Mohon tunggu...
Nurul Rahmawati
Nurul Rahmawati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger bukanbocahbiasa.com | IG @bundasidqi | Twitter @nurulrahma

Halo! Saya Ibu dengan anak remaja, sering menulis tentang parenting for teens. Selain itu, sebagai Google Local Guides, saya juga kerap mengulas aneka destinasi dan kuliner maknyus! Utamanya di Surabaya, Jawa Timur. Yuk, main ke blog pribadi saya di www.bukanbocahbiasa.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Habis Zonasi, Terbitlah Semangat Berprestasi

26 Juni 2019   10:02 Diperbarui: 26 Juni 2019   10:15 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ini lumayan berat buat keluarga kami. Salah satu tantangan yang nggak bisa dianggap enteng adalah: Memilihkan SMP buat anak baru gede bernama Sidqi. Sebenarnya sebagai ortu (yang agak berciri) konvensional, saya lebih suka kalo Sidqi bersekolah dekat rumah kami saja. Ada SMPN 35 yang berada di kawasan Rungkut. Jaraknya sekitar 1 km sajalah, bisa ditempuh dengan naik sepeda. 

Akan tetapiii, my kiddo punya opini berbeda. Ia merasa, sudah saatnya, #WisWahaye ia bersekolah di luar "zona dekat". 

Ia bilang begini, "Aku ingin pergaulan baru, Buk. Suasana baru, teman-teman baru, tantangan baru. Dan itu bisa aku dapatkan kalo aku bersekolah tidak di dekat-dekat sini." 

Hadehhh. Tepok jidat. Piye sih, kan maksud Ibu sekolah dekat2 itu biar ongkosnya muraaaaahhh :D Kalo sekolahnya jauh, otomatis akan muncul cost transportasi dalam jumlah yang lumayan bikin lu manyun kan? 

Apabila sekolah di SMPN 35, Sidqi cukup naik sepeda, jadi cost-nya 0 (biaya SPP juga 0). Emak pingin ngirit jaya :P

Tahun ini lumayan berat buat keluarga kami. Salah satu tantangan yang nggak bisa dianggap enteng adalah: Memilihkan SMP buat anak baru gede bernama Sidqi. Sebenarnya sebagai ortu (yang agak berciri) konvensional, saya lebih suka kalo Sidqi bersekolah dekat rumah kami saja. Ada SMPN 35 yang berada di kawasan Rungkut. Jaraknya sekitar 1 km sajalah, bisa ditempuh dengan naik sepeda.

Akan tetapiii, my kiddo punya opini berbeda. Ia merasa, sudah saatnya, #WisWahaye ia bersekolah di luar "zona dekat".

Ia bilang begini, "Aku ingin pergaulan baru, Buk. Suasana baru, teman-teman baru, tantangan baru. Dan itu bisa aku dapatkan kalo aku bersekolah tidak di dekat-dekat sini."

Hadehhh. Tepok jidat. Piye sih, kan maksud Ibu sekolah dekat2 itu biar ongkosnya muraaaaahhh :D Kalo sekolahnya jauh, otomatis akan muncul cost transportasi dalam jumlah yang lumayan bikin lu manyun kan?

Apabila sekolah di SMPN 35, Sidqi cukup naik sepeda, jadi cost-nya 0 (biaya SPP juga 0). Emak pingin ngirit jaya :P

Perdebatan kami ini tak kunjung menemukan titik temu, sehingga.... Muncullah aturan zonasi itu :D

***

"Tuh kan. Pak Menterinya setuju ama Ibuk, kalau anak-anak sebaiknya sekolah yang deket-deket aja."

Sidqi masih keukeuh. Ia bilang, mau daftar jalur zonasi Kawasan, yang mana artinya ia punya DUA pilihan sekolah tujuan.

Piihan pertama, tadinya ia mau ke SMPN 1, tapi kubilang kalo level kompetisi masuk ke situ amatlah ketat, maka kami sepakat menjadikan SMPN 12 jadi pilihan pertama.

Lalu, pilihan kedua adalah SMPN 35.

Untuk bisa ikutan zonasi Kawasan, artinya Sidqi harus menghadapi Tes Potensi AKademik. Karena penilaian zonasi Kawasan ini komposisinya 40% nilai UN dan 60% nilai TPA.

Alhamdulillah.... Di hari pengumuman, anakku diterima di Pilihan pertama, yaitu SMPN 12 :D *sujud syukur*

Teman-teman Sidqi ada beberapa yang tidak diterima di SMP idaman mereka, lagi-lagi karena jarak rumah yang "relative" jauh dari sekolah.  Beberapa wali murid di Surabaya berdemo. Ada yang ke Grahadi (untuk level SMA/SMK), ada yang ke Dinas Pendidikan kota Surabaya, sampai menutup jalan di Jagir wonokromo.

Syukurlah, demo ini berbuah hasil mak nyus. Ada beberapa tambahan kuota siswa (dengan penilaian berdasarkan skor UN. Bukan berdasarkan jarak rumah ke sekolah).

***

Saya sudah daftar ulang.

Sudah pesan antar jemput untuk Sidqi sekolah.

Sudah siapkan anggaran beli seragam dan printhilan-printhilannya.

https://twitter.com/nurulrahma/status/1143715497667469315 

img-4144-jpg-5d12e0310d82307b5b01abc2.jpg
img-4144-jpg-5d12e0310d82307b5b01abc2.jpg
Kisah heroik para wali murid dalam memerjuangkan nasib sekolah anaknya masih belum hengkang dari ingatan.  Yap, Bunda dan Ayah akan berupaya sekuat tenaga dan tidak kenal Lelah, demi sang buah hati. Itu sudah jadi aksioma.

Sekarang.... Euphoria masuk sekolah negeri itu pelan tapi pasti akan sirna. Yang jadi challenge berikutnya adalah.... Siapkan anak kita untuk bersungguh-sungguh meraih ilmu, bergaul, bersosialisasi, menjadi a better person dari hari ke hari dengan konsep Pendidikan yang mumpuni?

Selain itu... siapkah para orang tua untuk melanjutkan semangat "patriotik"  mendampingi buah hati menjalani hari, dan mengenyahkan ambisi pribadi? Terus terang, saya sebagai mama millennial :D masih punya segabruk cita-cita untuk diri sendiri. Sepertinya, mulai HARI INI, saya harus melepaskan satu sayap ambisi. Dan siap menggantinya dengan passion mendampingi Sidqi, agar ia meraup banyak prestasi. BISMILLAH.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun