Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk memastikan terpenuhinya hak dasar atas pendidikan bagi seluruh warga negara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Tujuan Pembangunan Berkelanjutan khususnya Tujuan 4 mengenai Pendidikan dan Tujuan 5 mengenai Kesetaraan Gender, dengan memastikan upaya menghentikan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan berjalan tanpa menghambat warga negara dalam mengakses dan melanjutkan pendidikannya.
    Definisi Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau
menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dan/atau pekerjaan dengan aman dan optimal
    Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual yang dilakukan secara:
1. Verbal
2. Visik
3. Non Visik
4. Daring
     Kekerasan  juga dapat terjadi di Lingkungan Satuan Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan
tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
2. Perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja;
3. Penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan
yang bernuansa seksual pada Korban;
4. Perbuatan menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau
membuat Korban merasa tidak nyaman;
5. Pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video
bernuansa seksual kepada Korban;
6. Perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/
atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual;
7. Perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi
Korban yang bernuansa seksual;
8. Penyebaran informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang
bernuansa seksual;
9. Perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang
sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang
yang bersifat pribadi;
10. Perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu
Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
11. Pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
12. Perbuatan menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk,
mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh
Korban;
13. Perbuatan membuka pakaian Korban;
14. Pemaksaan terhadap Korban untuk melakukan transaksi atau
kegiatan seksual;
15. Praktik budaya komunitas Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
16. Percobaan perkosaan walaupun penetrasi tidak terjadi;
17. Perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh
selain alat kelamin;
18. Pemaksaan atau perbuatan memperdayai Korban untuk melakukan
aborsi;
19. Pemaksaan atau perbuatan memperdayai Korban untuk hamil;
20. Pembiaran terjadinya Kekerasan seksual dengan sengaja;
21. Pemaksaan sterilisasi;
22. Penyiksaan seksual;
23. Eksploitasi seksual;
24. Perbudakan seksual;
25. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; dan/atau
26. Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai kekerasan seksual dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Mengenal Kekerasan dan Eksploitasi Seksual di Ranah Daring
Kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak di ranah daring mengacu pada situasi yang melibatkan teknologi, internet, dan komunikasi digital di beberapa titik selama rangkaian pelecehan atau eksploitasi. Kekerasan ini dapat terjadi sepenuhnya secara daring atau melalui campuran interaksi daring dan tatap muka antara pelaku dan korban.
   Hal-hal di bawah ini termasuk bentuk-bentuk kekerasan dan
eksploitasi seksual pada anak di ranah daring:
1. Produksi, kepemilikan, atau berbagi materi pelecehan seksual anak, yaitu foto, video, audio, rekaman lain, atau penggambaran lain apa pun dari pelecehan seksual anak yang nyata atau yang dihasilkan secara digital atau bagian seksual seorang anak untuk tujuan utama seksual;
2. Siaran langsung pelecehan seksual anak, yaitu pelecehan seksual anak yang dilakukan dan dilihat secara bersamaan dan langsung melalui alat komunikasi, alat video konferensi dan/atau aplikasi obrolan;
3. Grooming daring anak untuk tujuan seksual, yaitu melibatkan anak melalui teknologi dengan maksud melecehkan atau mengeksploitasi anak secara seksual, dapat terjadi baik sepenuhnya daring atau melalui kombinasi kontak daring dan langsung; dan
4. Pemerasan seksual terhadap anak anak, yaitu pemerasan atau
ancaman untuk mengekstraksi konten seksual atau manfaat lain (misalnya, uang) dari anak, seringkali menggunakan konten seksual
anak yang sebelumnya telah diperoleh sebagai alat tawar.
   Tips agar terhindar dari kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak di ranah daring:
1. Sebarkan konten dan pesan yang baik diranah daring.
2. Tidak membagikan informasi pribadi di ranah daring ke orang yang tidak dikenal, termasuk alamatmu dan nama sekolahmu.
3. Ingat untuk tidak membagikan kata sandi akun ke teman atau pasangan atau orang asing.
4. Hindari bertemu orang yang baru kamu kenal dari internet sendirian.
5. Terbuka dengan teman dan/atau orang dewasa yang kamu percaya ketika mengalami hal tidak mengenakkan di internet.
6. Terus belajar cara berinternet dengan aman.
    Dampak Kekerasan
Pada kekerasan dan eksploitasi seksual, dampak-dampak fisik seperti dampak ringan, yaitu lebam, hingga dampak yang sedang dan berat, seperti luka terbuka dan pendarahan, luka bakar, kecacatan, pendarahan di otak, hingga kematian sangat memungkinkan terjadi. Dampakdampak itu terjadi, terutama jika kekerasan dan eksploitasi seksual disertai dengan pemaksaan dan kekerasan fisik. Namun, mungkin juga dampak secara fisik tidak muncul karena kekerasannya dilakukan tanpa tindak kekerasan, tetapi menggunakan bujuk rayu. Selain itu,dampak lain yang muncul pada kekerasan seksual juga meliputi gatalgatal dan atau nyeri di area kelamin, penyakit menular seksual, HIV/AIDS, kehamilan, dan dampak-dampak lain akibat kehamilan, seperti keguguran karena korban masih berusia anak. Dampak psikologis yang muncul pada korban kekerasan seksual juga banyak berkaitan dengan konsep diri atau cara korban melihat dirinya. Beberapa korban menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang dialami dan merasa bahwa dirinya kotor sehingga tidak layak dicintai. Bahkan, hal ini dapat membuat korban melukai diri sendiri dan berkeinginan mengakhiri hidupnya karena menganggap depannya suram dan penuh dengan ketidakpastian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H