Mohon tunggu...
Nurul Rahmawati
Nurul Rahmawati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger bukanbocahbiasa.com | IG @bundasidqi | Twitter @nurulrahma

Halo! Saya Ibu dengan anak remaja, sering menulis tentang parenting for teens. Selain itu, sebagai Google Local Guides, saya juga kerap mengulas aneka destinasi dan kuliner maknyus! Utamanya di Surabaya, Jawa Timur. Yuk, main ke blog pribadi saya di www.bukanbocahbiasa.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Menentukan Pilihan dalam Hidup

23 Agustus 2019   14:48 Diperbarui: 23 Agustus 2019   14:49 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Follow my twitter: @nurulrahma

Siapapun kita, berapapun usia kita, di manapun kita berada, pada intinya kita semua dihadapkan pada sejumlah pilihan. Apalagi kaum milenials yang mulai memilih jalan hidup. Mau kuliah di mana, berkarir sebagai apa, bakal mengarungi bahtera rumah tangga Bersama siapa (uhuks) dan seterusnya. Kalian udah ada bayangan kah? Atau masih samar-samar?  

Sembari men-jlentreh-kan aneka alternatif hidup, ayo deh, kita mulai dengan menjawab 3 (tiga) pertanyaan. InsyaAllah pertanyaan ini bakal menuntun diri kita untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Shiaaaaappp?

Pertanyaan pertama: Siapa diri kita?

Harus diakui, kehidupan duniawi zaman now, justru menggiring kita untuk menilai segala sesuatu dari luarnya aja. Semata-mata dari penampilan. Kita mengurus OoTD (Outfit of The Day) yang dipakai para selebgram, komentar terhadap berbagai pilihan orang lain, tapi, heiiiiii pernahkah kita "berdialog" dengan jiwa yang ada di dalam diri kita?

Jaraaaaang kan? Kita jarang banget benar-benar melihat ke dalam diri sendiri. Kita lebih sering mengurus penampilan fisik, luar, kulitnya saja. Kita bahkan lebih sering mengurus, mengomentari kehidupan orang lain, tapi inti sari hidup sendiri, jiwa yang ada di dalam diri kita, kita jarang melihatnya.

Mau disadari atau tidak, setiap manusia memiliki jiwa, soul, di dalam tubuhnya. Pernahkah kita diam sejenak, merenungkannya dalam-dalam, menyapa jiwa kita tersebut, lantas benar-benar bertanya, siapa sebenarnya diri kita ini? Siapa? Apa tugas gue dalam hidup ini? Kenapa gue diberikan kesempatan hidup? Lantas apa 'tujuan' saat sel-sel kehidupan gue mulai tumbuh membentuk janin, besar, lahir jadi bayi, terus tumbuh dewasa? Apa 'tujuan' Allah ta'ala membuat diri kita jadi manusia? Kenapa kita tidak dijadikan saja batu, tanah, kayu, atau kucing aja?

Yuk lah. Kita mulai berdialog dengan jiwa kita, "Untuk tujuan apa Allah ciptakan saya menjadi khalifah di muka bumi?"

Pertanyaan Kedua, Apa yang harus gue lakukan?

Secara alamiah, hati nurani selalu tahu mana yang baik, mana yang buruk. Ini sesuatu hal yang natural. Kita juga pasti paham, perilaku mana yang sifatnya bermanfaat, dan mana yang menyakiti orang lain. Tapiii... lihatlah kehidupan masa kini. Begitu mudahnya orang menyemburkan kalimat-kalimat super pedas, nyinyir, bin julid, baik di online maupun di dunia nyata. Kita punya pilihan: Mau berbuat baik, atau buruk.

Kita juga punya banyaaaakk banget pilihan. Akan menunjukkan kepedulian, menolong orang lain? Bekerja keras dan cerdas? Atau justru santai-santai saja dalam menjalani hidup. Life is just a matter of choice.

Pilihan yang nantinya kita ambil, bakal memberikan jalur berikutnya, untuk kita konsisten berbuat baik. Atau justru sebaliknya, malah menjerumuskan kita berkubang dalam dosa tiada akhir.

 

Ketika menjawab pertanyaan kedua, kita juga bisa memilih, akan melakukan sesuatu yang kongkret atau hanya mengkhayal saja. Mulai dilaksanakan atau cuma berbual saja. Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini, punya pertanyaan tersebut: apa yang harus saya lakukan? Pilihan kongkret atas pertanyaan ini banyak, mulai dari sekolah, karir, pekerjaan, profesi, jodoh, keluarga, persahabatan, itu semua kongkret. Apa yang harus saya lakukan? Apa yang akan kita pilih?

Pertanyaan ketiga: Bagaimana kelak saya mati?

Orang yang paling cerdas adalah mereka yang senantiasa mengingat mati. Kita tidak akan pernah bisa lari dari ajal. Bahkan, kematian kita semakin dekat. Setiap pagi datang, 'musibah' itu datang lagi. Usia kita berkurang sehari. Pasti.

Lantas, tidakkah kita semua mulai bertanya dengan serius: bagaimana kelak saya mati? Bukan soal kapan tanggalnya, kapan jam-nya, juga bukan soal di mana tempatnya, kenapa, apa penyebabnya. Bukan.

Melainkan, setelah fisik, tubuh kita membeku, kemanakah jiwa kita akan pergi? "Kehidupan" seperti apa yang telah menunggu setelah kita mati.

Lantas, seharusnya, saat kita memikirkan pertanyaan ini, akan muncul ribuan kaki-kaki pertanyaan atau implikasi lainnya. Harta yang kita punya, popularitas yang kita miliki, kekuasaan, apapun itu, ke mana perginya? Apa sebenarnya yang sungguh-sungguh berharga kita perjuangkan dalam hidup ini? Apakah semua yang kita punya dan apapun yang kita lakukan, justru memperberat langkah kita, tatkala berpindah ke alam barzah?

***

Cobalah menjawab tiga pertanyaan itu. Lalu refleksikan dengan pilihan-pilihan hidup yang bakal lo ambil. Manakala memutuskan untuk menjalani profesi tertentu, berdialoglah dengan jiwa yang ada dalam diri: Akankah aku bisa memberikan kebermanfaatan untuk orang banyak, dengan perantara profesi yang aku jalani ini?

Shiaaaaaappp?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun