Â
Ketika menjawab pertanyaan kedua, kita juga bisa memilih, akan melakukan sesuatu yang kongkret atau hanya mengkhayal saja. Mulai dilaksanakan atau cuma berbual saja. Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini, punya pertanyaan tersebut: apa yang harus saya lakukan? Pilihan kongkret atas pertanyaan ini banyak, mulai dari sekolah, karir, pekerjaan, profesi, jodoh, keluarga, persahabatan, itu semua kongkret. Apa yang harus saya lakukan? Apa yang akan kita pilih?
Pertanyaan ketiga: Bagaimana kelak saya mati?
Orang yang paling cerdas adalah mereka yang senantiasa mengingat mati. Kita tidak akan pernah bisa lari dari ajal. Bahkan, kematian kita semakin dekat. Setiap pagi datang, 'musibah' itu datang lagi. Usia kita berkurang sehari. Pasti.
Lantas, tidakkah kita semua mulai bertanya dengan serius: bagaimana kelak saya mati? Bukan soal kapan tanggalnya, kapan jam-nya, juga bukan soal di mana tempatnya, kenapa, apa penyebabnya. Bukan.
Melainkan, setelah fisik, tubuh kita membeku, kemanakah jiwa kita akan pergi? "Kehidupan" seperti apa yang telah menunggu setelah kita mati.
Lantas, seharusnya, saat kita memikirkan pertanyaan ini, akan muncul ribuan kaki-kaki pertanyaan atau implikasi lainnya. Harta yang kita punya, popularitas yang kita miliki, kekuasaan, apapun itu, ke mana perginya? Apa sebenarnya yang sungguh-sungguh berharga kita perjuangkan dalam hidup ini? Apakah semua yang kita punya dan apapun yang kita lakukan, justru memperberat langkah kita, tatkala berpindah ke alam barzah?
***
Cobalah menjawab tiga pertanyaan itu. Lalu refleksikan dengan pilihan-pilihan hidup yang bakal lo ambil. Manakala memutuskan untuk menjalani profesi tertentu, berdialoglah dengan jiwa yang ada dalam diri: Akankah aku bisa memberikan kebermanfaatan untuk orang banyak, dengan perantara profesi yang aku jalani ini?
Shiaaaaaappp?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H