Mbah Narto (60 th) dijebloskan ke dalam penjara dengan proses pengadilan yang timpang.Â
Pria kurus itu diseret ke pengadilan gegara mencuri sebungkus beras di sebuah mini market, demi memberi makan cucunya yang masih kecil. Tanpa daya kekuatan apapun, akhirnya kehidupan di dalam penjara pun ia jalani.
***
Didorong sipir ke dalam penjara, Mbah Narto pun terjatuh.
"Riiieettt,...Jedarrr! " Suara derit pintul penjara yang ditutup dengan keras itu menjadi awal kehidupan Mbah Narto di dalam jeruji besi.
Mbah Narto duduk di pojok ruang penjara termenung ketakutan, dan air matanya pun meleleh di pipinya.Â
Pikirannya melayang membayangkan Anto, cucunya yang baru berumur 5 tahun, Cucu satu-satunya yang ditinggal kedua orang tuanya merantau ke kota besar untuk bekerja. Dan kini Anto tinggal berdua bersama neneknya.
Fikiran Mbah Narto berkecamuk. Batinnya merintih, dan perasaannya tercabik-cabik.
"Anto cucuku, bagaimana nasibmu, nak..., makanmu bagimana? Tidurmu bagaimana? Kakekmu sekarang hidup di tempat seperti ini....", rintih Mbah Narto.
"Sudah, nggak usah sedih! Ini semua gara-gara kelakuanmu!," Kata Sipir penjara membentak.
Mbah Narto tak berani menjawab. Dia terdiam, kemudian bergumam sambil mengusap air matanya; "Sengsara sekali hidupku..."
Sipir pun pergi meninggalkan ruang penjara.
Selang beberapa saat, Sipir itu menghampiri Mbah Narto dan memberikan sepiring nasi serta sepotong tempe di atasnya.
"Ini, makan dulu!", kata Sipir penjara sedikit membentak, sambil menaruh piring di atas lantai penjara.
Mbah Narto terdiam, dan tak ada nafsu untuk makan nasi yang telah diberikan Sipir.
Mbah Narto memandangi nasi yang ada di piring itu, dan berkata dalam hatinya; "Duh Gusti, gara-gara pingin nyambung hidup, ambil beras untuk makan kok ya jadi masalah seperti ini... Gustiii...ampunilah aku."
Kehidupan Mbah Narto di penjara ia lalui dengan sedih.
Seminggu kemudian, dua orang Sipir membawa seorang  Tahanan baru berompi orange. Seorang paruh baya berbadan tinggi besar dan berkulit bersih.
Dengan lemah, lembut dan sopan, Sipir penjara membawa Tahanan baru itu masuk ke dalam sel bersama Mbah Narto. Dia diikuti seorang perempuan dan seorang polisi.
Di depan sel, mereka berhenti sejenak. Tahanan itu berbisik pada Sipir  beberapa saat, kemudian masuk ke dalam sel yang ditempati Mbah Narto. Entah apa yang ia bisikkan.
Sesaat sebelum meninggalkan sel, mereka bertiga berbincang pelan.
 "Ibu tenang saja, nanti akan kita atur semuanya. Iya kan pak?", Ucap Polisi itu sambil menatap Sipir disebelahnya, tanda minta dukungan.  Kemudian mereka pun meninggalkan sel.
Tahanan baru itu tampak jalan mondar-mandir di dalam sel, seakan menunggu sesuatu.
Mbah Narto memandangi tahanan baru itu dengan penuh penasaran, seakan pernah bertemu atau pernah mengenalnya. Setelah dilihat-lihat dengan cermat, kemudian Mbah Narto pun teringat, siapa pria yang ada di depannya itu.
"Eh,....Pak Wali, apa kabar Pak?" Sapa Mbah Narto kepada pria itu.
"Eh, ...mmm... Baik pak", kata pria itu sedikit tersenyum, agak malu-malu.
Mbah Narto pun terdiam, tak berani bertanya lagi. Dia grogi karena berhadapan dengan orang yang biasanya ia lihat di TV.
Pria tahanan baru itu hanya mondar-mandir kadang melihat sekelilingnya dan menahan rasa malu di hadapan Mbah Narto.
Sesaat kemudian seorang sipir membuka sel dan meminta pria itu untuk pindah sel di sebelahnya.
"Mari Pak, pindah di ruang sebelah", pinta sipir pada pria itu dengan sopan.
Kemudian merekapun pindah menuju sel di sebelahnya.
Sejenak mereka berbincang, dan sipir pun meninggalkan sel itu.
---
Saat tengah malam, dua orang Sipir setengah mengendap sambil menengok kanan-kiri mendekati sel sebelah, seakan khawatir ada yang melihatnya. Mereka bolak-balik ke sel sebelah sepertinya membawa beberapa barang.
Mbah Narto pun hanya bisa melihat dengan fikiran bertanya-tanya dan tak tahu kepada siapa pertanyaan itu ditujukan.
Mbah Narto pun bertanya dalam gumamnya; " Memang boleh ya di penjara membawa TV, kulkas dan kipas angin ke dalam sel?"
Kemudian Mbah Narto pun hanya bisa diam, dan kembali menaikkan sarungnya karena kedinginan. Mbah Narto tak menggubris apa yang terjadi di sel sebelah. Bagi dia lebih baik tidur dan tetap bertahan dalam terpaan dinginnya malam di penjara.
Kehidupan di pengapnya penjara ia lalui dengan ikhlas. Tak peduli beberapa berita tentang proses keadilan yang acap kali timpang melintas di telinganya melalui teman-temannya di penjara.
Selang tiga bulan di dalam penjara, tibalah serombongan petugas: Propam, sipir, dan kejaksaan datang mengantar Seorang tahanan masuk ke dalam sel Mbah Narto.
"Lho pak, kok ikut masuk?" Tanya Mbah Narto heran pada tahanan baru itu, yang ternyata adalah polisi yang tempo hari mengantar Pak Wali masuk penjara.
Tahanan itu pun bungkam, tak keluar kata-kata. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H