Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Biasa yang setia pada proses.

Lahir di Grobogan, 13 Mei 1973

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The Trust Is No. 1 (Sharing Pola Kerja Modal Percaya)

27 Desember 2015   23:44 Diperbarui: 28 Desember 2015   11:03 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan pola fairness, seorang pebisnis/pedagang terlepas dari beban –psikologi-- dosa, dan sekaligus tidak merugikan pihak klien. Ini penting! Karena selisih rupiah yang mengandung penipuan adalah bahaya bagi tubuh, bahaya bagi keluarga yang memakan profit ’panas’ itu dan berakibat pada kekacauan pola hidup kita. Karena darah ’panas’ yang mengalir di tubuh kita akan membawa kekacauan. Camkan!

Seorang leader dalam bisnis, jika mempertimbangkan unsur ’kepercayaan’, tentu tidak mengatakan hal-hal yang bisa melunturkan kepercayaan. Dia akan menepati janji, menjalankan komitmen hal yang telah menjadi keputusannya. Dan tentu tidak menyakiti hati klien. Termasuk pimpinan produksi dalam dunia seni ataupun seorang sutradara, atau pekerja seni secara umum!

Sebaliknya, seorang pebisnis atau pekerja seni yang mengabaikan unsur ’kepercayaan,’ akan ditinggalkan teman-temannya, kru-kru-nya, dan semua klien-klien-nya. Sehingga jika akan memproduksi lagi, dia butuh teman-teman, kru-kru dan klien-klien yang baru yang mungkin belum kenal siapa dia, atau belum pernah kerjasama dengannya. Tipe pekerja seni semacam ini akan menghabiskan enerji yang tidak perlu untuk mencari orang-orang baru, dibandingkan dengan jika dia memakai orang-orang yang pernah kerjasama dengannya dan yang telah terukur kompetensinya. Otomatis beresiko pada kualitas karya yang akan dihasilkan dengan orang-orang baru.

Secara skala proses, dia akan mundur ke belakang beberapa langkah, meski untuk maju lagi sekian langkah. Jika langkah majunya lebih banyak dari mundurnya, dia akan maju, meski perlahan. Tapi jika sebaliknya, dia mengalami kemunduran dan rugi! Dia akan kesulitan membuat internal benchmarking terhadap keberhasilan prosesnya, karena setiap pekerjaan karya baru dengan SDM (Sumber Daya Manusia) baru pula.

Beda jika dia menggunakan SDM yang pernah bekerjasama dalam karyanya, internal benchmarking akan mengacu pada evaluasi kinerja internalnya. Yang kurang berkompeten di-upgrade, yang parah di bawah standar by dan tak mampu di-upgrade, ya di cut dan ganti yang baru. Lebih simple, dan jelas jangkauan langkah majunya akan lebih panjang dan cepat.

Jika kita menjadi klien atau kru profesional yang bekerjasama dengannya harus ekstra hati-hati! Jangan sampai terperosok ke ’lubang’ –korban penipuan—yang sama. Perlu diingat, bahwa lidah kaum penipu sangat licin! Kalau ini terjadi, yang ada hanya rasa menyesal dan merasa dibodohi. Naif!

Menghadapi pola kerja ’tradisional’ dan ’marginal’ semacam ini perlu strategi profesional, tegas, dan lugas! Pola ini harus dibawa ke ranah pola kerja beretika, lugas, profesional, menghilangkan rasa ewuh pekewuh dan modern. Sales Contract di depan dan jelas serta on the paper, ada hitam di atas putih!. Dalam konteks komunikasi orang Jawa harus ”Cetho”. Artinya pola hubungan relasi bisnis, semua di atur secara jelas, pola kerjasama/kerja, hak dan kewajiban, waktu, tempat, komitmen, kontraprestasi, reward dan punishment, nominal dan payment systemnya!

Pelaku bisnis atau pekerja seni dengan pola ’marginal’ seperti ini akan mengalami kesepian jika ditinggalkan rekan bisnisnya atau klien-kliennya. Dia membutuhkan enerji yang cukup besar untuk memulai pekerjaan barunya. Pekerja seni atau pelaku bisnis semacam ini biasanya sombong, angkuh dan keras kepala. Merasa dirinya paling benar (claim of truth) atas sikap-sikapnya. ’Kepercayaan’ nyaris hilang dalam kamusnya! Memalukan!

Di era teknologi cyber sekarang ini, pertaruhan ’kepercayaan’ terhadap personal maupun institusi sudah demikian riskan. Dalam arti, setiap sikap dan perilaku kita ataupun institusi kita sangat mudah disebarkan melalui media massa atau media sosial. Bisa menjadi berita buruk, atau berita baik. Untung jika kita diberitakan baik, jika sebaliknya, menjadi ’wajib’ bagi kita untuk mengklarifikasinya. Jika tidak, pasti di-black list oleh publik/masyarakat.

Euforia dalam menebarkan informasi telah menjadi bom informasi yang demikian merebak. Bertingkah sedikit yang tak disukai publik, kita atau institusi kita menjadi sorotan masyarakat.

Sebuah perusahaan atau lembaga resmi, jika sudah disorot di media cetak dalam ”Surat Pembaca”, atau di dalam status media sosial, seakan-akan sudah buruk dan pasti segera diklarifikasi. Jika tidak, kesan buruk akan melekat pada kita. Dan resikonya, kita akan kehilangan klien atau customer. Berbahaya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun