.
Tanamkan logika ini saja lah. saya sebagai istri, tentu tidak suka kalau suami saya berselingkuh, kan? Pun sebagai perempuan, tentu saya tidak ingin men-trigger air mata perempuan lain. Ya sudah, se-simpel itu.
Ndilalah, para mantan saya ini kok ya tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang hebat (secara karir). Ada yang jadi pengusaha properti, pemilik start up Peer to peer lending, ada yang jadi boss di korporasi multinasional, macam-macam! Saya juga beberapa kali "memberdayakan" para mantan itu, untuk urusan duniawi.
Misalnya. Waktu itu, saya dan beberapa teman lagi ada keperluan ke Jogja, tapi uang saku udah tiris banget. Mantan saya (domisili di Jakarta tapi punya property di Jogja) dengan senang hati menawari, "Ya udah Rul. Kalau mau nginep di guest house-ku aja. Ntar abis gini aku kirim nomor kontak timku yang ngelola Guest House di Jogja ya." Lumayan, kan?
Trus, pernah juga sejumlah mantan yang pegang perusahaan multinasional, berkirim email. "Rul, kamu jadi blogger kan sekarang? Bisa tulis review tentang profil perusahaan kami, kan? Atau kamu koordinir temen-temen content creator juga sekalian."
Nah. Tawaran semacam ini kan mubadzir kalau diabaikan. Yang jelas, ya itu tadi. Butuh kedewasaan dan sikap "eling" tingkat tinggi. Saya berkomunikasi (sedapat mungkin) sebatas urusan kerjaan.Â